Pages

Subscribe:

Labels

Selasa, 28 Februari 2017

Menyongsong Peradaban Islam yang Berkemajuan



  Oleh,
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, M.Pd.I.
Dosen UMRI, Dosen LB Universitas Abdurrab dan STIT Hidayatullah,
Mahasiswa Program Doktoral (S3) UIN Sultan Syarif Kasim Riau

            Diantara watak-watak al-Islam,  agama yang kita cintai ini yang sering disebut antara lain al-Islam diin ar-rahmah wa as-salamah islam adalah agama kasih sayang dan keselamatan atau kedamaian. Kemudian, al-Islam diin al-addalah islam adalah agama keadilan. Namun, ada dua watak lain yang sangat penting dan nyaris dilupakan oleh ummat Islam dewasa ini, dan merupakan prasyarat bagi kebangkitan ummat Islam di dunia maupun di negara masing-masing yaitu al-Islam diin al-hadharah (the civilitatian of islam) yakni Islam adalah agama berkemajuan, islam adalah agama peradaban. Dikaitkan dengan yang kedua al Islaam diin asy-syahadah, islam adalah agama kesaksian, agama pembuktian.
            Kalau kita perhatikan al-Qur’an yang terkait dengan ibadah jum’at maka akan terlihat jelas adanya pesan Islam yang sangat kuat bagi kita umat Islam, untuk menampilkan islam dalam dua watak tadi itu yaitu diinul hadarah dan diinus syahadah, agama kemajuan agama peradaban, dan agama kesaksian. Dalam ayat tentang sholat jumat yanag sering kita dengar perintah Allah pada QS. Al-Jumuah: 9-10:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَوٰةِ مِن يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَةِ فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ ٩ فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠
Artinya: Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum´at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ Hai orang-orang yang beriman, مِن يَوۡمِ ٱلۡجُمُعَة  إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَوٰةِ Jika panggilan kepada sholat jumaat sudah tiba dan azan sudah berkumandang  فَٱسۡعَوۡاْ إِلَىٰ ذِكۡرِ ٱللَّهِ Maka bersegeralah, berusahalah kepada zikir kepada Allah kepada beribadah,  وَذَرُواْ ٱلۡبَيۡعَۚ Dan tinggalkanlah segala aktivitas, segala perniagaan, segala kegitan-kegitan yang lain ذَٰلِكُمۡ خَيۡرٞ لَّكُمۡ إِن كُنتُمۡ تَعۡلَمُونَ Itu lebih baik bagimu jika kamu memahami, jika kamu memahami makna-makna ibadah itu.
Jelas sekali ajakan kepada hablum minallah, kita mengembangkan hubungan baik dengan Allah dalam ibadat bersifat mahdah seperti sholat jum’at, sholat fardu lainnya, puasa, zakat dan hajji. Tapi mari kita perhatikan pada ayat selanjutnya,
فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ Maka ketika sholat sudah selesai nantinya  فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ Bertebaranlah dimuka bumi, bukan kembali ketempat semula tadi yang kita tinggalkan tetapi lebih luas. Intisyar, bertebaran ke muka bumi  وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ  Maka carilah apa-apa yang sudah disediakan oleh Allah dalam bentuk rizki dalam bentuk keutamaan dalam buminya ini وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا  Namun tetap berzikir kepada allah لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ  Agar kamu semua menjadi orang-orang yang mencapai keberuntungan, kebahagian dan juga kemenagan. Alfalah, itu kemenangan itu bentuk ppanggilan dalam adzan, hayya alal falah marilaha kepada kemenangan.
Apa makna dari ayat ini, maknanya secara ringkas bahwa perlunya menegakkan hablum minallah, dengat ibadat-ibadat yang kita lakukan seperti sholat, teteapi setelah itu kita harus mengembangkan kebudayaan hablum minanaas. Hablum minanans tidak sekedar berhubungan baik dengan sesama manusia dalam kesopanan kesantunan interaksi dan relasi sosial kita. Tetapi hablum minannas memiliki arti kerja sama, kebersamaan untuk membangun kebudayaan dan untuk menampilkan watak islam, diinul hadarah dan diinussyahadah sebagaimana yang disebutkan tadi.
Harus ada korelasi positif antara ibdat dan muamalat, antara ibadat dan kebudayaan yang kita bangun. Dan inilah masalah besar umat islam, kita tidak mampu menghubungkan menarik korelasi positif antara ibdat hablum minallah dengan muamalat dalam hubungnnya sesama manusia atau hablum minannas. Sering hablum minallah seolah-olah intensif, seolah-olah tinggi namun tidak menjelma dalam kehidupan kebudayaan dalam segala aspeknya sosial ekonomi politik ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Inilah yang disindir oleh Allah dalam ayat yang lain dalam al-Qur’an QS. Ali 'Imran [3] : 112
ضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلذِّلَّةُ أَيۡنَ مَا ثُقِفُوٓاْ إِلَّا بِحَبۡلٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَحَبۡلٖ مِّنَ ٱلنَّاسِ وَبَآءُو بِغَضَبٖ مِّنَ ٱللَّهِ وَضُرِبَتۡ عَلَيۡهِمُ ٱلۡمَسۡكَنَةُۚ ذَٰلِكَ بِأَنَّهُمۡ كَانُواْ يَكۡفُرُونَ بِ‍َٔايَٰتِ ٱللَّهِ وَيَقۡتُلُونَ ٱلۡأَنۢبِيَآءَ بِغَيۡرِ حَقّٖۚ ذَٰلِكَ بِمَا عَصَواْ وَّكَانُواْ يَعۡتَدُونَ ١١٢
Artinya: Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan manusia, dan mereka kembali mendapat kemurkaan dari Allah dan mereka diliputi kerendahan. Yang demikian itu karena mereka kafir kepada ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi tanpa alasan yang benar. Yang demikian itu disebabkan mereka durhaka dan melampaui batas

Bahwa palin tidak ummat islam akan ditimpa oleh dua utama azzillah kita mengalami kehinaan, kita mengalami keterpurukan kita mengalami kemunduran. Dan yang kedua al maskanah, kemiskinan. Ini merupakan problema ummat Islam didunia maupun di Indonesia dewasa ini. Dalam al Quran tadi illa bihablim minallah wahabulum minnaas, keculai dengan hablum minallah dan hambulum minannas sebab antara keduanya terdapat hubungan yang dinamis.
Oleh karena itu, sholat yang kita tunaikan yang sesungguhnya sangan singkat, tetapai ini by design dari Allah, maka sesunggunhnya sholat lebih kuat lebih efektif dibadingkan dengan segala macam pendekatan-pendekatan spiritual dalam agama-agama manapun didunia. Sekalipun kita tahu ummat islam senag pada semedi, senag pada yoga, senag pada latihan-latihan seprtitual lain, tetapi sesungguhnya sholat yang merupak desain dari yang maha pencipta itu sendiri yang diperaktikkan oleh Rasulullah Muhammad SAW jauh lebih dalam.
Namun sering sholat kita tidak fungsional sering sholat kita gagal tidak hanya menunaikan sholat tetapi belum menegakkan sholat padahal yang diperintahkan adalah iqomatisholah menegakkan sholat. Menegakkan sholat bukan hanya aktivitasnya tetapi pemaknaan tapi juga penghayatan dan yang paling penting setelah itu kita mampu merealisasikan makna-makna sholat diluar sholat. Maka ketika kita berdoa waktu duduk diantara dua sujud rabbighfirli sebanyak mungkin, 17 kali sehari semalam minimal itu menagndung arti ya Allah ampunilah dosa-dosaku berarti diluar solat setelah salam dan setelah kita pulang nanti kita akan berada dalam sebuah kemampuan orientasi kehidupan yang mampu menghindarkan kita dari dosa dan pelanggaran itu makna rabbigfirli.
Dalam duduk atara dua sujud kita berdoa juga warzukni ya Allah berilah aku rizki, maksudnya diluar sholat se-orang yang beriman menjadi orang yang semangat kerja, semangat etos kerja mencari rizki-rizki yang sudah disediakan oleh Allah maka ummat islam menjadi orang-orang kaya. Islam menganjurkan ummatnya menjadi orang-orang kaya, fakir miskin memeang diebut dalam alquran namun jangan dijadikan sebagai profesi permanen, hanya lah sebua keadaan yang sementara. Harus menjadi kaya menguasai ekonomi, menguasai perdangan. Dengan hanya kekayaan itu kita bisa menunaikan rukun islam yang namanya zakat, kita bisa menunaiakn rukun islam yang namaya haji. Dan kekuasaan ekonomi kita bisa menegakkan kebudayaan bisa membangun lembaga-lemabaga pendidikan yang bermutu sentr por eakademik ekselen, lembaga-lembaga pelayanan kesehatan, lembaga-lembaga ekonomi, lembaga-lembaga sosial lainnya itulah islam yang merupakan dinul hadarah, agama berkemajuan tadi.
Sangat kuat pesan islam untuk kita bangkit, perlunya sebuah kesadaran kolektif al wakyul jami, alwakyul islami kesadaran islam yang kita miliki bersama-sama menjadi kesadaran kolektif untuk bangkit, untuk maju. Karena kita sering terpengaruh oleh budaya individualistik, oleh budaya matrealistik, oleh budaya hedonistic, yang merupakan maifestasi dari ateisme modern tentunya. Ateisme yatiu faham tentang tiadanya tuhan sering juga dimaifestasikan oleh manusia modern dalam bentuk penuhan terhadap materi, penuhan terhadap diri individualism, penuhahn terghadap hasrat badani dan sekarang meraja lela budaya hedonistic da nada libralis budaya yang melanda dunia dewasa ini.
Maka perlu kesadaran kolektif alwakyul jami untuk bangkit, dan ini dulu suda bermula bahwa islam agama berkemajuan. Yang paling penting adalah kita memberikan persaksian itulah dinusyahadah agama kesaksian, Al-Qur’an memperingatkan wahai kaum beriman litakuunu syuhadaa alanna, jadilah kamu syaksi-saksi   yang mampu memebrikan testiimoni, suhada’ biukanh hanya mereka yang mati dalam medan perang, syuhada yang juga mampu manampilkan bukti asyahadah. Kita sudah memiliki syahadat keyakinan, Asyhadu an-laa ilaaha illallaah Wa asyhadu anna Muhammadan rasuulullaah yang harus berlanjut.
Maka syhut hadari kesaksiaan kebudayaan bahwa kita ummat islam harus bangkit untuk menegakkan kebudayan islam dan inilah agenda besar ummat islam Indonesia sebagai kelompok mayoritas direpublik ini, 88, 2% sekitar 207 juta muslim di Indonesia ini yang bergabung dengan ormas-ormas islam mungkin baru sekitar 100 juta itupun tidak ada statistiknya. Tetapi 100 juta yang lain adalah saudara-saudara kita ummat islam yang terabaikan tak teruruskan dan kadang kala kita kencam mereka sebagao orang islam yang belum kaaffah, sebagai orang-orang islam yang abangan yang minimal yang nominal tetapi sesungguhnya mereka tetap dalam keyakinan keislaman, saudara-suadara kita.
Saatnya lah kita bangkit untuk menampilkan islam yakni diinul hadaraha memberikan kesaksian pada Indonesia dimana kita dilahirkan sebagai khalifatullah fi Indonesia, sebelum menjadi khalifatullah fil ardh maka agenda ummat islam sekali lagi adalah mari kita bangkit secara bersama-sama dengan alwakyul jami kesadaran kolektif tentang agama kita agama yang paling kuat mendorong kemajuan mendorong keunggulan maka seharusnya islam menjadi khaira ummah ummat islam menjadi khaira ummah, ummat yang terbaik.
Insyaallah dengan denikain islam di Indosesia tidak hanya besar dari jumlah namun juga besar dalam mutu dan kualitas dan dengan demikianlah kita perlu kuat bersama-sasam membangun diri keluarga dan juga dalam sebuah kebersamaan dalam apaun yang bisa kita lakukan yang bisa kita kontribusikan. Seorang cendikiwan muslim bisa menyombangkan pemikiran, seorang pengusaha muslim bisa menyumbangkan kekuatan yang dimilikinya berupa rizki, seorang birokrat muslim juga bisa berbuat, semua kita bisa berbuat untuk kebangkitan dan kejayaanislam ikmalu ala syakilatikum, berbuatlah sesuai kemampuan masing-masing. Wallahu A'lam Bishawab

Pekanbaru, 28 Februari 2017 




Rabu, 22 Februari 2017

HAKIKAT IBADAH; FALASAFAH, DEFINISI, JENIS, TUJUAN, KEKHASAN DAN PENGARUH IBADAH



Download Pertemuan Ke-2 Mata Kuliah Al Islam 2 UMRI "DISINI"

HAKIKAT IBADAH; FALASAFAH, DEFINISI, JENIS, TUJUAN,
KEKHASAN DAN PENGARUH IBADAH


Dosen Pengampu:
Lalu Muhammad Nurul Wathoni[1]

PENDAHULUAN
Keyakinan bahwa Islam satu-satunya Agama yang Benar adalah termasuk perkara yang bersifat qath’i,  tsawabit dan badihiy (pasti, tetap dan jelas - minal umuridl-laruriyah fid din), yakni termasuk di antara perkara-perkara agama yang bersifat dhlaruriyah (suatu keharusan)  karena telah disepakati dan didukung oleh seluruh ulama sepanjang masa, lebih-lebih oleh salafus salih berdasarkan nash-nash yang jelas dan  tegas. Maka bahwa Islam lah satu-satunya agama yang benar.[2]

Salah satu ajaran dalam Islam adalah tentang ibadah[3]. Ibadah ini menjadi salah satu risalah bukan dimaksudkan untuk membenani umat Nabi Muhammad SAW melainkan dimaksudkan untuk mengarahkan perilaku manusia menjadi terarah dengan baik sehingga manusia sebagai khalifah dapat menjalankannya dengan sempurna. Allah SWT sebagai pencipta manusia, sejak semula telah menetapkan kehendak-Nya agar manusia senantiasa beribadah kepadaNya. Demikian pula ketika eksistensi manusia telah terwujud, ketentuan atau perintah yang diperuntukkan manusia pun tidak lain kecuali baribadah dengan dilandasi kesadaran, ketaatan dan keihklasan dalam mengamalkannya.
Apa yang dikemukakan di atas semakin nyata terbukti dengan melihat bahwa semua Rasul Allah, sejak yang pertama sampai yang terakhir mempunyai misi yang sama yaitu menyeru dan mengajak umatnya untuk beribadah hanya kepada Allah semata. Dalam kaitan pengertian di atas, dapat dikemukakan di sini bahwa dinul Islam tidak lain adalah kesatuan petunjuk Allah bagi umat manusia dalam rangka hidup beribadah kepada-Nya, agar mendapatkan ridla-Nya.
Makna ibadah menurut ajaran Islam bersendi pada dua pengertian pokok yang saling berkait, yaitu  pertama, pengenalan akan Allah SWT dengan setepat-tepatnya berdasarkan atas kepercayaan (iman[4]) dan keyakinan yang mantap (akidah) sedemikian rupa sehingga mampu mendorong manusia untuk menjadikan hidup dan kehidupannya hanya untuk beribadah semata karena Allah SWT. kedua, pengertian tentang pola, bentuk dan jalan hidup serta kehidupan beribadah sebagaimana dikehendaki oleh Allah SWT. Berangkat dari dua point di atas, lalu muncul pertanyaan pada diri kita, khususnya kaum muslimin, sesungguhnya apa makna dan hakikat ibadah dalam Islam itu? Untuk menjawab pertanyaan di atas, maka penulis akan menguraikan jawabannya secara spesisfik pada bahasan berikut.

PEMBAHASAN
Tulisan ini akan membahas sebuah kajian tentang “Ibadah”  yang diharapkan menjadi sebuah konsep bahasan dari pertanyaan yang disampaikan pada pendahuluan diatas. Makna dan hakikat ibadah dalam Islam yang kemudian kajian ibadah ini akan ditinjau dari beberapa aspek diantarnya; falasafah, definisi, jenis, tujuan, kekhasan dan pengaruh ibadah.
A.    Falsafah atau Hakikat Ibadah
Sesungguhnya naluri beragama merupakan fitrah[5] manusia, naluri beragama merupakan bentukan dari manusia dan naluri beragama merupakan sifat baku yang menjadikan seseoranag membutuhkan pada Penciptanya. Sehingga salah satu penampakan terpenting garizah tadayun (naluri beragama)[6] ini adalah “Ibadah”. Ibadah tidak boleh ditetapkan berdasarkan wujdan (perasaaan) atau ditetapkan pleh apa yang dihayalkan oleh manusia seperti menyembah Allah dengan memutar-mutarkan diri dan sejenisnya.
Manusia dengan akalnya harus menentukan siapa yang seharusnya disembah, maka dengan akal manusia diahantarkan kepada keimanan akan adanya sang Khaliq yaitu Allah SWT. Dan tentang ibadah Allah SWT sudah menjelasakan melalui wahyu bagaimana tatacara menyembah-Nya. Yakni seperangkat aturan-aturan syariat yang diambil dari al-Qur’an dan as-Sunnah.

B.     Definisi Ibadah
Pengertian ibadah secara bahasa adalah At-Thoah yakni taat.[7] Sedangkan secara istilah ibadah adalah mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara menunaikan perintah-Nya, menjauhi larangan-Nya dan mengamalkan apa yang diizinkan-Nya. Dari pengertian ini, muncul istilah ibadah umum dan ibadah khusus. Adpaun yang dimaksud dengan ibadah umum di sini adalah semua amal yang diperintahkan atau diizinkan  Allah untuk dilakukan oleh manusia dalam rangka bertaqarrub kepada Allah.  Dalam pengertian lain juga istilah ibadah secara umum adalah ketaatan melakasanakan perintah Allah SWT dan ketaan dalam menjauhi larangan-Nya. Sebagaimana dijelasakan dalam firman Allah SWT dalam Q.S. Az-Zariyat 56:
وَمَا خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
Artinya: Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku (QS. Az-Zariyat/51 : 56).
Sedangkan ibadah khusus adalah amal yang diperintahkan Allah dengan disertai pembatasan atau perincian mengenai cara-cara melakukan. Dan dalam pengertian yang lain istilah ibadah secara khusus adalah segala bentuk perintah dan larangan syariat yang mengatur hubungan muslim dengan Rabbnya saja. Biasa disebut oleh fuqoha (ahli fiqih) sebagai ibadah mahdah seperti sholat, puasa, zakat dan hajji.
Bagaimana cara menerapkan atau mempraktikkan makna dan hakikat ibadah seperti didefinisikan di atas? Allah telah memberikan beberapa petunjuk dan kelebihan kepada manusia, yaitu:
  1. Bahwa kehidupan manusia di bumi ini dipenuhi dengan kesanggupan untuk mengemban amanah dari Allah. Keanggupan ini bisa dilihat dalam firman Allah dalam surat al-Ahzab/33, ayat 72.
إِنَّا عَرَضۡنَا ٱلۡأَمَانَةَ عَلَى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِ وَٱلۡجِبَالِ فَأَبَيۡنَ أَن يَحۡمِلۡنَهَا وَأَشۡفَقۡنَ مِنۡهَا وَحَمَلَهَا ٱلۡإِنسَٰنُۖ إِنَّهُۥ كَانَ ظَلُومٗا جَهُولٗا ٧٢
Artinya: Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh
  1. Oleh karena kesanggupan mengemban amanah tersebut, Allah SWT mengangkat manusia  sebagai khalifah, mewakili Allah mengelola dunia. Pernyataan Allah ini bisa dilihat dari firman-Nya dalam surat al-Baqarah, ayat 30.
وَإِذۡ قَالَ رَبُّكَ لِلۡمَلَٰٓئِكَةِ إِنِّي جَاعِلٞ فِي ٱلۡأَرۡضِ خَلِيفَةٗۖ قَالُوٓاْ أَتَجۡعَلُ فِيهَا مَن يُفۡسِدُ فِيهَا وَيَسۡفِكُ ٱلدِّمَآءَ وَنَحۡنُ نُسَبِّحُ بِحَمۡدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَۖ قَالَ إِنِّيٓ أَعۡلَمُ مَا لَا تَعۡلَمُونَ ٣٠
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" Tuhan berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui"
  1. Dengan demikian, wujud hidup dan kehidupan ibadah manusia ialah mensejahterakan serta mengupayakan kemakmuran di dunia dalam bentuk pengaturan kehidupan manusia maupun pengaturan dan pemanfatan alam dengan kekayaan di dalamnya.
  2. Agar dapat melaksanakan ibadah tersebut dengan baik, seorang abid harus mengembankan dirinya menjadi hamba yang shalih dan memanfaatkan segala anugerah yang telah dikaruniakan kepada manusia demi terlaksananya kewajiban tersebut.
C.    Jenis Ibadah
Ditinjau dari jenisnya, ibadah dalam Islam terbagi menjadi dua jenis, dengan bentuk dan sifat yang berbeda antara satu dengan lainnya;
1. ‘Ibadah Mahdhah
Ibadah mahdah[8] artinya  penghambaan yang murni hanya merupakan hubungan antara hamba dengan Allah secara langsung.[9] ‘Ibadah bentuk ini  memiliki 4 prinsip:
a.    Keberadaannya harus berdasarkan adanya dalil perintah, baik dari al-Quran maupun al- Sunnah, jadi merupakan otoritas wahyu, tidak boleh ditetapkan oleh akal atau logika keberadaannya.
b.   Tatacaranya harus berpola kepada contoh Rasul saw. Salah satu tujuan diutus rasul oleh Allah adalah untuk memberi contoh sebagaimana yang disebutkan dalam al-Qur’an dan al-Hadits.[10]
c.    Bersifat supra rasional (di atas jangkauan akal) artinya ibadah bentuk ini bukan ukuran logika, karena bukan wilayah akal, melainkan wilayah wahyu, akal hanya berfungsi memahami rahasia di baliknya yang disebut hikmah tasyri’. Shalat, adzan, tilawatul Quran, dan ibadah mahdhah lainnya, keabsahannnya bukan ditentukan oleh mengerti atau tidak, melainkan ditentukan apakah sesuai dengan ketentuan syari’at, atau tidak. Atas dasar ini, maka ditetapkan oleh syarat dan rukun yang ketat.
d.   Azasnya “taat”, yang dituntut dari hamba dalam melaksanakan ibadah ini adalah kepatuhan atau ketaatan. Hamba wajib meyakini bahwa apa yang diperintahkan Allah kepadanya, semata-mata untuk kepentingan dan kebahagiaan hamba, bukan untuk Allah, dan salah satu misi utama diutus Rasul adalah untuk dipatuhi:
Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah : Wudhu, Tayammum, Mandi hadats, Adzan, Iqamat, Shalat, Membaca al-Quran, I’tikaf, Shiyam ( Puasa ), Haji,  Umrah, Tajhiz al- Janazah
2. Ibadah Ghairu Mahdhah 
Ibadah Ghairu Mahdhah[11], (tidak murni semata hubungan dengan Allah)  yaitu ibadah yang di samping sebagai hubungan  hamba dengan Allah juga merupakan hubungan atau interaksi antara hamba dengan makhluk lainnya.[12]  Prinsip-prinsip dalam ibadah ini, ada 4:
a.    Keberadaannya didasarkan atas tidak adanya dalil yang melarang. Selama Allah dan Rasul-Nya tidak melarang maka ibadah bentuk ini boleh diseleng garakan.
b.   Tatalaksananya tidak perlu berpola kepada contoh Rasul, karenanya dalam ibadah bentuk ini tidak dikenal istilah “bid’ah” , atau jika ada yang menyebut nya, segala hal yang tidak dikerjakan rasul bid’ah, maka bid’ahnya disebut bid’ah hasanah, sedangkan dalam ibadah mahdhah disebut bid’ah dhalalah.
c.    Bersifat rasional,  ibadah bentuk ini baik-buruknya, atau untung-ruginya, manfaat atau madharatnya, dapat ditentukan oleh akal atau logika.  Sehingga jika menurut logika sehat, buruk, merugikan, dan madharat, maka tidak boleh dilaksanakan.
d.   Azasnya “Manfaat”, selama itu bermanfaat, maka selama itu boleh dilakukan.

D.    Tujuan Ibadah
Allah SWT yang Maha Mengetahui senantiasa lebih mengetahi maksud dari setiap ibadah. Sehingga Allah lah yang berhak mengatur bagaimana seorang hamba berhubungan dengan-Nya melalui ibadah. Sebagaimana berhaknya Allah SWT memberikan pahala jikalau ibadah itu ditunaikan oleh hamba-Nya.
Diantara Tujuan-tujuan ibadah adalah sesuai jenis-jenis ibadah itu sendiri, yaitu:
1)      Sholat, bertujuan sebagai pencegah hamba melakukan kekejian dan kemungkaran. Sebagaimana firman Allah SWT pada QS. Al Ankabut: 45
ٱتۡلُ مَآ أُوحِيَ إِلَيۡكَ مِنَ ٱلۡكِتَٰبِ وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَۖ إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ ٤٥
Artinya: Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al Kitab (Al Quran) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2)      Puasa, bertujuan sebagai pengantar bagi hamba dalam meraih ketaqwaan. Sebagaimana firman Allah SWT pada QS. Al Baqarah: 183
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ كُتِبَ عَلَيۡكُمُ ٱلصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِكُمۡ لَعَلَّكُمۡ تَتَّقُونَ ١٨٣
Artinya: Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa
3)      Hajji, bertujuan sebagai syiar ajaran Islam dan mempererat ukhuwah Islamiyah seluruh kaum muslim di dunia. Sebagaimana firman Allah SWT pada QS. Al Hajj: 28
لِّيَشۡهَدُواْ مَنَٰفِعَ لَهُمۡ وَيَذۡكُرُواْ ٱسۡمَ ٱللَّهِ فِيٓ أَيَّامٖ مَّعۡلُومَٰتٍ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلۡأَنۡعَٰمِۖ فَكُلُواْ مِنۡهَا وَأَطۡعِمُواْ ٱلۡبَآئِسَ ٱلۡفَقِيرَ ٢٨
Artinya: supaya mereka menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezeki yang Allah telah berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir
4)      Zakat, bertujuan sebagai pembersih jiwa (thathir an-nafs) dan penyuci jiwa manusia (tazkiyah an-nafs). Sebagaimana firman Allah SWT pada QS. Al Baqarah: 193
وَقَٰتِلُوهُمۡ حَتَّىٰ لَا تَكُونَ فِتۡنَةٞ وَيَكُونَ ٱلدِّينُ لِلَّهِۖ فَإِنِ ٱنتَهَوۡاْ فَلَا عُدۡوَٰنَ إِلَّا عَلَى ٱلظَّٰلِمِينَ ١٩٣
Artinya: Dan perangilah mereka itu, sehingga tidak ada fitnah lagi dan (sehingga) ketaatan itu hanya semata-mata untuk Allah. Jika mereka berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi), kecuali terhadap orang-orang yang zalim

Dan tujuan umum dari keseluruhan ibadah yaitu menghapuskan dosa (takfiir adz-dzunub) sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Hud: 114
وَأَقِمِ ٱلصَّلَوٰةَ طَرَفَيِ ٱلنَّهَارِ وَزُلَفٗا مِّنَ ٱلَّيۡلِۚ إِنَّ ٱلۡحَسَنَٰتِ يُذۡهِبۡنَ ٱلسَّيِّ‍َٔاتِۚ ذَٰلِكَ ذِكۡرَىٰ لِلذَّٰكِرِينَ ١١٤
Artinya: Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat

Sedangkan pelaksanaan ibadah adalah bagian dari kebaikan (al-hasnaat) itu sendiri.

E.     Kekhasan (kekhususan) Ibadah
Ada beberapa menjadi kekhususan ibadah dalam islam, yaitu:
1)      Ibadah bersifat tauqifiyah artinya bahwa dalam peraktik ibadah seorang muslim terikat dengan segala aturan yang disebutkan dalam nash dari wahyu yang Allah turunkan. Seorang muslim melakukan sholat[13], puasa, hajii dan lain-lain dengan cara tertentu. Sebagai contoh tidak boleh meletakkan tanggan melingkar kepunggung disaat berdiri dalam sholat sebab tatacara seperti ini tidak disebutkan dalam nash. Demikian sebagaimana hajji tidak boleh pada bulan puasa sebab dalam nash sudah ditetapkan pada waktu-waktu tertentu[14]. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad SAW:
صلوا كما رايتمونى اصلى .رواه البخاري   . خذوا عنى مناسككم  .
Artinya: Shalatlah kamu seperti kamu melihat aku shalat. Ambillah dari padaku tatacara haji kamu
2)      Ibadah hanya ditujukan kepada Allah SAW semata. Pada dasarnya ibadah ditujukan mengatur hubungan manusia dengan Rabbnya. Seorang muslim tidak boleh menyekutukan Allah SWT dalam hal ibadah papun. Sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Qosos: 88 dan QS. Al-Kahfi: 110
3)      Niat yang ikhlas karena Allah SWT. bahwa shalat yang didirikan bukan karena Allah Allah maka sholatnya tidak diterima. Sebagaimana sabda Raulullah SAW:
عَنْ عُمَرَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهم عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ إِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالنِّيَّةِ وَلِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لدُنْيَا يُصِيبُهَا أَوِ امْرَأَةٍ يَتَزَوَّجُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ
Artinya: Dari Umar radhiyallahu ‘anhu, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Amal itu tergantung niatnya, dan seseorang hanya mendapatkan sesuai niatnya. Barang siapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barang siapa yang hijrahnya karena dunia atau karena wanita yang hendak dinikahinya, maka hijrahnya itu sesuai ke mana ia hijrah.” (HR. Bukhari, Muslim, dan empat imam Ahli Hadits)
Makna a’mal (amal-amal) dalam hadits tersebut adalah amal ibadah sebab selain anal ibadah tidak disyaratkan adanya niat. Hal ini sebagaimana orang yang mengeluarkan peluru dari tembakanya kemudian orang lain tertembak, maka orang tersebut tetap disebut pembunuh sekalipun membela diri dengan alasan tiadak ada niat.
4)      Tidak ada perantara dalam ibadah antara hamba dengan Allah SWT. sebagimana firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah: 186
وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌۖ أُجِيبُ دَعۡوَةَ ٱلدَّاعِ إِذَا دَعَانِۖ فَلۡيَسۡتَجِيبُواْ لِي وَلۡيُؤۡمِنُواْ بِي لَعَلَّهُمۡ يَرۡشُدُونَ ١٨٦
Artinya: Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran

5)      Kemudahan dan keringanan dalam menegakkan Ibadah. Bahwasanya Allah tidak membebani melebihi dari apa yang disanggupi, sesuai dengan firman Allah SWT pada QS. Al-Baqarah 286:
لَا يُكَلِّفُ ٱللَّهُ نَفۡسًا إِلَّا وُسۡعَهَاۚ
Artinya: Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya.
Allah SWT telah mengatur keringanan (rukshah) dalam ibadah. Sebagimana Allah SWT memeberikan rukhshah (keringanan) bagi orang sakit sambil duduk, begitu juga bagi orang yang musafir boleh tidak berpuasa (membatalkan puasa) pada bulan ramadhan, disamping Allah SWT menggugurkan jihad bagi orang buta, pincang dan Sakit. Hal ini bukti bahwa agama Islam adalah mudah[15]. Sebagimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ هَذَا الدِّينَ يُسْرٌ وَلَنْ يُشَادَّ الدِّينَ أَحَدٌ إِلَّا غَلَبَهُ
Artinya: “Sesungguhnya agama ini mudah, tidaklah seseorang berlebih-lebihan dalam agama, melainkan ia akan terkalahkan.” (HR Bukhari)
F.     Pengaruh Ibadah
Setidaknya ada tiga pengaruh ibadah bagi seorang muslim yang melaksanakannya:
1)      Ibadah memperkuat hubungan seorang muslim dengan Rabbnya
Seorang muslim senantiasa bersimpuh dihadapan Rabbnya minimal lima kali dalam sehari semalam. Bermunajat serta mengharap pertolongan-Nya dan bantuan-Nya dan disetiap rakaatnya dengan membaca surah Al fatihah: 5-6.
إِيَّاكَ نَعۡبُدُ وَإِيَّاكَ نَسۡتَعِينُ ٥ ٱهۡدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلۡمُسۡتَقِيمَ ٦
Artinya:  Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus

Disamping itu seorang muslim melaksanakan puasa, membaca al-Qur’an, mengeluarkan zakat harta, bershodaqoh, semua itu akan memperkuat hubungannya dengan Allah SWT.
Puasanya orang muslim senantiasa menjadi dididikan dan binaan untuk mendapatkan pengawasan dari Allah SWT yaitu kesadaran selalu diawasi oleh Allah SWT. Demikian juga dengan membaca Al-Qur’an, seorang muslim senantiasa dekat dengan Allah karena pada saat dia membaca al-Qur’an pada hakikatnya sedang berdialog dengan Alllah. Demikian juga mengeluarkan zakat atau bershodaqoh. Semua itu akan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
2)      Ibadah melahirkan ketenangan jiwa
Seorang muslim dengan melaksanakan ibadah berarti ia paham dan menyadari akan kebutuhan dan keharusannya taat kepada Allah. Dengan begitu ia akan diberikan balasan dengan sebaik-baik balasan, hingga ia akan merasakan ketenangan sampai akhir hayatnya.[16]
Seorang muslim yang beribadah kepada Allah tentu ia akan senantiasa sadar dan berzikir kepada Allah. Sedangkan Allah SWT menjelasakan dalam Al-Qur’an surat ala bizikrillah
3)      Ibadah memperkuat akhlak yang mulia pada diri seorang muslim
Sungguh ibadah mampu memperkuat sebagian siafat akhlak pada diri seorang muslim sebagai bagian yang tak terpisahkan dari ibadah[17]. Misalnya sholat, bahwa bila sholat seoarang muslim baik maka baik pula akhlaknya diluar sholat. Sebab sholat dapat memperkuat siafat akhlak berupa tawaddu’ (merendahkan diri), khusyu’, santun, dan secara umum dapat menjauhkan diri dari perbuatan keji dan munkar. Hal ini sebagaimana ditegasakan oleh Allah dalam firmannya:
إِنَّ ٱلصَّلَوٰةَ تَنۡهَىٰ عَنِ ٱلۡفَحۡشَآءِ وَٱلۡمُنكَرِۗ وَلَذِكۡرُ ٱللَّهِ أَكۡبَرُۗ وَٱللَّهُ يَعۡلَمُ مَا تَصۡنَعُونَ ٤٥
Artinya: Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.

Orang yang berpuasa Ramadhan akan menjaga kesucian dirinya (iffah), memperkuat siafat kejujuran didalam dirinya dan ia puan akan memperkuat kesabaran pada dirinya, akan menjaga diri dari hal-hal yang merendahkan diri baik dari perkataan dan perbuatannya yakni dilatih menjaga kesuciannya. Disampin itu, puasa melatih kesabaran ashoumu nisfus shobri.
Sedangkan ibadah zakat dapat memperkuat siafat kedermawanan, kesantunan, memberi pertolongan  dan mengutamakan orang lain (itsaar).[18] Demikian juga denga sholat berjamaah dan ibadah hajji dapat memperkuat ukhuwah islamiyah.
Tentunnya kesemua itu adalah bagian kecil dari akhlak didalam Islam yang bisa diwujudkan dengan melaksanakan ibadah pada Allah SWT. maka dengan demikian, dengan ibadah ini akan memperkuat bahkan menumbuhkan sifat-sifat akhlak yang terpuji (mahmudah/ akhlakul karimah) serta meredakan dan menghilangkan sifat-sifat akhlak yang buruk (madzmumah/ akhlakus sayiah). Sudah jelas bahwa dengan beribadah selaian melaksanakan sebuah perintah Allah menyembah kepada-Nya juga didalamnya terkandung berbagai macam hikmah yang bisa diperoleh.
Demikian beberapa kajian  penting yang berkaitan tentang ibadah didalam Islam. Semoga kajian ini memberikan pengaruh dan deorongan bagi kita sebagai seorang muslim untuk senantiasa menjaga dan melaksanakan ibadah kepada Allah SWT dengan dasar beriman kepada-Nya. Kita melaksanakan ibadah dengan mengharapkan Ridha Allah SWT, melaksnakan ibadah sesuai petunjuk Al-Qur’an dan tuntunan dari hadits Rasulullah SAW. Dan semakin beruapaya meraih tujuan dan hikmah-hikmah ibadah seperti yang Allah jelasakan didalam Al-Qur’an dan Rasul sampaikan dalam hadits-haditsnya.


Daftar Pustaka (Referensi)
Abdul Munir Mulkan. 2010. Jejak Pembaruan Sosial Keagamaan Kiai Ahmad Dahlan. Jakarta: Buku Kompas
Abdul Munir Mulkan. 2009. Sufi Pinggiran. Kanisius
Abu Bakar Jabir Al-Jazairi. 1999. Pedoman Hidup Seorang Muslim (terj. Musthafa Aini,dkk.), Madinah: Maktabatul Ulum wal Hikam
Departemen Agama. Al-Qur’an dan Terjemahnya
Haedar Nashir, Ibrah Kehidupan, Sosiologi Makna Untuk Pencerahan Diri, SM, Yogyakarta, 2012.
Haedar Nashir, Pendidikan Karakter Berbasis Agama dan Kebudayaan, Multi Pressindo, Yogyakarta, 2013.
Hamka. Tasauf Modern. Panji Masyarakat
Ki Bagus Hadikusumo. Pustaka Hati. Toko Buku Siaran
Majelis Tarjih dan Tajdid, Risalah Islam Bidang Akhlaq, SM, Yogyakarta
PP Muhammadiyah. Himpunan Putusan Tarjih. Suara Muhammadiyah
PP Muhammadiyah. Pedoman Hidup Islami Warga Muhammadiyah. Suara Muhammadiyah
Syakir Jamaluddin. 2011. Kuliah Fiqh Ibadah. LPPI UMY.
Toshihiko Izutsu. 1993. Etika Beragama dalam Qur’an. Bandung: Pustaka Firdaus.
Yunahar Ilyas. 1999. Kuliah Akhlaq. Yogyakarta: LPPI UMY


[1]Lalu Muhammad Nurul Wathoni, Dosen Al Islam (AIK) Universitas Muhammadiyah Riau dan Dosen LB  STIT Hidayatullah. Dan Mahasiswa program Doktor Universitas Islama Negeri Sulan Syarif Kasim Riau, NIM; 31694104589, Program studi Pendidikan Agama Islam.
[2] Hal ini sebagaimana pernah ditegaskan dalam salah satu keputusan Munas Tarjih di Jakarta yang berbunyi: “sehubungan dengan munculnya pemahaman bahwa orang Islam yang mengklaim agama Islam sebagai agama yang paling benar adalah salah. Berdasarkan al-Qur’an perlu ditegaskan kembali kepada warga Muhammadiyah bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan diridhai Allah” (Keputusan Munas Majelis Tarjih di Jakarta tahun 2000).
[3] Ibadah, yaitu aturan-aturan tentang tata cara hubungan manusia dengan Allah atau segala cara dan upacara pengabdian yang bersifat ritual yang telah diperintahkan dan diatur cara-cara pelaksanaannya dalam al-Qur’an dan Hadits Nabi, seperti shalat, puasa, haji dan lain-lain. Lihat Zaky Mubarok, dkk: 78-80
[4] Iman menurut Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah ; ikrar dalam hati, diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota badan. Jadi, Iman itu mencakup tiga hal : Ikrar dengan hati, Pengucapan dengan lisan dan Pengamalan dengan anggota badan. Lihat kitab Fatawa Anil Iman wa Arkaniha, yang di susun oleh Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah Iman dan Tauhid, hal 50-52 Pustaka At-Tibyan
[5] Definisi fitrah yang dikemukakan oleh Muhammad ibn Asyur yang dikutip oleh M. Quraish Shihab:
“Fitrah adalah suatu sistem yang diwujudkan oleh Allah pada setiap makhluk. Fitrah yang khusus untuk jenis manusia adalah apa yang diciptakan Allah padanya yang berkaitan dengan jasad dan akal (ruh).” Lihat Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Quran, Tafsir Maudhu’I atas Perbagai Persoalan Umat. Bandung:Mizan.hal 23
[6] Gharizah adalah qadar yang diberikan langsung oleh Allah, atau bisa juga kita sebut dengan naluri dan kebutuhan yang dimiliki oleh setiap makhluk ciptaan-Nya.sedangkan tadayun adalah kecenderungan akan melakukan aktivitas pemujaan atau dalam bentuk peribadatan, naluri mengagung-agungkan. Allah SWT juga telah menciptakan potensi kehidupan (thaqatul hayawiyah) pada diri manusia, yang berupa : kebutuhan naluri (Al-Gharizah). Yang terdiri dari : Naluri beragama (Gharizatut Taddayun), Naluri mempertahankan diri (Gharizatul Baqa), Naluri melangsungkan keturunan (Gharizatun Nau’), kebutuhan jasmani (Hajatul Adlawiyah), yang penampakanya berupa rasa lapar, rasa haus, menghirup udara dan lain-lain. Lihat [online] https://compaq40.wordpress.com/2009/07/05/potensi-manusia-kebutuhan-naluri-al-gharizahkebutuhan-jasmani-hajatul-adlawiyah/
[7] Secara etomologis diambil dari kata ‘ abada, ya’budu, ‘abdan, fahuwa ‘aabidun. ‘Abid, berarti hamba atau budak, yakni seseorang yang tidak memiliki apa-apa, hatta dirinya sendiri milik tuannya, sehingga karenanya seluruh aktifitas hidup hamba hanya untuk memperoleh keridhaan tuannya dan menghindarkan murkanya.  Manusia adalah hamba Allah “‘Ibaadullaah” jiwa raga haya milik Allah, hidup matinya di tangan Allah, rizki miskin kayanya ketentuan Allah, dan diciptakan hanya untuk  ibadah atau menghamba kepada-Nya.
[8] Rumusan Ibadah Mahdhah adalah “KA + SS” (Karena Allah + Sesuai Syari’at)
[9] Pengertian lain ibadah mahdhah adalah ibadah yang dari segi perkataan, perbuatan telah didesign oleh Alloh SWT kemudian diperintahkan kepada Rasulullah untuk mengerjakannya. Seperti sholat fardu 5 kali, ibadah puasa ramadhan dan haji. Semuanya adalah bentuk paket dari Allah turun kepada Rasulullah kemudian  wajib ditirukan oleh umatnya tanpa boleh menambah atau memperbaharui sedikitpun. Ibadah mahdhah atau ibadah khusus ialah ibadah yang apa saja yang telah ditetapkan Allah akan tingkat, tata cara dan perincian-perinciannya. Jenis ibadah yang termasuk mahdhah, adalah: Wudhu, Tayammum, Mandi hadats, Shalat, Shiyam ( Puasa ), Haji, Umrah. Lihat http://makalah-aik.blogspot.com/2013/06/makalah-aik.html
[10] Firman Allah SWT QS. An-Nisa ayat 64,
  وماارسلنا من رسول الا ليطاع باذن الله النسآء 64 Dan Kami tidak mengutus seorang Rasul kecuali untuk ditaati dengan izin Allah…(QS. 4: 64).
Firman Allah SWT QS. Al-Hashr ayat 7,
وما آتاكم الرسول فخذوه وما نهاكم عنه فانتهواالحشر 7 Dan apa saja yang dibawakan Rasul kepada kamu maka ambillah, dan apa yang dilarang, maka tinggalkanlah…( QS. 59: 7).
[11] Rumusan Ibadah Ghairu Mahdhah “BB + KA” (Berbuat Baik +  Karena Allah)
[12] Definisi lain dari Ibadah ghoiru mahdoh : adalah seluruh perilaku seorang hamba yangdiorientasikan untuk meraih ridho Allah (ibadah). Dalam hal ini tidak ada aturan baku dari Rasulullah. Dalam hadis Jarir ibn `Abdullah disebutkan bahwa Rasulullah saw. bersabda:
من سن في الإسلام سنة حسنة فله أجرها وأجر من عمل بها بعده من غير أن ينقص من أجورهم شيء ومن سن في الإسلام سنة سيئة كان عليه وزرها ووزر من عمل بها من بعده من غير أن ينقص من أوزارهم شيء
“Barangsiapa merintis jalan yang baik dalam Islam (man sanna fîl Islâm sunnatan hasanah), maka ia memperoleh pahalanya dan pahala orang-orang yang melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun pahala mereka; dan barangsiapa merintis jalan yang buruk dalam Islam (man sanna fîl Islâm sunnatan sayyi-ah), maka dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang melakukannya sesudahnya, tanpa berkurang sedikit pun dosa mereka.” (Lihat antara lain: Shahih Muslim, II: 705, Hadis senada diriwayatkan oleh 5 imam antara lain, Nasa’i, Ahmad, Turmudi, Abu Dawud dan Darimi).
[13] Shalat lima waktu, pokok dari ibadah amaliyah dalam Islam. Jika kita perhatikan, waktu pengerjaan shalat secara keseluruhan dalam satu hari satu malam adalah sekitar 75 menit. Dengan rincian, setiap shalat menghabiskan waktu 10 menit, dan wudhu 5 menit. Sangat sedikit jika dibandingkan waktu yang kita miliki dalam satu hari. Belum lagi kemudahan yang lainnya, shalat ini tidak dilaksanakan secara sekaligus, akan tetapi dilaksanakan secara terpisah-pisah dalam 24 jam. Pelaksanaannya pun ditetapkan bukan pada waktu-waktu istirahat manusia.
[14] Jika melakukan ibadah tanpa dalil perintah atau tidak sesuai dengan praktek Rasul saw., maka dikategorikan “Muhdatsatul umur” perkara meng-ada-ada, yang populer disebut bid’ah:  Sabda Nabi saw.:
من احدث فى امرنا هذا ما ليس منه فهو رد . متفق عليه .  عليكم بسنتى وسنة الخلفآء الراشدين المهديين من بعدى ، تمسكوا بها وعضوا بها بالنواجذ ، واياكم ومحدثات الامور، فان كل محدثة بدعة، وكل بدعة ضلالة  . رواه احمد وابوداود والترمذي وابن ماجه ،  اما بعد، فان خير الحديث كتاب الله ، وخير الهدي هدي محمد  ص. وشر الامور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة . رواه مسلم
Salah satu penyebab hancurnya agama-agama yang dibawa sebelum Muhammad saw. adalah karena kebanyakan kaumnya bertanya dan menyalahi perintah Rasul-rasul mereka:
ذرونى ما تركتكم، فانما هلك من كان قبلكم بكثرة سؤالهم واختلافهم على انبيآئهم، فاذا امرتكم بشيئ فأتوا منه ماستطعتم واذا نهيتكم عن شيئ فدعوه . اخرجه مسلم
[15] Salah satu karakteristik ajaran Islam yang menonjol adalah mudah dan memudahkan. Ajaran (syariat) Islam tidak datang untuk mempersulit dan menyempitkan kehidupan manusia, ia justru datang untuk menjadi rahmat dan kebaikan bagi mereka di dunia dan akhirat. Allah jalla jalaaluhu, dalam sejumlah firmam-Nya, yang telah mendeklarasikan sendiri Islam sebagai agama yang mudah. Allah berfiman,
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ “dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.” (QS. Al-Hajj: 78)
يُرِيدُ اللَّهُ بِكُمُ الْيُسْرَ وَلَا يُرِيدُ بِكُمُ الْعُسْرَ “Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu.” (QS. Al Baqarah: 185) 
مَا يُرِيدُ اللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُمْ مِنْ حَرَجٍ وَلَكِنْ يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ “Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Maidah: 6)

[16] Agama Islam menjanjikan balasan (al-jaza’), yakni: surga bagi orang-orang yang beriman, dan neraka bagi orang yang kufur kepada Allah swt.  Firman Allah, al-Qur’an surat al- Bayyinah (98): 6-8, terjemah: Sesungguhnya orang-orang kafir, yakni Ahli Kitab dan kaum musyrikin akan masuk neraka jahan-nam; mereka kekal di dalamnya. Mereka itulah seburuk-buruknya makhluk. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal shalih, mereka itulah sebaik-baik makhluk. Balasan mereka disisi Tuhannya ialah surga ‘Adn yang mengalir di bawahnya sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Allah ridha ter-hadap mereka dan merekapun ridha kepada-Nya. Yang demikian itu adalah (balasan) bagi orang yang takut kepada Tuhannya.
[17] Dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah juga disebutkan: “mematuhi ajaran-ajaran Agama Islam dengan keyakinan bahwa ajaran Islam itu satu-satunya landasan kepribadian dan ketertiban bersama untuk kebahagiaan dunia dan akhirat”.
[18] Allah berfirman (yang artinya), “hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan.” (QS. At Thalaq: 7)