Pages

Subscribe:

Labels

Kamis, 22 September 2016

SISTEM PENDIDIKAN ISLAM DALAM HADITS

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pendidikan dapat ditinjau dari dua segi. Pertama pendidikan dari sudut pandangan masyrakat dimana pendidikan berarti pewarisan kebudayaan dari generasi tua kepada generasi muda yang bertujuan agar hidup masyarakat tetap berlanjut, atau dengan kata lain agar suatu masyarakat mempunyai nilai-nilai budaya yang senantiasa tersalurkan dari generasi ke generasi dan senantiasa terpelihara dan tetap eksis dari zaman ke zaman. Kedua pendidikan dari sudut pandang individu dimana pendidikan berarti pengembangan potensi-potensi yang terpendam dan tersembunyi dalam diri setiap individu sebab individu bagaikan lautan yang penuh dengan keindahan yang tidak tampak, itu dikarenakan terpendam di dasar laut yang paling dalam. Dalam diri setiap manusia memiliki pelbagai bakat  dan kemampuan yang apabila dapat dipergunakan dengan baik, maka akan berubah menjadi intan dan permata yang keindahannya dapat dinikmati oleh banyak orang dengan kata lain bahwa setiap individu yang terdidik akan bermanfaat bagi manusia lainnya.[1]
Dari kedua sudut pandang pendidikan di atas kemudian datanglah Islam yang secara komprehensif memadukan kedua sisi bentuk pendidikan yang berlandaskan al-Qur'an dan as-Sunnah, dimana Islam mendidik individu menjadi manusia yang beriman, berakhlak yang mulia dan beradab yang kemudian melahirkan masyarakat yang bermartabat. Untuk mencapai tujuan tersebut, maka diperlukan sistem pendidikan Islam. Makalah ini akan membahas sistem pendidikan Islam perspektif hadits.
  
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah Definisi Sistem Pendidikan Islam?
2.      Bagaimanakah Sistem Pendidikan Islam Dalam Hadits?
3.      Hadits Tentang Pendidikan?
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Defenisi Sistem Pendidikan Islam
1.      Pengertian Sistem
Sistem adalah kesatuan yang terorganisir, terdiri atas jumlah komponen yang saling berhubungan dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. Dari definisi di atas dapat diambil pengertian bahwa sistem terdiri dari beberapa komponen yang saling berkaitan satu sama lainnya. Perpaduan antara komponen tersebut pada tahap operasionalnya dipandang sebagai faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan. Untuk itu setidaknya dalam sebuah sistem; keintegrasian, keteraturan, keutuhan, keterorganisasian dan ketergantungan antara komponen yang satu dengan komponen yang lain harus betul-betul dikoordinasikan. 
2.      Pengertian Pendidikan
Pendidikan dari segi bahasa berasal dari kata didik, lalu kata itu mendapat awalan “me” sehingga menjadi mendidik artinya memelihara dan memberikan latihan. Sedangkan secara terminologis mendefinisikan kata pendidikan dari berbagai tujuan ada yang melihat arti pendidikan dari kepentingan dan fungsi yang diembannya, atau ada yang melihat dari segi proses ataupun ada yang melihat dari aspek yang terkandung di dalamnya.
Definisi pendidikan dikemukakan para ahli dalam rangka mendukung, merumuskan pengertian yang beraneka ragam antara lain, yang terdapat dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia bahwa pendidikan adalah proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Dalam upaya perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu, pendidikan berusaha keras demi mencapai tujuan yang diharapkan tidak lain adalah mengharapkan munculnya manusia atau tumbuhnya manusia yang mapan dari segi mental dan spiritual dan berkembangnya segi rohani serta jasmani sehingga menjadi manusia paripurna. Dalam memberikan bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan cuma-cuma terhadap orang yang benar-benar membutuhkan, pendidikan tidak diberikan begitu saja akan tetapi pendidikan mempunyai komponen-komponen tertentu seperti adanya tujuan, cara untuk menyampaikan kandungan itu.
3.      Pengertian Pendidikan Islam 
Pendidikan Islam adalah pendidikan yang Islami, artinya segala sesuatu yang berkaitan dengan faktor, upaya dan kegiatan pendidikan bersifat Islam, merujuk kepada konsep-konsep yang terkandung dalam ayat-ayat Allah yang tertulis maupun yang tidak tertulis pada setiap tingkatannya, baik filosofis, konsep, teoritis maupun praktis. Sedangkan Ahmad Tafsir memaknai pendidikan Islam sebagai bimbingan yang diberikan seseorang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. 
4.      Pengertian Sistem Pendidikan Islam
Sistem pendidikan Islam  berasal dari tiga kata yaitu : sistem, pendidikan dan Islam. Sistem berasal dari bahasa inggris yaitu dari kata system yang berarti  susunan suatu cara atau pola yang berurutan tentang suatu hal. Dan pendidikan adalah suatu proses pemberian ajaran, bimbingan yang bereupa keilmuan. Sedangkan islam adalah agama yang di turunkan kepada Nabi Muhammad. Dari definisi-definisi di atas bisa kita rangkai bahwa sistem pendidikan Islam merupakan suatu cara dalam pemberian ilmu kepada murid tentang ilmu-ilmu Islam. Jadi di sini di tegaskan bahwa dalam sistem pendidikan Islam hanya membahas tentang tata cara pengajaran yang di ajarkan oleh Islam. Dari cara yang klasik hingga cara modern.[2]
B.     Sietem Pendidikan Islam Dalam Hadits
Sebagai landasan untuk tujuan yang benar-benar atas dasar keimanan dan ketakwaan, sudah selayaknya pendidikan Islam diupayakan dan diselenggarakan dengan maksud lillahi Ta’ala, karena dalam rangka mencari Ridlo Allah, sehingga banyak yang mengatakan bahwa mencari ilmu atau yang berjuang dalam keilmuan merupakan “jihad fi sabilillah, jadi para penyelenggara pendidikan harus mempunyai pilar kuat tentang keyakinan ini. Dengan demikian dibutuhkan landasan ideologis dan filosofis untuk membangun  pendidikan Islam, dengan merujuk kepada Al-Qur’an sebagaiman Abdurahman Mas’ud menyampaikan gagasanya “Ajaran Iqra  adalah satu seruan pencerahan intelektual yang telah terbukti dalam sejarah mampu mengubah peradaban manusia dari masa kegelapan.”[3]
Memahami pada dataran prakteknya memang sering dijumpai  hambatan dan rintangan, tapi  jika niat lurus dan niat beribadah itu telah tertanam maka hal sesulit apapun akan terasa mudah, sebagaimana para guru ngaji yang masih kental dengan tradisi-tradisi demikian, sehingga tak heran jika mereka mengajar santri-santrinya tanpa dibayar materi sedikitpun mereka tetap istiqamah, filsafat ikhlas seperti  ini merupakan ke-khasan dan kekayaan pendidikan Islam yang tidak terdapat pada gaya dan sistem pendidikan manapun didunia. yang mana dari dulu sistem pendidikan ini dilestarikan oleh para ulama dan cendekia muslim dalam mengajarkan Ilmunya dengan niat lillahi Ta’ala.
Merupakan suatu keharusan bahwa setiap usaha, kegiatan dan tindakan yang disengaja untuk mencapai tujuan harus mempunyai dasar sebagai tempat berpijak yang kuat, begitu juga dengan Pendidikan Islam, sebagai usaha untuk membentuk manusia yang berkepribadian baik harus mempunyai dasar sistemik yang baik dan benar-benar tepat sesuai asas-asas Islam. Dalam aktivitas Pendidikan Islam yang baik dalam penyusunan konsep teoritis maupun dalam pelaksanaan operasionalnya harus memiliki dasar kokoh berdasarkan ajaran-ajaran Islam. Hal ini dimaksudkan agar yang terlingkupi dalam pendidikan Islam mempunyai keteguhan dan keyakinan yang tegas sehingga prakteknya tidak kehilangan arah dan mudah dalam menanamkan visi dan misinya.
Pendidikan Islam merupakan media  untuk mempengaruhi orang lain ke arah kebaikan agar dapat hidup lebih baik sesuai ajaran Islam dan mentaati semua yang diperintahkan Allah dan menjauhi semua yang dilarang oleh Allah, dengan kesadaran insani yang tertanam kuat dengan aspek keilmuan, sehingga hasilnya bukan sekedar taat buta, tapi penghambaan yang berdasarkan keilmuan, semua yang dilakukan  dalam ruang lingkup peraturan Allah, sehingga dasar dari pendidikan Islam itu sendiri  tiada lain ialah sumber ajaran Islam yaitu Al-Qur’an dan Hadits, hal ini sejalan dengan ungkapan yang dipaparkan oleh Ahmad Tafsir, beliau memberikan komentar tentang dasar pendidikan Islam dengan ungkapan “Karena pendidikan mempunyai posisi yang penting dalam kehidupan manusia maka wajarlah orang Islam menempatkan Al-Qur’an, Hadist dan akal sebagi dasarnya.”[4] Pendapat Ahmad Tafsir tersebut sangat logis, karena falsafah dan dasar dari pendidikan Islam, tiada lain Islam itu sendiri, untuk sedikit menggambarkan alasan kenapa Al-Qur’an dan Hadist menjadi landasan utama pendidikan Islam, dengan pertimbangan sebagai berikut:
·         Al-Quran
Dikarenakan landasan utama dan holistik ajaran Islam yaitu Al-Qur’an, maka dalam mengembangkan sayap pendidikan Islam harus bisa menerjemahkan wahyu Tuhan tersebut secara cerdas ke dalam bahasa manusia, agar Al-Qur’an bisa lebih kontekstual dengan keadaan zaman, karena Al-Qur’an memuat ajaran yang lengkap dalam berbagai aspek,[5] Sebagaimana para mufassir mengemukakan bahwa Al-Qur’an merupakan sumber ajaran yang tak lekang oleh waktu maka, dengan kata lain bahwa ajaran-ajaran yang termaktub  didalamnya sudah dipastikan memuat ajaran yang universal, kalaupun ada ayat-ayat yang sifatnya temporal itu harus bisa diterjemahkan secara subtantif. Sehingga pendidikan Islam seharusnya ketika mengalami kemunduran dan pudarnya sinergitas dalam dataran praktis harus dikembalikan kepada dasar pendidikan Islam yaitu asas-asas Islam sebagaimana yang digariskan Al-Qur’an, sebagaimana ungkapan HM.Arifin mengenai Al-Qur’an bahwa Al-Qur’an mengandung dan membawa nilai-nilai yang membudayakan manusia,hampir dua pertiga ayat-ayat Al-Qur’an mengandung motivasi kependidikan bagi umat manusia.[6]
·         Al-Hadits
Selain Al-Qur’an dalam Islam untuk menentukan hukum dan rujukan pola kehidupan juga menggunakan hadits  nabi, karena hadits dalam posisinya sebagai sumber kedua sekaligus bentuk tafsir dan penjelasan  terhadap Al-Qur’an. Terlebih dalam dataran praktek hadits lebih mempunyai kecenderungan aplikatif, karena unsur dalam hadits selain merupakan bagian dari wahyu juga bentuk responsibilitas terhadap persoalan yang muncul,karena hadist merupakan interpretasi dan rangkuman dari sosok agung dalam Islam, Nabi Muhammad SAW, sehingga dalam konsep pendidikan  Islam, hadits merupakan landasan filosofis dalam pengembangan sistematika pendidikan Islam, terlebih dalam  Hadits banyak sekali menekankan tentang akhlak dan pendidikan.
Seiring dengan kemajuan zaman dan perbedaan budaya, maka tuntutan dan persoalan umat menjadi rumit dan berkembang, sedang Al-Qur’an dan Hadist sudah tidak turun lagi untuk menjawab persoalan umat  sebagaimana pada masa kerasulan Muhammad SAW. Maka kita harus meyakini lebih dalamlagi bahwa Al-Qur’an dan Hadist merupakan sumber hukum yang tak terbatas waktu, kalaupun secara tekstual itu menunjukan hukum periodik namun secara prinsip  Al-Qur’an dan Hadist berlaku tanpa batas waktu,  ini  yang menuntut kecerdasan dan pemahaman untuk lebih memahami pesan dan hukum dari kedua sumber ajaran Islam tersebut, Sehingga pendidikan Islam selain tetap mengacu pada kedua sumber tersebut juga, tetap terbuka terhadap unsur lain dalam menentukan rujukan seperti halnya Ahmad Tafsir menambahkan Akal sebagai sumber filosofis pendidikan Islam.
Dengan demikian dasar-dasar Pendidikan Islam  paling tidak yaitu terdiri dari  Al-Qur’an, Sunah dan ijtihad, walaupun sebenarya ijtihad disini hanya pemahaman dan penerjemahan terhadap kedua sumber utama tersebut, namun seperti yang dijelaskan tadi  perlunya ijtihad digunakan karena semakin banyaknya permasalahan yang berkembang sekarang ini dalam bidang pendidikan, sehingga ijtihad bisa menjadi sumber lain dalam penyelenggaran pendidikan, karena diperlukannya pemikiran-pemikiran baru yang berhubungan dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga perlu adanya terobosan ilmiah sebagai penunjang dalam pengembangan Pendidikan Islam secara sistematis.
Pengembangan sistem pendidikan yang sistematis merupakan harapan mendasar untuk memperbaiki sistem pendidikan Islam saat ini. Jadi dengan pengembangan sistem pendidikan yang mengadopsi dari hal-hal baru yang baik merupakan suatu keharusan, dengan catatan sesuai dengan konsep dasar landasan pendidikan islam yaitu Al-Qur’an dan Hadis,karena dengan  membuka diri kepada sesuatu yang baru yang baik, sejalan dengan dialektika pendidikan. Karena pendidikan tidak hanya mengajarkan sejumlah pengetahuan, namun justru mengajarkan bagaimana suatu pengetahuan itu disusun dan ditemukan.[7]
C.  Hadits Tentang Pendidikan
حَدَّثَنَا نَصْرُ بْنُ عَلِيٍّ الْجَهْضَمِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ بْنُ دَاوُدَ عَنْ عَاصِمِ بْنِ رَجَاءِ بْنِ حَيْوَةَ عَنْ دَاوُدَ بْنِ جَمِيلٍ عَنْ كَثِيرِ بْنِ قَيْسٍ قَالَ:كُنْتُ جَالِسًا عِنْدَ أَبِي الدَّرْدَاءِ فِي مَسْجِدِ دِمَشْقَ فَأَتَاهُ رَجُلٌ فَقَالَ يَا أَبَا الدَّرْدَاءِ أَتَيْتُكَ مِنْ الْمَدِينَةِ مَدِينَةِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لِحَدِيثٍ بَلَغَنِي أَنَّكَ تُحَدِّثُ بِهِ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، قَالَ: فَمَا جَاءَ بِكَ تِجَارَةٌ ؟ قَالَ: لَا قَالَ: وَلَا جَاءَ بِكَ غَيْرُهُ ؟ قَالَ: لَا، قَالَ: فَإِنِّي سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ مَنْ سَلَكَ طَرِيقًا يَلْتَمِسُ فِيهِ عِلْمًا سَهَّلَ اللَّهُ لَهُ طَرِيقًا إِلَى الْجَنَّة
Terjemahannya:
Telah disampaikan kepada kami oleh Nasr bin ‘Aly al-Jahd}amy, Telah disampaikan kepada kami oleh ‘Abd Allah bin Dawud, dari ‘Asim bin Raja’ bin Haywah, dari Dawud bin Jamil, dari Kathir bin Qays, dia berkata suatu ketika aku duduk bersama Abu al-Darda’ di Masjid Damaskus, Sesorang datang kepadanya dan berkata: ‘wahai Abu al-Darda’ aku datang kepadamu dari Madinah kota Nabi Saw untuk (mendaptkan) sebuah hadis yang kamu dengarkan dari Rasulullah Saw’, Abu al-Darada’ berkata : Jadi kamu datang bukan untuk berdagang? Orang itu menjawab: Bukan, Abu al-Darda berkata: dan bukan pula selain itu ?, orang itu menjawab: bukan, Abu al-Darda’ berkata: Sesungguhnya kau pernah mendengar Rasulullah Saw bersabda: Barangsiapa yang meniti jalan untuk mendapatkan ilmu, Allah akan memudahan baginya jalan menuju surga.”[8]
Hadis yang dikaji dalam makalah ini merupakan salah satu daiantara sekian banyak hadis Rasulullah Saw. baik dalam bentuk qawliyyah ,fi’liyyah, maupun taqririyyah dimana beliau Saw sebagai seorang yang ummy (buta baca tulis) memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu dan pendidikan. Beliau mengangkat derajat dan sangat memuliakan para pemilik ilmu, kemudian beliau menerapkan nilai-nilai etika yang harus dipedomani oleh orang yang berilmu. Ini menunjukkan begaimana sunnah Rasulullah Saw. telah terlebih dahulu menciptakan kaidah paling akurat dan nilai-nilai pendidikan paling agung, yang kebanyakan manusia –bahkan dari alangan kaum muslimin sendiri- beranggapan bahwa nilai-nilai pendidikan itu adalah hasil ciptaan alam modern -yang dalam istilah Nashr Hamid Abu Zaid "intaj al-tsaqafy"- yang tidak diketahui kecuali oleh Barat.[9]
Pada hadis tersebut terkandung anjuran dan pahala yang sangat besar bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu melalui berbagai media pendidikan, bahkan Rasulullah Saw memberikan garansi kemudahan mencapai surga bagi mereka yang meniti jalan untuk mencari ilmu.
Perintah meniti jalan-jalan pendidikan untuk mendapat ilmu juga disinggung oleh al-Qur’an salah satunya adalah firman Allah Swt:
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ
Terjemahannya:
Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.[10]
Pada ayat di atas Allah Swt memberikan penjelasan secara eksplisit tentang tujuan pendidikan Islam yakni agar dapat mengajarkan kepada kelompok masyarakat tempat mereka hidup dan bersosialisasi, nilai tujuan tersebut agar masyarakat dapat menjaga diri mereka baik secara individual maupun kelompok.
Tujuan pendidikan secara filosofis berdasarkan pemahaman dari ayat di atas maupun hadis Rasulullah Saw yang sedang dikaji memberikan penjelaskan bahwa manusia sejatinya adalah makhluk yang disempurnakan dengan akal oleh Allah Swt yang merupakan potensi dasar manusia, dengan potensi dasar tersebut manusia diharuskan untuk menuntut ilmu melalui proses pendidikan. Oleh karena itu tujuan meninti jalan ilmu pada hakikatnya adalah agar manusia dapat lebih mengenal dirinya dalam artian memanusiakan manusia, agar ia benar-benar mampu menjadi khalifah di muka bumi.[11]
Nilai penting lainnya dari memahami hadis di atas adalah bahwa dalam meniti jalan menuntut ilmu terdapat proses pendewasaan jasmani dan rohani[12] yakni bahwa selain tujuan filosofis terdapat pula tujuan insidental yaitu meningkatkan kecerdasan motorik, emosional, intelektual dan spiritual,[13] sebab dalam meniti jalan menuntut ilmu dibutuhkan ketenangan dan kesabaran dalam menghadapi berbagai kesulitan-kesulitan dalam belajar, Sebab kesuksesan seorang penuntut ilmu terletak dalam kesabarannya menghadapi berbagai bentuk kesulitan, kesusahan, dan keletihan dalam mengarungi proses pendidikan. Seluruh bentuk kesulitan yang dihadapi  oleh penuntut ilmu merupakan proses pendewasaan jasmani dan rohani. Dalam al-Qur'an Allah Swt mengisahkan tentang perjalanan Nabi Musa –‘alaihi al-salam- bersama dengan pembantunya untuk mendapatkan ilmu dari Nabi Khidhr –‘alaihi al-salam- sebagaimana yang Allah firmankan:
وَإِذْ قَالَ مُوسَى لِفَتَاهُ لَا أَبْرَحُ حَتَّى أَبْلُغَ مَجْمَعَ الْبَحْرَيْنِ أَوْ أَمْضِيَ حُقُبًا
Terjemahannya:
Dan (Ingatlah) ketika Musa Berkata kepada muridnya: "Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai kepertemuan dua buah lautan; atau Aku akan berjalan sampai bertahun-tahun".[14]
Pada ayat di atas menjelaskan betapa seorang Nabi Allah Swt Musa –‘alihi al-salam- yang bergelar kalim al-rahman (teman dialog bagi Allah Swt) terus berusaha meniti jalan dengan kesabaran menuju ilmu hingga sampai ke tempat pendidikan –pertemuan dua buah lautan – dimana beliau akan mendapatkan proses pendidikan lanjutan dari Allah Swt. melalui gurunya yang bernama Khidhr –‘alaihi al-salam-.
Adapun tentang gambaran dimudahkannya seorang peniti jalan dalam menuntut ilmu menuju ke surga, al-Nawawy menjelaskan bahwa yang dimaksudkan dengan hal itu adalah hendaknya seseorang menyibukkan dirinya menuntut ilmu-ilmu yang disyari’atkan (al-‘ulum al-syar’iyyah) dengan syarat dia menuntut ilmu hanya mengharap rida Allah Swt, para ulama mempersyaratkan adanya niat yang ikhlas karena Allah Swt dalam menempuh proses pendidikan yang melelahkan sebab mayortitas manusia meremehkan keikhlasan dalam belajar utamanya para pemula.[15] Sebab kemudahan meniti jalan ke surga bagi para peniti jalan menuntut ilmu diukur berdasarkan kadar keihlasannya dalam menjalani proses pendidikan yang melelahkan tersebut.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa makna dari kata thariqan dan ‘ilmandalam hadis tersebut adalah bahwa setiap manusia hendaknya memanfaatkan seluruh media pendidikan yang dapat membantu untuk mendapatkan ilmu utamanya ilmu agama secara bertahap dan berkesinambungan dengan tetap mengedepankan keikhlasan dan kesabaran dalam meniti proses pendidikan baik formal maupun non-formal, dan kemudahan meniti jalan menuju surga dapat dipahami bahwa ilmu dapat membantu memberika kemudahan dalam mengamalkan amal-amal saleh yang dapat dengan mudah pula menghantarkan menuju surga Allah Swt.
حَدَّثَنَا الْقَعْنَبِيُّ عَنْ مَالِكٍ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنْ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ فَأَبَوَاهُ يُهَوِّدَانِهِ وَيُنَصِّرَانِهِ كَمَا تَنَاتَجُ الْإِبِلُ مِنْ بَهِيمَةٍ جَمْعَاءَ هَلْ تُحِسُّ مِنْ جَدْعَاءَ قَالُوا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَفَرَأَيْتَ مَنْ يَمُوتُ وَهُوَ صَغِيرٌ قَالَ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا كَانُوا عَامِلِينَ (رواه أبو داود)
Artinya :Menceritakan kepada kami Al-Qa’nabi dari Malik dari Abi Zinad dari Al–A’raj dari Abu Hurairah berkata Rasulullah saw bersabda : “Setiap bayi itu dilahirkan atas fitroh maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasroni sebagaimana unta yang melahirkan dari unta yang sempurna, apakah kamu melihat dari yang cacat?”. Para Sahabat bertanya: “Wahai Rasulullah bagaimana pendapat tuan mengenai orang yang mati masih kecil?” Nabi menjawab: “Allah lah yang lebih tahu tentang apa yang ia kerjakan”. (H.R. Abu Dawud)
Setiap anak dilahirkan atas fitrohnya yaitu suci tanpa dosa, dan apabila anak tersebut menjadi yahudi atau nasrani, dapat dipastikan itu adalah dari orang tuanya. Orang tua harus mengenalkan anaknya tentang sesuatu hal yang baik yang harus dikerjakan dan mana yang buruk yang harus ditinggalkan. Sehingga anak itu bisa tumbuh berkembang dalam pedndidikan yang baik dan benar.
Rasulullah Bersabda:
Hamid bin Abdirrahman berkata, aku mendengar Muawwiyah berkata, aku mendengar Rasulullah saw Bersabda:” Barangsiapa yang dikehendaki oleh Allah menjadi orang yang baik, maka Allah akan memberikan kepadanya pengetahuan dalam Agama, sesungguhnya aku adalah orang yang membagi sementara Allah adalah sang pemberi, umat ini tidak akan pernah berhenti menegakkan perintah Allah, dan tidak akan medhoroti mereka, orang-orang yang menentangnya sampai datang hari kiamat. (HR. Bukhori, Bab Siapapun yang dikehendaki Allah menjadi baik, maka Allah pahamkan ia dalam masalah agama).
Hadis di atas menerangkan kepada kita bahwa kehendak Allah untuk menjadikan kita baik,itu digantungkan dengan kepahaman kita menyangkut agama. Ilmu agama adalah ilmu yang berkaitan dengan akhlak, maka dengan semakin tinggi pemahaman seseorang terhadap masalah agama maka akan semakin baik pula akhlak dan perilakunya yang puncaknya bisa mengantarkannya menjadi orang yang takut kepada Allah semata. Kalau dewasa ini kita sering melihat seseorang yang dalam pengetahuan agamanya namun dia justeru makin tenggelam dalam kesesatan, itu dikarenakan ia salah dalam mengaplikasikan ilmunya. Dia hanya pandai beretorika namun hampa dari pengamalan. Imam Ali Karramallahu Wajhah pernah berkata,” Bahwa yang dikatakan orang Alim bukanlah orang yang banyak ilmunya, namun yang dinamakan orang alim adalah orang yang bias mengamalkan ilmunya.” Rasulullah memberikan peringatan kepada kita dengan sabdanya “ barangsiapa makin tambah ilmunya namun tidak bertambah hidayahnya, maka ia semakin bertambah jauh dari Allah swt.” Bahkan Allah dengan tegas mengatakan bahwa yang disebut ulama hanyalah orang yang takut kepadaNya semata.” Innama Yakhsyallaha min ibaadihil ulama”
BAB III
PENUTUP
A.      Kesimpulan
Pendidikan dalam Islam merupakan proses perubahan sikap dan tatalaku orang dalam usaha mendewasakan manusia supaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan Islam adalah usaha maksimal untuk menentukan kepribadian anak didik berdasarkan ketentuan-ketentuan yang telah di gariskan dalam al-qur’an dan as-sunnah/al-hadits.
Al-qur’an merupakan pendidikan secara umum, yang merupakan pendidikan secara khusus, kelebihan dalam al-qur’an terletak pada  metode yang menakjubkan dan unik sehingga dalam konsep pendidikan yang terkandung di dalamnya, al-qur’an mampu menciptakan individu yang beriman dan senantiasa meng-Esakan Allah, serta mengimani hari akhir.
Assunnah/al-hadits adalah: Perbuatan, perkataan ataupun pengakuan Rosul Allah SWT, pengakuan itu sendiri adalah kejadian atau perbuatan orang lain yang diketahui Rosulullah, untuk membina umat manjadi manusia seutuhnya. Al-Hadits sebagai dasar Islam tidak terlepas dari fungsi itu sendiri terhadap al-qur’an, fungsi as-sunnah terhadap al-qur’an adalah sangat penting.


[1] Hasan Langgulung, Asas-asa Pendidikan Islam, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1987), h. 3
[2] Bakhtiar, Adam. Paradigma Pendidikan Islam.
[3] Abdurahman Mas’ud,  hal. 69
[4] Ahmad Tafsir, Op. Cit. hal. 22.
[5] Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan,  1995),  h. 25.
[6].Arifin, M.Ed.Op.Cit. h. 33
[7] Muhmidayeli, Membangun Paradigma Pendidikan Islam, Program Pasca Sarjana UIN Suska Riau, (Pekanbaru, 2007), h. 215.
[8] Abu ‘Abd Allalh Muhammad bin Yazid al-Qazwiny Ibn Majah, Sunan Ibn Majah (Riyad: Maktabah al-Ma’arif, T.Th), 56.
[9]Yusuf al-Qardawy, Sunnah, Ilmu Pengetahuan dan Peradaban,terj. Abad Badruzzaman (Yogya karta: Tiara Wacana, 2001), 192-193.
[10] Al-Qur-an: 9 (al-Taubah) : 122
[11] Mastuhu, Menata Ulang Pemikiran Sistem Pendidikan Nasional Abad 21 (Yogyakarta: Safiria Insani Press, 2003), 136.
[12] Sutari Imam Barnadib, Pengantar Ilmu Pendidikan (Yogyakarta: Andi Offset, 1993), 28.
[13] Suharsono. Melejitkan IQ, IE & IS (Jakarta: Insani Press, 2001), 108.
[14] Al-Qur-an: 18 (Al-Kahfi): 60.
[15] Yahya bin Sharaf al-Nawaiy, al-Minhaj Sharh Sahih  Muslim bin al-Hajjaj, vol. 17 (Kairo: Matba’ah al-Misriyyah, 1349 H / 1930 M), 21

0 komentar:

Posting Komentar