PERADABAN BARAT MODERN DALAM TIMBANGAN ISLAM
Oleh:
Lalu
Muhammad Nurul Wathoni, M.Pd.I.
Semangat Peradaban Barat Modern
Peradaban Barat modern saat ini jika dianalisis secara
teliti akan nampak bahwa tubuhnya merupakan komponen-komponen dari berbagai keberhasilan
teknologi, kemakmuran fisik, dan segala jenis kemudahan duniawi. Sarana
transportasi yang demikian modern, peralatan telekomunikasi canggih, dan
perkembangan teknologi modern yang hampir menyentuh segala aspek kehidupan
kemanusiaan merupakn buah dari peradaban Barat yang tak dapat dipungkiri
kegunaan dan manfaatnya, kecuali oleh orang-orang yang picik.
Dilain pihak, dibalik segala kemajuan dan kecanggihan
teknologi tersebut, nampak berbagai kelemahan dan bahaya yang menyerang aspek
spiritualisme dan kejiwaan manusia. Peningkatan penderita psikopath,
stress dan depressi; kerusakan moralyang mengakibatkan berbagai penyakit sosial___seperti:
Tawuran pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan pergaulan yang serba permisifistis___sehingga
berakibat meningkatnya kasus kehamilan diluar nikah dan ledakan penderita AIDS.
Hal ini terjadi karena jiwa peradaban modern bersumberkan pada materialisme
pragmatis serta ideologi buatan manusia yang kering dari nilai-nilai transedental
dan kesucian ruhiyyah.
Akar Ideologis Peradaban Barat
Peradaban Barat jika dilihat dari segi ilmiah
bersumber pada filsafat rasionalisme ilmiah, yang mendasarkan segala
sesuatu pada penelitian dan eksperimen. Walaupun perlu dicatat bahwa metode
penelitian dan eksperimen merupakan metode yang ditemukan oleh para ilmuwan
muslim dan berasal dari Islam.
Karakteristik Peradaban Barat
Prof. DR. yusuf Al Qardhawi (1995)___seorang
pakar fikih dan pemikir Islam paling terkemuka di dunia saat ini___membuat
analisis tentang beberapa karakteristik Pemikiran Barat Modern berdasarkan
Pemikiran Islam, sebagai berikut:
I. Tidak Mengenal Allah
Secara Benar
Peradaban
Barat modern tidak mengenal Allah secara benar. Konsep ketuhanan mereka hanya
menganggap Tuhan sebagai penguasa langit, tetapi Tuhan tidak berkuasa di bumi.
Bumi adalah daerah kekuasaan manusia dan Tuhan tidak boleh ikut campur dalam
urusan manusia. Mengapa? Karena manusia lebih mengetahui apa yang baik bagi
dirinya daripada Tuhan dan Tuhan terlalu suci untuk ikut mengatur semua itu.
Pemahaman
ini bersumber dari konsep pemikiran Aristoteles dan Plato tentang Tuhan.
Menurut Aristoteles, Tuhan adalah Mahasuci dan karena ke-Mahasucian-Nya maka
Tuhan tidak memikirkan segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Ia hanya disibukkan
memikirkan diri-Nya. Lebih jauh dari Aristoteles, Plato___murid
Aristoteles___, lebih “menyucikan” Tuhan, sehingga Tuhan menurut
Plato tidak memikirkan apa-apa. Sebab, Ia terlalu suci untuk berpikir, walaupun
memikirkan diri-Nya. Sungguh
menyedihkan!
2. Mitos
Primetheus Si Pencuri Api Suci
Dalam
filsafat Yunani kuno dikenal sebuah cerita mitos tentang Primetheus si pencuri
api suci. Ia seorang manusia penjaga api ilmu pengetahuan milik Tuhan (Dewa
Zeus). Lalu, ia (Primetheus)
mencuri api ilmu pengetahuan dan melarikan diri ke dunia. Dengan bekal ilmu
pengetahuan tersebut, ia mampu mengembangkan dan membangun dunia. Tetapi, hal
itu menimbulkan kemarahan Tuhan, sehingga berakhir pada
« perkelahian » antara Tuhan dengan manusia yang dimenangkan oleh
manusia.
Mitos
sederhana ini berdampak begitu mendalam terhadap mayoritas masyarakat Barat.
Dua kata kunci (keyword) dari mitos tersebut yang dapat diambil, yaitu:
Konflik manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam. Sebagian besar masyarakat
Barat membenci Tuhan yang digambarkan tidak rela ilmu-Nya dipelajari oleh
manusia (hal ini kemudian tercermin pula pada kitab Injil tentang perkelahian
manusia dengan Tuhan, ajaran Marx bahwa agama adalah candu bagi masyarakat dan
puisi Nietsche yang menyatakan bahwa Tuhan telah mati).
Kata
kunci yang kedua adalah konflik antara manusia dengan alam. Sebagian besar
masyarkat Barat menganggap alam sebagai musuh yang harus ditaklukkan (bukan
mitra manusia sebagaimana dalam pandangan Islam yang tercermin dalam
Hadis-hadis Rasulullah saw., diantaranya, “gunung Uhud ini mencintai kita
dan kitapun mencintainya.” “Kalau kalian berperang jangan membunuh binatang
ternak, jangan menebang pohon-pohon dan membakar lading-ladang kecuali untuk
keperluan makan kalian.”) Pandangan ini diimplementasikan dalam bentuk
eksploitasi terhadap alam. Akibatnya, terjadi kerusakan ozon dan lingkungan,
serta habisnya energi sumber daya alam di bumi.
3. Terperangkap Aliran
Materialisme
Aliran
materialisme menjadikan interpretasi atas segala sesuatu berdasarkan materi
semata-mata. Apa yang ditangkap oleh pancaindra harus diterima. Sementara, apa
yng ditangkap di luar pancaindra adalah nonsense yang tidak perlu
digubris apalagi dipikirkan. Aliran materialisme ini kemudian berkembang dan
menafikan segala sesuatu yang bersifat norma dan akhlak, menganggapnya sebagai
kepura-puraan (dengan menyelewengkan arti kata munafiq), dan pada fase
finalnya adalah mengingkari segala yang gaib.
Ajaran
materialisme lalu masuk ke segala bidang. Pepatah time is money tidak
lagi memperdulikan apakah uang tersebut halal atau haram. Pernikahan tidak
ditujukan untuk bersama-sama melaksanakan rida Allah Swt. sekuat tenaga, tetapi
mengedepankan nilai materi semata. Pendidikan lebih mengutamakan pada konsumsi
akal semata dan menbiarkan kegersangan batindan ruhani.
4. Bahaya
Aliran Sekulerisme
Ajaran
sekulerisme berawal pada abad pertengahan. Setelah Barat belajar pengetahuan
dari Islam, bermunculanlah para ilmuwan dan pakar dengan berbagai teori (yang
kemudian ditentang oleh para agamawan disana) yang berbunut pada peperangan
antara ilmuwan dengan agamawan. Akibatnya, terjadinya pembantaian besar-besaran
terhdap para ilmuwan, dengan penyaliban dan pembakaran (termasuk yang terbunuh,
diantaranya Galileo Galilei di pengadilan Roma). Karena para ilmuwan berada
pada kebenaran, drama ini diakhirin dengan pemberontakan besar-besaran
menentang gereja yang berakibat lahirnya ajaran sekulerisme, yang memisahkan
agama dari ilmu pengetahuan dan memisahkan agama dari hukum dan Negara.
Sejarah
lahirnya sekularisme di Barat yang demikian pahit dan melahirkan permusuhan
pada agama dapat dipahami. Tetapi beberapa pertanyaan yang crucial dan perlu
dijawab adalah: Apakah karena ajaran Islam sehingga ia harus turut menanggung
akibatnya? Apakah karena ajaran Islam bertentangan dengan ilmu pengetahuan,
sehingga keduanya perlu dipisahkan? Bukankah dalam sejarah Islam tidak pernah
terjadi pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan sebagaimana yang terjadi
di Barat? Bukankah ditangan para intelektual Islamlah berkembangnya ilmu
pengetahuan dan akhlak secara bersama-sama, yang kemudian dipelajari dan
dikembangkan oleh para sarjana di Barat (ilmu pengetahuanny saja) sehingga
melahirkan bahwa agama tidak ilmiah dan tidak sesuai dengan logika.
Lebih
berbahaya lagi, jika agama dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, sehingga
setiap orang bebas untuk berbuat maksiat walaupun ia Muslim, tanpa seorangpun
boleh mencegahnya. Ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam yang
menganjurkan amar makruf nahi mungkar. Hadis Rasulullah saw., “Ubahlah
kemungkaran itu dengan tanganmu, jika tidak mampu maka dengan lisanmu dan jika
tidak mampu maka dengan hatimu, tapi itu adalah selemah-lemah iman.”
Sebagai seperangkat aturan dan norma, agama pun membutuhkan pengakuan dan
institusi dari pemerintah yang menjamin pemberlakuan sanksi bagi
pelanggar-pelanggarnya. Mengapa?
Hal ini dilakukan demi terpeliharanya eksistensi dan orisinalitas ajarannya.
5. Superioritas Atas Bangsa Lain
Kelemahan
suatu kelompok, suku, ras, atau bangsa adalah jika ia sudah merasa lebih tinggi
dari bangsa yang lain, sehingga menganggap bangsa lain sebagai bangsa yang
boleh direndahkan dan dieksploitasi. Superioritas Jerman dengan ras Arianya
telah melahirkan rezim Nazisme Hitler dengan korban yang besar. Superioritas
kulit putih Australia menimbulkan penindasan terhadap bangsa Aborigin sebagai
bangsa asli benua tersebut. Superioritas kulit putih Amerika telah menjadi alat
penindasan terhadap bangsa kulit hitam (Ku Klux Clan) dan Indian
Amerika. Kesemua kesombongan kebangsaan dan ras itulah yang telah mengukir
lembaran hitam dalam sejarah manusia dengan penjajahan yang dilakukan bangsa
Barat selama ratusan tahun terhadap bangsa timur yang menimbulkan dua perang
terbesar dunia dengan korban jutaan manusia.
Hal
ini yang merupakan kelanjutan dari sikap superioritas Barat atas bangsa lain
ini adalah politik hegemoni Barat atas bangsa lain. Dijadikannya PBB sebagai
alat oleh Amerika dan Barat untuk melanggengkan kepentingannya. Dan, lembaga
keuangan dunia sebagai penekan bagi negara-negara berkembang membuktikan sikap
ini.
Lima Konsep Peradaban Barat yang Harus Diwaspadai
Peradaban menurut Samuel Huntington,
adalah sebuah entitas terluas dari budaya, yang teridentifikasi melalui
unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan,
institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subyektif. (Samuel Huntington,
2004, 42).
Sedangkan istilah Barat adalah
istilah untuk merujuk sebuah peradaban (western civilization) yang dipimpin
oleh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa Barat, seperti Prancis,
Jerman, Inggris dan lainnya, terutama dalam hal pemikiran (filsafat),
perkembangan ilmu pengetahuan (sains), politik, ekonomi dan seni. Peradaban ini
berasas pada pemikiran Yunani Kuno (filsafat), Romawi (undang-undang
kenegaraan), dan tradisi (budaya) keagamaan Kristen-Yahudi Barat yang
berkembang setelah zaman modern (enligtenment).
Ibarat manusia, usia peradaban Barat
kini sudah tua. Ketika peradadaban Islam memimpin dunia pada abad 8-14 masehi,
Barat masih belum lahir. Dalam kurun itu perkembangan dunia Barat masih
terbelakang (dark ages). Mayoritas bangsa Eropa dipimpin oleh para penguasa
yang kejam. Para pemuka agama (pendeta) memonopoli gereja untuk kekuasaan,
penyelewengan penindasan dan praktik perbudakan. Untuk memenuhi hasrat kuasa,
ratusan ribu orang menjadi korban, mayoritas perempuan: dijadikan budak,
dihinakan, harta benda mereka dikuasai dan tubuh mereka disiksa (inkuisisi).
Para pendeta merubah isi Kitab Injil (bible) untuk melegitimasi tindakan
mereka.
Fakta ini mendorong para pemuda untuk
membebaskan diri dari keterkungkungan dan ketertindasan mereka (liber). Ide ini
menjadi doktrin utama pandangan hidup Barat yang membuka kebebasan berpikir
(liberalisme). Paham liberalisme mengajarkan kebebasan (bebas) dari ajaran
agama, bebas dari doktrin gereja (teologi Kristen). Falsafah ini juga mendorong
kepada kebebasan (pengakuan) hak-hak individu dalam kehidupan politik, sosial,
ekonomi dan seterusnya. Sebagai upaya membebaskan diri dari kekejaman para
penguasa dan pemuka agama Kristen itu, muncul gerakan reformasi gereja dan
pengkajian (pemahaman kembali) terhadap Bibel secara kritis (biblical
criticism) atau hermeneutika.
Dari situ kemudian berkembang
paham-paham lain yang bersumber dari liberalisme yang turut diperjuangkan
masyarakat Barat, seperti:
ü
rasionalisme (ringkasnya: berpijak kepada akal-rasio)
ü
empirisme-pragmatisme (berpijak kepada pengalaman-kemanfaatan
praktis)
ü
desakralisasi agama (menggugurkan kesucian agama)
ü
non-metafisis (menolak argumentasi ketuhanan)
ü
sekularisme-dichotomy (pemisahan antara agama dan ilmu/
kehidupan sosial)
Dinamika ini membuat Barat berhasil
membangun peradabannya terutama dari sisi filsafat, sains, dan sosial-politik.
Mereka terlahir kembali (rebirth) di abad 16-17 yang dalam istilah Perancis
disebut dengan renaissance. Ini ditandai dengan pelbagai revolusi yang meletus
di negara-negara Barat yang berpuncak pada era enlightenment (pencerahan) pada
abad 17-19. Barat telah berkembang terutama dari sisi ekonomi kapital (revolusi
industri) dan memasuki era modern (Barat Modern). Untuk menguasai dunia, Barat
kemudian membuat kebijakan penjajahan (kolonialism) terhadap negara-negara
lain, terutama negara-negara Islam setelah runtuhnya Khilafah Ustmani pada
tahun 1924.
Di masa tuanya ini sekarang, setelah
melalui masa modern (postmodernism), Barat menggencarkan penjajahan model baru
(neokolonialism) dengan cara menyebarkan ide-ide pemikirannya (ghazwul fikr)
terhadap negara-negara lain secara global (globalisasi). Semua wilayah dunia
harus terbaratkan (westernisasi) melaui corong modernisme (modernisasi) dan
demokrasi. Ide-ide yang dibawa sebagai berikut:
ü
nihilisme (sederhananya, pengingkaran terhadap tuhan)
ü
relativisme (tidak ada kebenaran yang mutlak)
ü
anti-otoritas (tidak ada klaim kebenaran)
ü
pluralisme-multikulturalisme (tidak ada yang paling
benar)
ü
equality (kesetaraan)
ü
feminisme/gender (tidak ada yang fitrah antara laki-laki
dan perempuan).
Liberalisme pun memiliki beberapa
varian. Di bidang ekonomi, liberalisme menjadi ideologi kapitalisme
(neoliberal). Artinya, yang berkuasa yang punya modal. Di bidang politik, ia
berwajah demokrasi-liberal. Paham ini menyuarakan kebebasan berekspresi. Di
bidang pendidikan, ia melahirkan konsep pendidikan sekular (dikotomi) yang
memisahkan agama dari ruang sosial dan ilmu pengetahuan. Di wilayah
sosial-budaya, ia menyebarkan pergaulan bebas (permissive society) dan
pornoaksi. Dan di wilayah pemikiran (filsafat agama), ia membawa paham
relativisme dan pluralisme agama (multikulturalisme). Artinya, tidak ada
otoritas dan kebenaran mutlak dalam agama (semua sama).
Budaya
Barat dipasarkan ke Indonesia
Paham-paham tersebut dipasarkan ke
negara-negara berkembang terutama Indonesia melalui banyak pintu. Melalui jalur
demokrasi: ia berwujud Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan berekspresi
(pornoaksi), antikekerasan, dan sebagainya.
Budaya Barat itu juga memanfaatkan
fasilitas teknologi-informasi, berupa pesan-pesan atau berita di layar kaca
(baik televisi maupun internet). Yang lebih sistematis, liberalisasi itu masuk
melalui sistem (kebijakan) politik dan (kurikulum) pendidikan terutama di
Perguruan Tinggi Islam. Fakta yang terakhir ini dikupas cukup detail oleh Adian
Husaini dalam karyanya, “Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam” (2010).
Terkait
hal ini, Hamid Fahmy Zarkasyi dalam “Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan
Bersama Missionaris, Orientalis dan Kolonialis” (2010) menjelaskan bahwa
liberalisasi pemikiran Islam disebarkan secara intensif melalui 5 hal:
Pertama,
penyebaran doktrin relativisme
Prinsip
ini mengajarkan bahwa tidak ada lagi kebenaran absolut, bahkan kebenaran agama
itu kosong (nihilisme). Paham ini diutarakan oleh Nietszche sebagai kritik atas
teologi Kristen yang menurutnya banyak kerancuan. Yang menjadi ukuran hanyalah
manusia (humanisme). Bahkan, paham ini pada akhirnya menuhankan manusia.
Kedua,
melakukan kritik terhadap Al-Quran
Upaya
ini berasal dari usaha umat Kristian Protestan yang mengkritik Bibel
(hermeneutika), kemudian dicoba ke Kitab Suci Al-Quran. Usaha ini merupakan
proyek orientalis. Ironisnya, proyek itu di-copy paste oleh para pemikir
liberal yang beragama Islam. Tujuannya agar Umat Islam menjadi ragu dan menolak
kesucian (desakralisasi) Al-Quran. Umat Islam yang terjangkit virus liberal ini
akan keluar dari agamanya secara pelan-pelan.
Ketiga,
penyebaran paham pluralisme agama
Paham
pluralisme berasal dari relativisme yang dipopulerkan pemikir asal Inggris John
Hick, orangnya sekarang kerja di AS. Doktrin ini menyatakan bahwa semua agama
sama-sama benar dan valid. Paham ini kemudian disebarkan oleh para orientalis
dan pemikir liberal ke dalam pemikiran keislaman. Dampak paham ini sangat
dahsyat, seperti maraknya kawin lintas agama, doa bersama, natal bersama.
Keempat,
mendekonstruksi Syariah
Paham ini
berasal dari filsafat posmodernisme dunia Barat yang memembongkar
(dekonstruksi) teks-teks Bibel. Cara ini dicoba dilakukan terhadap hukum-hukum
Islam (syariah) sejalan dengan penyebarkan paham humanisme, yakni paham yang
manyatakan bahwa ukuran segala sesuatu adalah manusia. Dalam konteks syariah,
banyak upaya menggugurkan syariah, seperti “kontektualisasi ijtihad”, “maslahah
harus diutamakan daripada syariah”. Akibat dari doktrin adalah kerancuan konsep
dzonni (tsawabit) dan dzonni (mutaghayyirat) sehingga tidak ada sakralitas
dalam agama (relatif).
Kelima,
penyebaran paham feminisme dan gender
Ini yang
paling ngetren saat ini. Inti dari pandangan ini bahwa perbedaan laki-laki dan
perempuan tidak lagi secara biologis, melainkan hasil konstruksi sosial dan
budaya. Ajaran ini setali tiga uang dengan equality (persamaan). Maka tidak
heran, jika di Barat seorang waria berhasil menjadi pendeta dan seorang feminis
(Aminah Wadud) sudah berhasil menjadi imam shalat Jumat. Bahayanya, ending
doktrin ini melegalkan hubungan sesama jenis (lesbi dan homoseksual). Paham ini
juga jelas bertujuan merusak rumahtangga keluarga Muslim.
Semua konsep yang berasal dari
pengalaman masyarakat Barat ini senantiasa membahayakan dan berkonfrontrasi
langsung dengan umat dan peradaban Islam secara abadi, sebagaimana yang
disinggung oleh Wan Mohd. Nor Wan Daud dalam karya kulli Adian Husaini, “Wajah
Peradaban Barat, dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal” (2005).
Simak pernyataan Samuel Zwemmer dalam
Konferensi Misionaris di kota Yerussalem tahun 1935:
“Misi
utama kita sebagai seorang Kristen bukan menghancurkan kaum Muslimin, namun
mengeluarkan seorang Muslim dari Islam, agar menjadi seorang Muslim yang tidak
berakhlak…generasi baru yang jauh dari Islam. (Yakni) generasi Muslim yang
sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas, dan hanya mengejar
hawa nafsunya. Misi (ini) mempunyai dua tugas: menghancurkan peradaban lawan
(Islam) dan membina kembali dalam bentuk peradaban Barat. Ini perlu dilakukan
agar Muslim dapat berdiri pada barisan budaya Barat akhirnya muncul generasi
Muslim yang memusuhi agamanya sendiri.”
Apa yang diinginkan peradaban Barat
terhadap Islam yang disampaikan secara jujur oleh Zwemmer 77 tahun lalu itulah
yang kini masih terus diupayakan hingga saat ini.*
Penulis
adalah mahasiswa pascasarjana (S3) Universitas Islam Neger (UIN) Sultan Syarif
Kasim Riau
0 komentar:
Posting Komentar