Sabtu, 03 September 2016
Tuan Guru Sebagai Agent of Change
Tuan Guru Sebagai Agent of Change
Tuan Guru Sebagai Agent Of Change Tuan Guru dalam masyarakat sasak memiliki posisi yang strategis dan legitimasi yang kuat dalam kehidupan sehari-hari. Tuan Guru adalah orang yang memiliki kualifikasi keilmuan agama yang diakui oleh masyarakat banyak. Sebagai orang yang dianggap mumpuni dalam bidang agama, Tuan Guru seringkali dijadikan rujukan dalam pelaksanaan ritual kegamaan serta diminta fatwa hukumnya apabila masyarakat mengalami kesulitan dalam memvonis hukum sesuatu permasalahan.
Tuan Guru terbentuk melalui proses seleksi kehidupan masyarakat muslim sasak di Lombok secara ketat, persyaratan menjadi Tuan Guru harus memiliki pemahaman keagamaan yang luas, memiliki dedikasi yang terakui, berintegritas tinggi, berkontribusi besar terhadap ummat setelah teruji dan terbukti bukan sekedar tamatan timurtengah tiba-tibah dengan mudah mencomot nama tuan guru di awal namnya sebab gelar tuan guru buka gelar akademis namun gelar ini murni disematkan oleh masyarakat karena indicator tadi sebab tuan guru memiliki pengaruh yang luar biasa mengakar jadi sebenarnya tidak mudah mendapat gelar tuan guru yang orisinil kecuali kalu tuan guruan (tuan guru ecek-ecek, istilah Lombok) apalagi dengan terobsesi meraih gelar itu sehingga matian-matian carper atau memanaipulasi adegan dengan berbagai cara seperti berniat tuntut ilmu ke timur tengah sekedar memenuhi hasrat suapaya pulangnya dari luar negeri bisa dipanggil dengan nama agung Tuan Guru, Na’uzubillah niat yang sangat memperihatinkan sebab spritulitasnya cacat dengan niat tersebut.
Kata Tuan Guru dengan kata ulama’ meiliki persamaan makna dalam pengertia penguasaan terhadap ilmu agama secara komperhensip atau lainnya. Sehingga orang yang hanya menjadi pemimpin thariqat belum bisa dikatakan Tuan Guru sebelum memiliki ilmu agama yang luas. Posisi Tuan Guru dalam starifikasi social kehidupan masyarakat muslim sasak masuk dalam golongan islam santri dan masuk dalam kelompok minoritas yang memiliki pengaruh luar biasa dalam kehidupan beragama.
Klasifikasi masyarakat muslim sasak di Lombok apabila ditinjau menurut klasifikasi masyarakat jawa yang di munculkan oleh Cliford Geerts teridri dari kelompok Islam Abangan ( ciri-ciri khas orang-orang ini adalah mereka menjadi pengikut panatik Tuan Guru dengan pola paradigma yang masih kental nuansa mitologinya), Kelompok santri (ini adalah kolempok Tuan Guru bersama santrinya yang mendapatkan pencerahan kegamaan melalui pengkajian kitab kuning dalam kehidupan pesantren), dan kelompok priyai ( merupakan kelompok bangsawan, pejabat, dan pegawai serta bisnis man yang pemahaman keagamaannya tidak terjebak dengan fanatisme)., Tuan Guru dengan posisi yang luar biasa mengakar dalam kehidupan masyarakat muslim sasak, seharusnya mampu melakukan transformasi perubahan paradigma masyarakat yang masih banyak terjebak dengan mitologi yang berlebihan, seperti dalam menilai gejala alam yang terjadi, masyarakat Lombok masih menjustifikasi kejadian-kejadian alam dengan nalar irasional.
Sejarah perkembangan pengetahuan umat manusia dari abad ke abad, menurut Auguste Comte melalui tiga tahapan yakni Tahapan Teologis, Tahapan Metafisis dan Tahapan Positivis. Dalam tahapan Teologis, umat manusia mencari sebab-sebab terakhir dibelakang peristiwa alam dan menemukannya dalam kekuatan-kekuatan adimanusiawi. Kekuatan tersebut entah dalam bentuk kekuatan Tuhan atau dewa-dewa. Dalam tahapan Metafisis, umat manusia berkembang dalam pengetaguannya, dimana kekuatan adimanusiawi dalam tahap sebelumnya berubah menjadi abstraksi-abstraksi Metafisis. Tidak ada lagi kekuatan Tuhan dan dewa-dewa , yang ada adalah entitas-entitas abstrak yang metafisis.
Sedangkan dalam tahapan positivis, manusia tidak lagi menjelaskan sebab-sebab diluar fakta yang teramati, pikirannya hanya terpusat pada yang faktual yang sebenarnya bekerja menurut hukum umum, misalnya hukum gravitasi. Melihat tiga tahapan perkembangan pengetahuan umat manusia, dimanakah mayoritas umat muslim sasak berada, apakah masih dalam tahapan teologis atau sudah ditahapan positivis? Teori ini hanya menjadi pisau analisa mengenai perkembangan pengetahuan mayarakat muslim sasak yang mayoritas beragama islam, karena modernisme sebagai masa yang telah terlewati tidak mampu mewarnai dan merubah paradigma masyarakat. Pemahaman tentang makna modernism oleh masyarakat selama ini, hanya pada perubahan life style dan perkembagan tekhnologi. Ini menandakan modernisme tidak mampu merasuk kedalam perubahan paradigma masyarakat muslim sasak di Lombok ketika masih terjebak dengan mitologi.
Tuan Guru dengan pesantrennya yang memiliki ratusan bahkan ribuan santri, diharapkan mampu sebagai agent of change terhadap perubahan paradigma masyarakat muslim sasak secara revolusioner, agar mayrakat tidak menjadi korban perubahan zaman dan korban elite politik atau elite agama yang ada. Sejarah umat muslim telah membuktikan, bahwa filosof atau idiolog telah mampu menjadi pendobrak kebodohan zaman, kegelapan peradaban menuju peradaban yang mampu mewarnai kehidupan umat manusia secara keseluruhan. Berkat perkembangan ilmu pengetahuan setelah umat muslim bersentuhan dengan peradaban Romawi dan Yunani, pada zaman itu umat muslim mengadopsi ilmu filsafat sebagai media untuk merasionalisasi ajaran-ajaran islam yang ada sehingga umat muslim sampai kepuncak peradaban. Tidak seperti setelah kejatuhan peradaban umat islam yang mengalami kemunduran dalam segala bidang yang di tandai dengan munculnya “fase tertutupnya pintu ijtihad”.
Pada fase ini kebabasan berpikir umat islam dibatasi sehingga produk pemikiran yang diadopsi adalah produk pemikiran lama yang sudah tidak kontekstual sesuai dengan kebutuhan zaman. sehingga umat islam hari ini lambat dalam perkembangannya karena euporia sejarah masa lalu yang meninakbobokkan yang berakibat pada etos kerja umat muslim. Membangkitkan semangat perjuangan umat muslim khususnya dibumi pulau seribu masjid ini, merupakan tugas semua tokoh. Kebangkitan ekonomi umat, serta kemajuan dalam bidang ilmu bisa dimulai dari dunia pesantren dengan cara merevolusi pola-pola lama yang anti terhadap perubahan, metodologi pembelajaran, dan yang anti terhadap ilmu-ilmu filsafat serta pemahaman terhadap kitab ta’lim muta’lim yang masih sangat ortodoks yang masih memposisikan santri sebagai obyek yang harus di isi dengan segudang ilmu.
Tuan Guru sebagai idiolog atau filosof Pesantren yang ada hari ini baik yang ada di luar Lombok atau di dalam pulau Lombok, format pembelajarannya masih sebatas mempelajari ilmu-ilmu klasik dalam bentuk pengkajian kitab-kitab kuning yang merupakan produk ulama’ klasik. Sehingga pesantren hari ini hanya menjadi lembaga pendidikan moral (bengkel moral) serta memproduk santri yang anti terhadap kebebasan berpikir dan pembaharuan. Tuan Guru sebagai pimpinan pesantren dan pemimpin agama, harus berani keluar dari paradigma lama terutama dari paradigma tradisionalis menuju paradigma modern atau pelopor pembaharuan islam di bumi pulau seribu masjid ini, dengan cara sebagai idiolog atau filosof.
Tuan Guru sebagai idiolog harus mampu menciptakan frame perjuangan umat muslim dan menggerakkannya untuk melawan penindasan terselubung yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu. Tuan Guru sebagai filosof harus mampu melahirkan pemikiran yang mencerahkan bagi umat islam hari ini. Dalam sejarah perjuangan ulama’ baik tingkat global atau pun nasional, mereka banyak mampu memberikan kontrobusi perubahan paradigma masyarakat muslim seperti Jamaludin al-Afgani, Muhammad Abduh, Rasyid Ridho, Ibnu Taimiyah dan lain-lain. Begitu juga untuk tingkat nasional kita mengenal ulama bernama Ahmad Dahlan, Hasyim Asyari, Muhammad Natsir dan lain-lain. Sedangkan untuk tingkat local kita mengenal Tuan Guru Pancor beliaulah Maulana Syeikh TGKH Muhammad Zainuddin Abdul Madjid Abul Madaris wal Masajid, Tuan Guru Mutawalli, Tuan Guru Tretetet, Tuan Guru Haji Ali Batu dan lain sebagainya. Mereka adalah agent perubahan bagi masyarakat Lombok yang pada awalnya menjadi penganut islam watu telu menjadi islam watu lima.
Sudah saatnya para Tuan Guru hari ini, tidak hanya menjadi pemimpin pesantren, pemimpin sholat dan roah serta do’a-do’a. Tetapi mereka harus segera mengidentifikasi diri menjadi Tuan Guru idiolog atau filosof agar mampu memberikan perubahan secara revolusioner bagi masyarakat muslim sasak di Lombok baik diwilayah paradigma atau tingkat kesejahteraan kehidupannya serta kualitas pendidikannya.Berani mendobrak radikalisasi dan panatisme yang membelenggu ukhwuah dan da'wah.
Jangan sampai kritis sosial masyarakat sasak benar-benar terjadi seperti ulasan pertama tadi yaitu demi meraih gelar Tuan Guru berbondong-bondong ke Timur Tengah seperti Makkah ataupun ke mesir tanpa ada perubahan integritas yang signifikan setelah pulang dari Luar Negri, kalau itu yang terjadi maka sungguh ironi gelar yang mulia dipelintir oleh kegengsian segelintiran orang yang haus penghormatan tanap malu membodohi masyarakat. Entitas tuan guru akan terkubur oleh mental seperti itu. Sebagai masyarakat awam perlu mengevaluasi keberadan alumni yang sekedar alumni timur tengah demi menyelamatkan kemurnian Tuang Guru, sehingga tidak cepat dan mudah menyematkan gelar Tuan Guru kepada mereka, harus teruji dan terbukti sebagai kudwah hasanah ditengah masyarakat menjadi roll model setiap individu kaum sasak mampu menjadi agen of change muslim kontemporer yang inklusif.
WALLAHU'ALAM.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar