Pages

Subscribe:

Labels

Jumat, 23 September 2016

PERADABAN BARAT MODERN DALAM TIMBANGAN ISLAM



PERADABAN BARAT MODERN DALAM TIMBANGAN ISLAM


Oleh:
Lalu Muhammad Nurul Wathoni, M.Pd.I.

Semangat Peradaban Barat Modern
Peradaban Barat modern saat ini jika dianalisis secara teliti akan nampak bahwa tubuhnya merupakan komponen-komponen dari berbagai keberhasilan teknologi, kemakmuran fisik, dan segala jenis kemudahan duniawi. Sarana transportasi yang demikian modern, peralatan telekomunikasi canggih, dan perkembangan teknologi modern yang hampir menyentuh segala aspek kehidupan kemanusiaan merupakn buah dari peradaban Barat yang tak dapat dipungkiri kegunaan dan manfaatnya, kecuali oleh orang-orang yang picik.
Dilain pihak, dibalik segala kemajuan dan kecanggihan teknologi tersebut, nampak berbagai kelemahan dan bahaya yang menyerang aspek spiritualisme dan kejiwaan manusia. Peningkatan penderita psikopath, stress dan depressi; kerusakan moralyang mengakibatkan berbagai penyakit sosial___seperti: Tawuran pelajar, penyalahgunaan narkoba, dan pergaulan yang serba permisifistis___sehingga berakibat meningkatnya kasus kehamilan diluar nikah dan ledakan penderita AIDS. Hal ini terjadi karena jiwa peradaban modern bersumberkan pada materialisme pragmatis serta ideologi buatan manusia yang kering dari nilai-nilai transedental dan kesucian ruhiyyah.

Akar Ideologis Peradaban Barat
Peradaban Barat jika dilihat dari segi ilmiah bersumber pada filsafat rasionalisme ilmiah, yang mendasarkan segala sesuatu pada penelitian dan eksperimen. Walaupun perlu dicatat bahwa metode penelitian dan eksperimen merupakan metode yang ditemukan oleh para ilmuwan muslim dan berasal dari Islam.

Karakteristik Peradaban Barat
Prof. DR. yusuf Al Qardhawi (1995)___seorang pakar fikih dan pemikir Islam paling terkemuka di dunia saat ini___membuat analisis tentang beberapa karakteristik Pemikiran Barat Modern berdasarkan Pemikiran Islam, sebagai berikut:
I. Tidak Mengenal Allah Secara Benar
Peradaban Barat modern tidak mengenal Allah secara benar. Konsep ketuhanan mereka hanya menganggap Tuhan sebagai penguasa langit, tetapi Tuhan tidak berkuasa di bumi. Bumi adalah daerah kekuasaan manusia dan Tuhan tidak boleh ikut campur dalam urusan manusia. Mengapa? Karena manusia lebih mengetahui apa yang baik bagi dirinya daripada Tuhan dan Tuhan terlalu suci untuk ikut mengatur semua itu.
Pemahaman ini bersumber dari konsep pemikiran Aristoteles dan Plato tentang Tuhan. Menurut Aristoteles, Tuhan adalah Mahasuci dan karena ke-Mahasucian-Nya maka Tuhan tidak memikirkan segala sesuatu yang diciptakan-Nya. Ia hanya disibukkan memikirkan diri-Nya. Lebih jauh dari Aristoteles, Plato___murid Aristoteles___, lebih “menyucikan” Tuhan, sehingga Tuhan menurut Plato tidak memikirkan apa-apa. Sebab, Ia terlalu suci untuk berpikir, walaupun memikirkan diri-Nya. Sungguh menyedihkan!

2. Mitos Primetheus Si Pencuri Api Suci
Dalam filsafat Yunani kuno dikenal sebuah cerita mitos tentang Primetheus si pencuri api suci. Ia seorang manusia penjaga api ilmu pengetahuan milik Tuhan (Dewa Zeus). Lalu, ia (Primetheus) mencuri api ilmu pengetahuan dan melarikan diri ke dunia. Dengan bekal ilmu pengetahuan tersebut, ia mampu mengembangkan dan membangun dunia. Tetapi, hal itu menimbulkan kemarahan Tuhan, sehingga berakhir pada « perkelahian » antara Tuhan dengan manusia yang dimenangkan oleh manusia.
Mitos sederhana ini berdampak begitu mendalam terhadap mayoritas masyarakat Barat. Dua kata kunci (keyword) dari mitos tersebut yang dapat diambil, yaitu: Konflik manusia dengan Tuhan dan manusia dengan alam. Sebagian besar masyarakat Barat membenci Tuhan yang digambarkan tidak rela ilmu-Nya dipelajari oleh manusia (hal ini kemudian tercermin pula pada kitab Injil tentang perkelahian manusia dengan Tuhan, ajaran Marx bahwa agama adalah candu bagi masyarakat dan puisi Nietsche yang menyatakan bahwa Tuhan telah mati).
Kata kunci yang kedua adalah konflik antara manusia dengan alam. Sebagian besar masyarkat Barat menganggap alam sebagai musuh yang harus ditaklukkan (bukan mitra manusia sebagaimana dalam pandangan Islam yang tercermin dalam Hadis-hadis Rasulullah saw., diantaranya, “gunung Uhud ini mencintai kita dan kitapun mencintainya.” “Kalau kalian berperang jangan membunuh binatang ternak, jangan menebang pohon-pohon dan membakar lading-ladang kecuali untuk keperluan makan kalian.”) Pandangan ini diimplementasikan dalam bentuk eksploitasi terhadap alam. Akibatnya, terjadi kerusakan ozon dan lingkungan, serta habisnya energi sumber daya alam di bumi.

3. Terperangkap Aliran Materialisme
Aliran materialisme menjadikan interpretasi atas segala sesuatu berdasarkan materi semata-mata. Apa yang ditangkap oleh pancaindra harus diterima. Sementara, apa yng ditangkap di luar pancaindra adalah nonsense yang tidak perlu digubris apalagi dipikirkan. Aliran materialisme ini kemudian berkembang dan menafikan segala sesuatu yang bersifat norma dan akhlak, menganggapnya sebagai kepura-puraan (dengan menyelewengkan arti kata munafiq), dan pada fase finalnya adalah mengingkari segala yang gaib.
Ajaran materialisme lalu masuk ke segala bidang. Pepatah time is money tidak lagi memperdulikan apakah uang tersebut halal atau haram. Pernikahan tidak ditujukan untuk bersama-sama melaksanakan rida Allah Swt. sekuat tenaga, tetapi mengedepankan nilai materi semata. Pendidikan lebih mengutamakan pada konsumsi akal semata dan menbiarkan kegersangan batindan ruhani.

4. Bahaya Aliran Sekulerisme
Ajaran sekulerisme berawal pada abad pertengahan. Setelah Barat belajar pengetahuan dari Islam, bermunculanlah para ilmuwan dan pakar dengan berbagai teori (yang kemudian ditentang oleh para agamawan disana) yang berbunut pada peperangan antara ilmuwan dengan agamawan. Akibatnya, terjadinya pembantaian besar-besaran terhdap para ilmuwan, dengan penyaliban dan pembakaran (termasuk yang terbunuh, diantaranya Galileo Galilei di pengadilan Roma). Karena para ilmuwan berada pada kebenaran, drama ini diakhirin dengan pemberontakan besar-besaran menentang gereja yang berakibat lahirnya ajaran sekulerisme, yang memisahkan agama dari ilmu pengetahuan dan memisahkan agama dari hukum dan Negara.
Sejarah lahirnya sekularisme di Barat yang demikian pahit dan melahirkan permusuhan pada agama dapat dipahami. Tetapi beberapa pertanyaan yang crucial dan perlu dijawab adalah: Apakah karena ajaran Islam sehingga ia harus turut menanggung akibatnya? Apakah karena ajaran Islam bertentangan dengan ilmu pengetahuan, sehingga keduanya perlu dipisahkan? Bukankah dalam sejarah Islam tidak pernah terjadi pertentangan antara agama dan ilmu pengetahuan sebagaimana yang terjadi di Barat? Bukankah ditangan para intelektual Islamlah berkembangnya ilmu pengetahuan dan akhlak secara bersama-sama, yang kemudian dipelajari dan dikembangkan oleh para sarjana di Barat (ilmu pengetahuanny saja) sehingga melahirkan bahwa agama tidak ilmiah dan tidak sesuai dengan logika.
Lebih berbahaya lagi, jika agama dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, sehingga setiap orang bebas untuk berbuat maksiat walaupun ia Muslim, tanpa seorangpun boleh mencegahnya. Ini jelas bertentangan dengan prinsip Islam yang menganjurkan amar makruf nahi mungkar. Hadis Rasulullah saw., “Ubahlah kemungkaran itu dengan tanganmu, jika tidak mampu maka dengan lisanmu dan jika tidak mampu maka dengan hatimu, tapi itu adalah selemah-lemah iman.” Sebagai seperangkat aturan dan norma, agama pun membutuhkan pengakuan dan institusi dari pemerintah yang menjamin pemberlakuan sanksi bagi pelanggar-pelanggarnya. Mengapa? Hal ini dilakukan demi terpeliharanya eksistensi dan orisinalitas ajarannya.

5. Superioritas Atas Bangsa Lain

Kelemahan suatu kelompok, suku, ras, atau bangsa adalah jika ia sudah merasa lebih tinggi dari bangsa yang lain, sehingga menganggap bangsa lain sebagai bangsa yang boleh direndahkan dan dieksploitasi. Superioritas Jerman dengan ras Arianya telah melahirkan rezim Nazisme Hitler dengan korban yang besar. Superioritas kulit putih Australia menimbulkan penindasan terhadap bangsa Aborigin sebagai bangsa asli benua tersebut. Superioritas kulit putih Amerika telah menjadi alat penindasan terhadap bangsa kulit hitam (Ku Klux Clan) dan Indian Amerika. Kesemua kesombongan kebangsaan dan ras itulah yang telah mengukir lembaran hitam dalam sejarah manusia dengan penjajahan yang dilakukan bangsa Barat selama ratusan tahun terhadap bangsa timur yang menimbulkan dua perang terbesar dunia dengan korban jutaan manusia.
Hal ini yang merupakan kelanjutan dari sikap superioritas Barat atas bangsa lain ini adalah politik hegemoni Barat atas bangsa lain. Dijadikannya PBB sebagai alat oleh Amerika dan Barat untuk melanggengkan kepentingannya. Dan, lembaga keuangan dunia sebagai penekan bagi negara-negara berkembang membuktikan sikap ini.

Lima Konsep Peradaban Barat yang Harus Diwaspadai

Peradaban menurut Samuel Huntington, adalah sebuah entitas terluas dari budaya, yang teridentifikasi melalui unsur-unsur obyektif umum, seperti bahasa, sejarah, agama, kebiasaan, institusi, maupun melalui identifikasi diri yang subyektif. (Samuel Huntington, 2004, 42).
Sedangkan istilah Barat adalah istilah untuk merujuk sebuah peradaban (western civilization) yang dipimpin oleh Amerika Serikat (AS) dan negara-negara Eropa Barat, seperti Prancis, Jerman, Inggris dan lainnya, terutama dalam hal pemikiran (filsafat), perkembangan ilmu pengetahuan (sains), politik, ekonomi dan seni. Peradaban ini berasas pada pemikiran Yunani Kuno (filsafat), Romawi (undang-undang kenegaraan), dan tradisi (budaya) keagamaan Kristen-Yahudi Barat yang berkembang setelah zaman modern (enligtenment).
Ibarat manusia, usia peradaban Barat kini sudah tua. Ketika peradadaban Islam memimpin dunia pada abad 8-14 masehi, Barat masih belum lahir. Dalam kurun itu perkembangan dunia Barat masih terbelakang (dark ages). Mayoritas bangsa Eropa dipimpin oleh para penguasa yang kejam. Para pemuka agama (pendeta) memonopoli gereja untuk kekuasaan, penyelewengan penindasan dan praktik perbudakan. Untuk memenuhi hasrat kuasa, ratusan ribu orang menjadi korban, mayoritas perempuan: dijadikan budak, dihinakan, harta benda mereka dikuasai dan tubuh mereka disiksa (inkuisisi). Para pendeta merubah isi Kitab Injil (bible) untuk melegitimasi tindakan mereka.
Fakta ini mendorong para pemuda untuk membebaskan diri dari keterkungkungan dan ketertindasan mereka (liber). Ide ini menjadi doktrin utama pandangan hidup Barat yang membuka kebebasan berpikir (liberalisme). Paham liberalisme mengajarkan kebebasan (bebas) dari ajaran agama, bebas dari doktrin gereja (teologi Kristen). Falsafah ini juga mendorong kepada kebebasan (pengakuan) hak-hak individu dalam kehidupan politik, sosial, ekonomi dan seterusnya. Sebagai upaya membebaskan diri dari kekejaman para penguasa dan pemuka agama Kristen itu, muncul gerakan reformasi gereja dan pengkajian (pemahaman kembali) terhadap Bibel secara kritis (biblical criticism) atau hermeneutika.
Dari situ kemudian berkembang paham-paham lain yang bersumber dari liberalisme yang turut diperjuangkan masyarakat Barat, seperti:
ü  rasionalisme (ringkasnya: berpijak kepada akal-rasio)
ü  empirisme-pragmatisme (berpijak kepada pengalaman-kemanfaatan praktis)
ü  desakralisasi agama (menggugurkan kesucian agama)
ü  non-metafisis (menolak argumentasi ketuhanan)
ü  sekularisme-dichotomy (pemisahan antara agama dan ilmu/ kehidupan sosial)
Dinamika ini membuat Barat berhasil membangun peradabannya terutama dari sisi filsafat, sains, dan sosial-politik. Mereka terlahir kembali (rebirth) di abad 16-17 yang dalam istilah Perancis disebut dengan renaissance. Ini ditandai dengan pelbagai revolusi yang meletus di negara-negara Barat yang berpuncak pada era enlightenment (pencerahan) pada abad 17-19. Barat telah berkembang terutama dari sisi ekonomi kapital (revolusi industri) dan memasuki era modern (Barat Modern). Untuk menguasai dunia, Barat kemudian membuat kebijakan penjajahan (kolonialism) terhadap negara-negara lain, terutama negara-negara Islam setelah runtuhnya Khilafah Ustmani pada tahun 1924.
Di masa tuanya ini sekarang, setelah melalui masa modern (postmodernism), Barat menggencarkan penjajahan model baru (neokolonialism) dengan cara menyebarkan ide-ide pemikirannya (ghazwul fikr) terhadap negara-negara lain secara global (globalisasi). Semua wilayah dunia harus terbaratkan (westernisasi) melaui corong modernisme (modernisasi) dan demokrasi. Ide-ide yang dibawa sebagai berikut:
ü  nihilisme (sederhananya, pengingkaran terhadap tuhan)
ü  relativisme (tidak ada kebenaran yang mutlak)
ü  anti-otoritas (tidak ada klaim kebenaran)
ü  pluralisme-multikulturalisme (tidak ada yang paling benar)
ü  equality (kesetaraan)
ü  feminisme/gender (tidak ada yang fitrah antara laki-laki dan perempuan).
Liberalisme pun memiliki beberapa varian. Di bidang ekonomi, liberalisme menjadi ideologi kapitalisme (neoliberal). Artinya, yang berkuasa yang punya modal. Di bidang politik, ia berwajah demokrasi-liberal. Paham ini menyuarakan kebebasan berekspresi. Di bidang pendidikan, ia melahirkan konsep pendidikan sekular (dikotomi) yang memisahkan agama dari ruang sosial dan ilmu pengetahuan. Di wilayah sosial-budaya, ia menyebarkan pergaulan bebas (permissive society) dan pornoaksi. Dan di wilayah pemikiran (filsafat agama), ia membawa paham relativisme dan pluralisme agama (multikulturalisme). Artinya, tidak ada otoritas dan kebenaran mutlak dalam agama (semua sama).

Budaya Barat dipasarkan ke Indonesia
Paham-paham tersebut dipasarkan ke negara-negara berkembang terutama Indonesia melalui banyak pintu. Melalui jalur demokrasi: ia berwujud Hak Asasi Manusia (HAM), kebebasan berekspresi (pornoaksi), antikekerasan, dan sebagainya.
Budaya Barat itu juga memanfaatkan fasilitas teknologi-informasi, berupa pesan-pesan atau berita di layar kaca (baik televisi maupun internet). Yang lebih sistematis, liberalisasi itu masuk melalui sistem (kebijakan) politik dan (kurikulum) pendidikan terutama di Perguruan Tinggi Islam. Fakta yang terakhir ini dikupas cukup detail oleh Adian Husaini dalam karyanya, “Virus Liberalisme di Perguruan Tinggi Islam” (2010).
Terkait hal ini, Hamid Fahmy Zarkasyi dalam “Liberalisasi Pemikiran Islam: Gerakan Bersama Missionaris, Orientalis dan Kolonialis” (2010) menjelaskan bahwa liberalisasi pemikiran Islam disebarkan secara intensif melalui 5 hal:
Pertama, penyebaran doktrin relativisme
Prinsip ini mengajarkan bahwa tidak ada lagi kebenaran absolut, bahkan kebenaran agama itu kosong (nihilisme). Paham ini diutarakan oleh Nietszche sebagai kritik atas teologi Kristen yang menurutnya banyak kerancuan. Yang menjadi ukuran hanyalah manusia (humanisme). Bahkan, paham ini pada akhirnya menuhankan manusia.

Kedua, melakukan kritik terhadap Al-Quran
Upaya ini berasal dari usaha umat Kristian Protestan yang mengkritik Bibel (hermeneutika), kemudian dicoba ke Kitab Suci Al-Quran. Usaha ini merupakan proyek orientalis. Ironisnya, proyek itu di-copy paste oleh para pemikir liberal yang beragama Islam. Tujuannya agar Umat Islam menjadi ragu dan menolak kesucian (desakralisasi) Al-Quran. Umat Islam yang terjangkit virus liberal ini akan keluar dari agamanya secara pelan-pelan.

Ketiga, penyebaran paham pluralisme agama
Paham pluralisme berasal dari relativisme yang dipopulerkan pemikir asal Inggris John Hick, orangnya sekarang kerja di AS. Doktrin ini menyatakan bahwa semua agama sama-sama benar dan valid. Paham ini kemudian disebarkan oleh para orientalis dan pemikir liberal ke dalam pemikiran keislaman. Dampak paham ini sangat dahsyat, seperti maraknya kawin lintas agama, doa bersama, natal bersama.

Keempat, mendekonstruksi Syariah
Paham ini berasal dari filsafat posmodernisme dunia Barat yang memembongkar (dekonstruksi) teks-teks Bibel. Cara ini dicoba dilakukan terhadap hukum-hukum Islam (syariah) sejalan dengan penyebarkan paham humanisme, yakni paham yang manyatakan bahwa ukuran segala sesuatu adalah manusia. Dalam konteks syariah, banyak upaya menggugurkan syariah, seperti “kontektualisasi ijtihad”, “maslahah harus diutamakan daripada syariah”. Akibat dari doktrin adalah kerancuan konsep dzonni (tsawabit) dan dzonni (mutaghayyirat) sehingga tidak ada sakralitas dalam agama (relatif).

Kelima, penyebaran paham feminisme dan gender
Ini yang paling ngetren saat ini. Inti dari pandangan ini bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan tidak lagi secara biologis, melainkan hasil konstruksi sosial dan budaya. Ajaran ini setali tiga uang dengan equality (persamaan). Maka tidak heran, jika di Barat seorang waria berhasil menjadi pendeta dan seorang feminis (Aminah Wadud) sudah berhasil menjadi imam shalat Jumat. Bahayanya, ending doktrin ini melegalkan hubungan sesama jenis (lesbi dan homoseksual). Paham ini juga jelas bertujuan merusak rumahtangga keluarga Muslim.

Semua konsep yang berasal dari pengalaman masyarakat Barat ini senantiasa membahayakan dan berkonfrontrasi langsung dengan umat dan peradaban Islam secara abadi, sebagaimana yang disinggung oleh Wan Mohd. Nor Wan Daud dalam karya kulli Adian Husaini, “Wajah Peradaban Barat, dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal” (2005).
Simak pernyataan Samuel Zwemmer dalam Konferensi Misionaris di kota Yerussalem tahun 1935:
“Misi utama kita sebagai seorang Kristen bukan menghancurkan kaum Muslimin, namun mengeluarkan seorang Muslim dari Islam, agar menjadi seorang Muslim yang tidak berakhlak…generasi baru yang jauh dari Islam. (Yakni) generasi Muslim yang sesuai dengan kehendak kaum penjajah, generasi yang malas, dan hanya mengejar hawa nafsunya. Misi (ini) mempunyai dua tugas: menghancurkan peradaban lawan (Islam) dan membina kembali dalam bentuk peradaban Barat. Ini perlu dilakukan agar Muslim dapat berdiri pada barisan budaya Barat akhirnya muncul generasi Muslim yang memusuhi agamanya sendiri.”
Apa yang diinginkan peradaban Barat terhadap Islam yang disampaikan secara jujur oleh Zwemmer 77 tahun lalu itulah yang kini masih terus diupayakan hingga saat ini.*

Penulis adalah mahasiswa pascasarjana (S3) Universitas Islam Neger (UIN) Sultan Syarif Kasim Riau

0 komentar:

Posting Komentar