FILSAFAT HEDONISME GAYA HIDUP MASA KINI
A.
PENDAHULUAN
Setiap manusia pasti menginginkan
kebahagiaan dan kesenangan dalam hidupnya. Kebahagiaan dan kesenangan adalah
hak bagi setiap manusia. Bermacam-macam cara dilakukan untuk meraih yang
namanya kebahagiaan, baik itu dengan cara yang halal maupun cara yang haram.
Bila kita melihat masyarakat disekeliling kita cenderung mencari dan
mengutamakan kebahagiaan dirinya bagaimanapun caranya.
Masyarakat kita cenderung mencari
kesenangan dan kebagahiaan dengan berbagai cara bahkan sampai menghalalkan
seggala cara. Inilah yang biasa kita kenal dengan dengan masyarakat hedonis dan
permisif. Ditambah lagi dengan pola hidup konsumtif lengkap sudah kemerosotan nilai sosial dalam masyarakat
disekitar kita. Pola hidup semacam ini mudah sekali kita jumpai dalam kehidupan
sehari-hari. Banyak kita lihat di media masa dan media televisi seorang
reporter berkata bahwa gaya hidup masyarakat sekarang sudah mengarah ke arah
hedonisme. Dari artis yang hidup glamor hingga anggota DPR yang digaji dari uang
rakyat pun tidak luput dari gaya hidup hedonisme.
Media memang menyuguhkan beberapa hal
informasi, seperti berita politik, sosial, ekonomi dan lain sebagainya. Seperti
juga penawaran iklan tentang berbagai produk yang secara sadar maupun tidak
telah membius masyarakat. Kaum remaja yang masih diliputi jiwa yang labil
menjadi sasaran utama para produsen produk-produk terkenal ini. Tidak
mengherankan jika budaya konsumtif yang sebelumnya sudah melekat dalam diri
bangsa ini dikuatkan lagi dengan budaya hedonisme. Globalisasi dalam segala
aspek menjadi magnum opusnya (cikal-bakal). Siklus kehidupan yang
seperti ini seakan menjadi suatu pola baru dan gaya hidup baru. Kemunculan budaya
hedonisme ini terjadi tanpa kita sadari seiring dengan gerak zaman yang semakin
modern. Gaya hidup yang glamor semakin digandrungi oleh para remaja, seakan ada
istilah “ga style itu ga gaul”.
Mereka yang sudah tergila-gila dengan budaya konsumtif akan rela melakukan apa
saja demi memenuhi hasrtanya. Seperti perburuan fashion terbaru, jam tangan
merek ternama, sepatu, HP model terbaru,
dan bahkan dari ujung rambut sampai ujung kaki pun tak luput menjadi saksi bisu
budaya ini.
B.
PEMBAHASAN
1.
Sejarah Hedonisme
Hedonisme muncul pada awal sejarah filsafat sekitar tahun 433 SM.
Hedonisme ingin menjawab pertanyaan filsafat “apa yang menjadi hal terbaik bagi
manusia?” Hal ini diawali dengan Sokrates yang menanyakan tentang apa yang
sebenarnya menjadi tujuan akhir manusia. Lalu Aristippos dari Kyrene (433-355 SM)
menjawab bahwa yang menjadi hal terbaik bagi manusia adalah kesenangan.
Aristippos memaparkan bahwa manusia sejak masa kecilnya selalu mencari
kesenangan dan bila tidak mencapainya, manusia itu akan mencari sesuatu yang
lain lagi. Pandangan tentang ‘kesenangan’ (hedonisme) ini kemudian dilanjutkan
seorang filsuf Yunani lain bernama Epikuros (341-270 SM). Menurutnya, tindakan
manusia yang mencari kesenangan adalah kodrat alamiah. Meskipun demikian,
hedonisme Epikurean lebih luas karena tidak hanya mencakup kesenangan badani
saja –seperti Kaum Aristippos–, melainkan kesenangan rohani juga, seperti terbebasnya
jiwa dari keresahan.
Tokoh dalam paham ini ada dua. Pertama Aristippus dari Kyrene
adalah seorang filsuf Yunani yang memperlajari ajaran-ajaran Protagoras. Ini
dilakukannya selama berada di kota asalnya, yaitu Kyrene, Afrika Utara.
Aristippus kemudian mencari Sokrates dan menjalin hubungan baik dengannya.
Setelah Sokrates wafat, Aristippos tampil sebagai “Sofis” dan menjadi guru
profesional di Atena. Lalu di Kyrene ia mendirikan sekolah yang dinamakan
”Cyrenaic School” yang merupakan salah satu sekolah Sokratik yang tidak
dominan. Sekolah ini mengajarkan perasaan-perasaan sebagai kebenaran yang
paling tepat dalam hidup. Kesenangan adalah baik –termasuk juga kepuasan
badani– Kehidupan orang bijak selalu mencari jaminan kesenangan maksimal.
Aristippus menyetujui pendapat Sokrates bahwa keutamaan adalah
mencari “yang baik”. Akan tetapi, ia menyamakan “yang baik” ini dengan
kesenangan “hedone”. Menurutnya, akal (rasio) menusia harus memaksimalkan
kesenangan dan meminimalkan kesusahan. Hidup yang baik berkaitan dengan kerangka
rasional tentang kenikmatan. Kesenangan menurut Aristoppus bersifat badani
(gerak dalam badan). Ia membagi gerakan itu menjadi tiga kemungkinan:
1.
Gerak kasar, yang menyebabkan ketidaksenangan seperti rasa sakit
2.
Gerak halus, yang membuat kesenangan
3.
Tiada gerak, yaitu sebuah keadaan netral seperti kondisi saat tidur.
Aristippus melihat kesenangan sebagai hal aktual, artinya kesenangan terjadi kini dan di sini. Kesenangan bukan sebuah masa lalu atau masa depan. Menurutnya, masa lalu hanya ingatan akan kesenangan (hal yang sudah pergi) dan masa depan adalah hal yang belum jelas.
Aristippus melihat kesenangan sebagai hal aktual, artinya kesenangan terjadi kini dan di sini. Kesenangan bukan sebuah masa lalu atau masa depan. Menurutnya, masa lalu hanya ingatan akan kesenangan (hal yang sudah pergi) dan masa depan adalah hal yang belum jelas.
Meskipun kesenangan dijunjung tinggi oleh Aristoppus, ada batasan
kesenangan itu sendiri. Batasan itu berupa pengendalian diri. Meskipun
demikian, pengendalian diri ini bukan berarti meninggalkan kesenangan.
Misalnya, orang yang sungguh-sungguh mau mencapai nikmat sebanyak mungkin dari
kegiatan makan dan minum bukan dengan cara makan sebanyak-banyaknya atau rakus,
tetapi harus dikendalikan/dikontrol agar mencapai kenikmatan yang sebenarnya.
Kedua adalah Epikuros yang lahir tahun 342 SM di kota Yunani,
Samos, dan meninggal di Atena tahun 270 SM. Ajaran Epikuros menitikberatkan
persoalan kenikmatan. Apa yang baik adalah segala sesuatu yang mendatangkan
kenikmatan, dan apa yang buruk adalah segala sesuatu yang menghasilkan
ketidaknikmatan. Namun demikian, bukanlah kenikmatan yang tanpa aturan yang
dijunjung Kaum Epikurean, melainkan kenikmatan yang dipahami secara mendalam.
Kaum Epikurean membedakan keinginan alami yang perlu (seperti makan) dan
keinginan alami yang tidak perlu (seperti makanan yang enak), serta keinginan
yang sia-sia (seperti kekayaan/harta yang berlebihan). Keinginan pertama harus
dipuaskan dan pemuasannya secara terbatas menyebabkan kesenangan yang paling
besar. Oleh sebab itu kehidupan sederhana disarankan oleh Epikuros. Tujuannya
untuk mencapai ”Ataraxia”, yaitu ketenteraman jiwa yang tenang, kebebasan dari
perasaan risau, dan keadaan seimbang. Epikuros sangat menegaskan kebijaksanaan
(phoronesis). Menurutnya, orang yang bijaksana adalah seorang seniman yang
dapat mempertimbangkan pilihan nikmat atau rasa sakit. Orang bijaksana bukanlah
orang yang memperbanyak kebutuhan, tetapi mereka yang membatasi kebutuhan agar
dengan cara membatasi diri, ia akan mencapai kepuasan. Ia menghindari tindakan
yang berlebihan. Oleh karena itu, ada sebuah perhitungan yangdilakukan
oleh Kaum Epikurean dalam mempertimbangkan segi-segi positif dan negatif untuk
mencapai kenikmatan jangka panjang dan mendekatkan diri kepada ataraxia. Kebahagiaan
yang dituju oleh Kaum Epikurean adalah kebahagiaan pribadi (privatistik).
Epikuros menasihatkan orang agar tidak mendekatkan diri kepada kehidupan umum
(individualisme). Ini bukanlah egoisme. Menurut Epikuros, kebahagiaan terbesar
bagi manusia adalah persahabatan. Berkumpul dan berbincang-bincang dengan para
kawan dan membina persahabatan jauh lebih menguntungkan dan membantu mencapai
ketenangan jiwa.
2.
Pengertian
Hedonisme
Pemahaman tentang apa itu
hedonisme? Bagaimana bentuk nyata hedonisme? Bagaimana batasan hedonisme?
Apakah hedonisme itu paham positif atau negatif? Menjadi pembahasan yang
menarik untuk dikaji saat ini. Hal ini dikarenakan sudah berkembangnya istilah
hedonisme dalam kehidupan bermasyarakat. Baik remaja ataupun masyarakat pada
umumnya. Sehingga muncul banyak pernyataan para ahli dalam bidangnya sosiologi
khususnya dalam membahas masalah hedonisme ini. Berikut berbagai macam
pemahaman yang didapat penulis dari berbagai macam sumber referensi.
Pertama, hedonisme adalah pandangan
hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari
kebahagiaan sebanyak mungkin dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan
yang menyakitkan. Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa kesenangan
atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia.
Kedua, Menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia hedonisme adalah pandangan yg menganggap kesenangan dan kenikmatan
materi sebagai tujuan utama dalam hidup.
Ketiga, hedonisme dari kata
“hedone” (Yunani) yang berarti kesenangan, hedonisme adalah pandangan moral
bahwa hal yang baik hanya kesenangan.
Keempat, Hedonisme adalah pandangan hidup yang menganggap
bahwa orang akan menjadi bahagia dengan mencari kebahagiaan sebanyak mungkin
dan sedapat mungkin menghindari perasaan-perasaan yang menyakitkan. [1] Hedonisme merupakan ajaran atau pandangan bahwa
kesenangan atau kenikmatan merupakan tujuan hidup dan tindakan manusia
(wikipedia).
Kelima, Hedonisme adalah mencapai
kesenangan (pleasure) – di mana mengalami kesakitan sementara waktu demi suatu
kesenangan artinya termasuk hedonisme juga jika segala sesuatu berujung pada
kesenangan (pleasure) -. Jika dalam definisi ini, beragama belum tentu juga tak
masuk hedonisme jika tujuannya adalah kesenangan di belakang. Ciri-ciri
hedonisme adalah membagi dan mendikotomikan hidup jadi dua, kesenangan dan kesusahan.
Dan dalam bentuk halusnya, hedonisme bahkan bisa berbentuk alim. Salah satu
cara untuk dapat membedakan semangat hedonisme adalah, semangatnya untuk
diri-sendiri. Jika semua yangg dilakukan adalah berujung pada sesuatu yang
untuk dirinya sendiri, maka unsur hedonisme patut dicurigai kental ada di
dalamnya.
Ide hedonisme berlawanan dengan ide
bahwa senang dan susah datang bergantian, masing-masing ada tujuannya – tidak
lepas dari pengetahuan Sang Pencipta. Karena itulah hedonisme sangat diterima
oleh penganut ide-ide yangg menolak adanya Sang Pencipta.
Keenam, hedonisme menurut Susanto
(2011:181) adalah sesuatu dianggap baik bila mengandung kenikmatan bagi manusia.
Namun, kaum hedonis memiliki kata kesenangan menjadi kebahagiaan. Kemudian
Jeremy Bentham dalam Fuad Farid Ismail (2012:299) mengatakan bahwasanya
kesenangan dan kesedihan itu adalah satu-satunya motif yang memerintah manusia,
dan beliau mengatakan juga bahwa kesenangan dan kesedihan seseorang adalah
tergantung kepada kebahagiaan dan kemakmuran pada umumnya dari seluruh
masyarakat.
Ketujuh. Adapun hedonisme menurut
Burhanuddin (1997:81) adalah sesuatu itu dianggap baik, sesuai dengan
kesenangan yang didatangkannya. Disini jelas bahwa sesuatu yang hanya
mendatangkan kesusahan, penderitaan dan tidak menyenangkan, dengan sendirinya
dinilai tidak baik. Orang-orang yang mengatakan ini, dengan sendirinya,
menganggap atau menjadikan kesenangan itu sebagai tujuan hidupnya.
Disini jelas bahwa hedonisme ialah
perbuatan yang diantara segenap perbuatan yang dapat dilakukan oleh seseorang
akan membawa orang tersebut merasakan kebahagiaan yang sebesar-besarnya. Kala
itu, hedonisme masih mempunyai arti positif. Dalam perkembangannya, penganut
paham ini mencari kebahagiaan berefek panjang tanpa disertai penderitaan.
Mereka menjalani berbagai praktik asketis, seperti puasa, hidup miskin, bahkan
menjadi pertapa agar mendapat kebahagiaan sejati. Namun waktu kekaisaran Romawi
menguasai seluruh Eropa dan Afrika, paham ini mengalami pergeseran ke arah
negatif dalam semboyan baru hedonisme. Semboyan baru itu, carpe diem (raihlah
kenikmatan sebanyak mungkin selagi kamu hidup), menjiwai tiap hembusan napas
aliran tersebut. Kebahagiaan dipahami sebagai kenikmatan belaka tanpa mempunyai
arti mendalam. Kedangkalan makna mulai terasa. Pemahaman negatif melekat dan
pemahaman positif menghilang dalam hedonisme. Karena pemahaman hedonis yang
lebih mengedepankan kebahagiaan diganti dengan mengutamakan kenikmatan.
Kedelapan, menurut hedonisme
psikologis,tidak dapat disangkal bahwa manusia selalu tertarik oleh perasaan
nikmat,sekaligus secara otomatis condong menghindari perasaan-perasaan tidak
enak.Manusia berusaha keras untuk mencapai tujuannya.Keberhasilan mencapai
tujuan inilah yang kemudian membuatnya nikmat atau puas.
Sementara itu berkenaan dengan
hedonisme etis ada dua gagasan yang patut diperhatikan. Pertama, kebahagiaan
tidak sama dengan jumlah perasaan nikmat.Nikmat selalu berkaitan langsung
dengan sebuah pengalaman ketika sebuah kecondongan terpenuhi,begitu pengalaman
itu selesai, nikmatpun habis. Sementara itu,kebahagiaan menyangkut sebuah
kesadaran rasa puas dan gembira yang berdasarkan pada keadaan kita sendiri,dan
tidak terikat pada pengalaman-pengalaman tertentu. Dengan kata lain,kebahagiaan
dapat dicapai tanpa suatu pengalaman nikmat tertentu. Sebaliknya, pengalaman
menikmati belum tentu membuat bahagia.
Kedua, jika kita hanya mengejar
nikmat saja,kita tidak akan memperoleh nilai dan pengalaman yang paling
mendalam dan dapat membahagiakan. Sebab, pengalaman ini hanya akan menunjukan
nilainya jika diperjuangkan dengan pengorbanan. Misalnya;dalam persahabatan dan
cinta.Kita tidak akan sanggup menggoreskan kesan mendalam dalam persahabatan
dan cinta jika pertimbangan yang mendasari hanya karena
ketampanan,kecantikan,kekayaan atau penampilan fisik lainya.Hasilnya adalah
sesuatu yang kering,yang hanya berasa ketika bahagia,namun hambar ketika susah.
3.
Karakteristik
Hedonisme
Karakteristik hedonisme adalah
kebendaan dengan ukuran fisik harta, atau apa saja yang tampak, yang dapat
dinilai dengan uang. Jadi disini orang yang sudah senang karena harta bendanya
yang banyak, sudah sama artinya dengan orang yang bahagia atau dengan kata lain
: Bahagia sama dengan Kesenangan. Di sini hedonisme dalam pelaksanaannya
mempunyai karakteristik:
a.
Hedonisme
Egoistis
Yaitu
hedonisme yang bertujuan untuk mendapatkan kesenangan semaksimal mungkin.
Kesenangan yang dimaksud ialah dapat dinikmati dengan waktu yang lama dan
mendalam. Contohnya: makan-makanan yang enak-enak, jumlah dan jenisnya banyak,
disediakan waktu yang cukup lama untuk menikmati semuanya, seperti pada
perjamuan makan ala Romawi. Bila perut sudah penuh, maka disediakan sebuah alat
untuk menggitit kerongkongan, dengan demikian isi perut dapat dimuntahkan
keluar, kemudian dapat diisi kembali jenis makanan yang lain, sampai puas.
b.
Hedonisme Universal
Yaitu
suatu aliran hedonisme yang mirip dengan ulitarisanisme yang artinya kesenangan
maksimal bagi semua, bagi banyak orang. Contohnya: bila berdansa, haruslah
berdansa bersama-sama, waktunya semalam suntuk, tidak boleh ada seorang pun
yang absen, ataupun kesenangan-kesenangan lainnya yang dapat dinikmati bersama
oleh semua orang. Sebenarnya tidak bisa disangkal lagi bahwa hedonisme banyak
jenisnya, secara garis besarnya kesenangan dapat dibagi atas dua golongan:
(1). Kesenangan Fisik
Yang pokok disini ialah kesenangan
yang dapat dirasakan dinikmati oleh batang tubuh/raga. Sumber dan jenisnya dari
makan minum, yang menerima kesenangan itu dari tenggorokkan sampai keperut.
Hasil kesenangan itu biasa dinilai dengan sebutan nikmat, enak, sedap, nyaman,
delicious, dan sebagainya.
Bila sumbernya hubungan badani
(coitus), maka yang menerima kesenangan itu adalah alat kelamin, seluruh badan
jasmani, dimana hasil kesenangan itu dinilai dengan sebutan: nikmat, enak,
sedap dan sebagainya. Bila sumbernya sebagai hasil kerja, misalnya pekerjaan
tangan, atau sesuatu yang menggunakan tenaga seperti pekerjaan di pelabuhan, di
kebun, di pertambangan, dan sebagainya, maka kesenangan itu dinilai dengan
sebutan: memuaskan, beres, selesai, upahnya pantas dan sebagainya.
(2) Kesenangan Psychis/Rohani
Bila sumbernya itu sebagai hasil
seni, apakah bentuknya itu berupa puisi atau prosa, lukisan atau patung, atau
serangkaian lagu-lagu merdu/musik, maka hasil kesenangan itu dinilai dengan
sebutan: menarik, hebat, indah, memuaskan mengasikkan, dan sebagainya.
Penilaian ini diberikan oleh rasa, emosi, dan getaran jiwa. Bila sumbernya itu
berasal dari hasil pikir, yang merasakan kesenangan itu adalah otak, pikir,
dimana hasil kesenangan itu dinilai dengan sebutan: ilmiah, merangsang otak,
hebat, pemikiran yang mendalam, intellegensi yang tinggi, mengagumkan dan
sebagainya. Bila sumbernya adalah kepercayaan yang menikmati kesenangan itu
adalah jiwa, perasaan, rohani, hati, dimana kesenangan itu dinilai dengan
sebutan: menentramkan jiwa, meresapkan rasa iman, rasa takwa, syahdu, suci,
yakin dan sebagainya.
Karakteristik menurut Pospoprodijo
(1999:71) Kesenangan yang dimaksud adalah kesenangan untuk hidup saja, yakni
kesenangan yang kita dapat dengan perantara kemampuan-kemampuan kita dari
subyek-subyek yang mengelilingi kita di dunia ini.
4.
Hedonisme
di Kalangan Remaja
Generasi
yang paling tidak aman terhadap sebutan hedonis adalah remaja.Paham ini mulai
merasuki kehidupan remaja. Remaja sangat antusias terhadap adanya hal yang
baru. Gaya hidup hedonis sangat menarik bagi mereka. Daya pikatnya sangat luar
biasa, sehingga dalam waktu singkat munculah fenomena baru akibat paham ini. Fenomena
yang muncul, ada kecenderungan untuk lebih memilih hidup enak, mewah, dan
serbakecukupan tanpa harus bekerja keras. Titel “remaja yang gaul dan funky ”
baru melekat bila mampu memenuhi standar tren saat ini.Yaitu minimal harus
mempunyai handphone, lalu baju serta dandanan yang selalu mengikuti mode.
Beruntung bagi mereka yang termasuk dalam golongan berduit, sehingga dapat
memenuhi semua tuntutan kriteria tersebut. Akan tetapi bagi yang tidak mampu
dan ingin cepat seperti itu, pasti jalan pintaslah yang akan diambil. Tidaklah
mengherankan, jika saat ini muncul fenomena baru yang muncul di sekitar
kehidupan kampus. Misalnya adanya “ayam kampus” ( suatu pelacuran terselubung
yang dilakukan oknum mahasiswi), karena profesi ini dianggap paling enak dan
gampang menghasilkan uang untuk memenuhi syarat remaja gaul dan funky. Contoh
lain yang sederhana adalah misal ada remaja yang malas belajar tapi dia ingin
memperoleh nilai yang baik dengan mencontek.Itu merupakan salah satu contoh
kecil dari sikap Hedonisme.
Kasus
yang terjadi seperti hubungan seks yang sudah dianggap sebagai hal yang biasa
saat ini, kasus tersebut merupakan salah satu fenomena hedonisme generasi muda
dari sekian banyak yang lain yang terjadi di berbagai lapisan masyarakat.
Keinginan yang berlebihan terhadap modernitas ini sepeti ingin memiliki
barang-barang yang mewah, kehidupan dunia modern yang setiap sabtu malam datang
untuk melaksanakan ibadah rutinan di bar-bar, diskotik dan sebagainya., itu
dijadikan sebagai suatu kebutuhan yang dianggap sebagai suatu kewajiban yang
harus dipenuhi dan kalau tidak terpenuhi maka mendapatkan dosa karena dianggap
masih menjadi manusia tradisional atau mahasiswa tradisional yang kerjanya
hanya belajar, membaca, diskusi, kajian dan sebagainya.
5.
Hedonisme
di Kalangan Remaja Dalam Ilmu Sosial.
Hedonisme
terjadi karena adanya perubahan perilaku pada masyarakat yang hanya menghendaki
kesenangan.Perilaku tersebut lama kelamaan mengakar dalam kehidupan masyarakat
termasuk para remaja yang pada akhirnya menjadi seperti sebuah budaya bagi
mereka tingkat pengetahuan dan pendidikan juga sangat berpengaruh pada
pembentukan sikap mental para remaja.Tapi sayangnya kadang semua hal itu
terkalahkan dengan rendahnya cara berfikir mereka dalam menyikapi berbagai
persoalan. Banyak diantara para remaja yang melarikan diri dari masalah dengan
berhura-hura. Kebiasaan seperti inilah yang kemudian menjadi kebudayaan di
kalangan remaja.
Dalam identifikasi
mentalitas budaya yang dikemukakan Sorokin, sikap hedonisme yang telah menjadi
budaya hedon di kalangan remaja dimasukkan dalam kebudayaan indrawi. Yaitu
kebudayaan indrawi pasif dan kebudayaan indrawi sinis. Kebudayaan indrawi pasif
yang meliputi hasrat menikmati kesenangan indrawi setinggi-tingginya (“eksplorasi
parasit”, dengan motto makan minum dan kawinlah sebab besuk kita akan
mati).Pola pikir seperti itulah yang mengajak para remaja hanya
bersenang-senang selagi ada kesempatan,seakan-akan hidup hanya”mampir”karena
itulah mereka hanya mengejar kesenangan,padahal masih banyak hal yang bernilai
dalam hidup ini selain makan minum dan bersenang-senang saja.
Kebudayaan
indrawi sinis, yang mengejar tujuan jasmaniah dengan mencari pembenaran
rasionalisasi ideasional (yang sebenarnya tidak diterimanya). Banyak hal yang
dilakukan para remaja untuk mencapai apa yang diinginkannya, missal: seorang
remaja putri ingin mempunyai telepon genggam model terbaru tapi karena dia
tidak mempunyai uang maka dia rela menjual dirinya agar memperoleh uang. Remaja
tersebut membenarkan tindakannya karena dengan cara itu dia memperoleh apa yang
diinginkannya.
6.
Hedonisme
Dalam Pandangan Islam
Islam adalah ajaran yang
sempurna, sebuah sistem dan cara pandang hidup yang lengkap, praktis, dan
mudah. Islam memberikan tuntunan terkait hal yang bersifat individu dan yang
menyangkut masalah kemasyarakatan. Semua itu telah diatur oleh Islam. Allah
berfirman, “Pada hari
ini telah Ku-sempurnakan untukmu agamamu, telah Ku-cukupkan untukmu nikmat-Ku,
dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (al-Maidah: 3). Islam mengajak manusia ke alam nan
bercahaya, terang benderang. Islam menarik manusia dari kegelapan dan
mengarahkannya menuju kehidupan yang penuh makna. Islam membebaskan manusia
dari kehampaan hidup, kekeringan jiwa, dan kehilangan arah kendali hidup.
Melalui Islam, manusia menjadi tercerahkan. Kebodohan yang tergumpal di dada
manusia terbuncah, memberai lalu sirna. Islam dengan sinarnya yang kemilau
memupus kebodohan yang meliputi umat. Karena itu, berbahagialah manusia yang telah
diliputi oleh petunjuk, berpegang teguh dengan Islam dan menepis setiap nilai
jahiliah.
Adapun orang-orang yang
berpaling dan tidak mau peduli terhadap kebenaran Islam, sungguh mereka adalah
orang-orang yang merugi. Hawa nafsu menjadi landasan pacu amalnya. Perilakunya
senantiasa diwarnai oleh noda hitam pekat, tidak merujuk kepada Islam, dan
lebih menyukai bersandar kepada sistem nilai kekufuran.“Barang siapa yang
mencari tuntunan selain Islam, maka tidak akan diterima (amal perbuatannya)
darinya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imran: 85).
Lantaran keadaan mereka yang gersang dari ajaran Islam, tanpa pemahaman dan
amal yang lurus dan benar, mereka lebih condong bergelut dengan beragam
maksiat. Kehidupan dunia telah banyak memerdayakannya. Mereka berlomba mereguk
materi sebanyak-banyaknya tanpa memerhatikan nilai kebenaran walaupun semua itu
semu, tidak terkecuali dari kalangan kaum muda Islam. Dengan slogan kata
‘modern’, mereka bergumul meraup dunia. Mereka meninggalkan batas-batas dan
menerobos rambu-rambu agama. Halal-haram tak lagi menjadi pertimbangan dalam
bersikap. Bagai dikebiri, mereka terjerat siasat Yahudi dan Nasrani. Tidak ada
lagi kecemburuan terhadap Islam. Ghirah untuk menampilkan diri sebagai sosok
muslim taat pun mandul. Mata, hati, dan pendengaran sudah tidak bisa lagi
membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Mereka tidak ubahnya bagai
binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Allah menggambarkan
fenomena ini dalam ayat-Nya,
“Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (al-A’raf: 179).
“Sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak digunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah). Mereka mempunyai mata, (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah). Mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (al-A’raf: 179).
Karena keadaan hati yang
buta dan tuli, banyak manusia menolak kebenaran. Bahkan, tidak sedikit yang
melontarkan caci maki terhadap Islam dan kaum muslimin yang taat kepada
ajarannya. Bagi mereka, Islam dianggap sebagai ajaran yang kolot, kuno, dan
ortodoks. Islam hanya akan mengekang kebebasan manusia dalam berbuat,
berekspresi, dan berperilaku. Orang-orang yang setia dan mengagungkan Islam
mereka tuduh sebagai manusia picik. Singkat kata, Islam hanya akan memberangus
apa yang diinginkannya dan hanya akan menyulitkan manusia. Islam hanya akan
mempersempit ruang gerak kehidupannya, memasung kebebasannya, dan mengebiri
pergaulannya. Padahal Allah berfirman, “Dia telah memilih kamu dan
Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan.”
(al-Hajj: 78). “Thaha. Kami tidak
menurunkan al-Qur’an ini kepadamu agar kamu menjadi susah, tetapi sebagai
peringatan bagi orang yang takut (kepada Allah).” (Thaha: 1—3).
Celoteh mereka hakikatnya
menunjukkan bahwa mereka tidak memahami Islam secara baik dan benar. Bisa jadi,
hal itu karena kedengkian yang ada pada hati mereka. Kemungkinan-kemungkinan
itu bisa saja terjadi. Namun, yang jelas sikap apriori mereka terhadap Islam
sangat merugikan. Celah ini dimanfaatkan oleh musuh-musuh Islam dan kaum
muslimin. Upaya mereka untuk memadamkan cahaya Islam seakan mendapat angin
segar. Inilah gerakan yang disinyalir melalui firman-Nya, “Mereka ingin
hendak memadamkan cahaya (agama) Allah dengan mulut (ucapan-ucapan) mereka, dan
Allah tetap menyempurnakan cahaya-Nya meskipun orang-orang kafir benci.”
(ash-Shaf: 8).
Akibat sikap buruk
terhadap Islam, mereka pun mematri aturan-aturan hidup yang bersumber dari hawa
nafsu. Mereka bangga melaksanakannya meskipun kemudian menimbulkan kerusakan di
semua lini kehidupan. Dalam pergaulan antarjenis manusia, kerusakan kronis telah
begitu kuat mencengkeram. Kebebasan seksual, perilaku kerahiban (hidup
membujang), homoseks, lesbian, dan perilaku penyimpangan seksual lainnya telah
dianggap sebagai sesuatu yang biasa. Hubungan yang bercampur baur antara pria
dan wanita yang bukan mahram tidak lagi dianggap sebagai dosa yang harus
dijauhi.
Anehnya, tidak sedikit
dari kalangan umat Islam yang meniru dan bangga dengan hal itu. Tanpa rasa
takut kepada Allah, tanpa malu, dan tanpa risih mereka tiru mentah-mentah
perbuatan yang menyelisihi Allah dan Rasul-Nya. Nabi berkata, “Sesungguhnya
dari apa yang telah manusia peroleh dari perkataan kenabian yang pertama, ‘Jika
engkau tak memiliki rasa malu, berbuatlah sekehendakmu’.” (HR. al-Bukhari no.
6120 dari sahabat Abu Mas’ud z).
Menjelaskan hadits di
atas, asy-Syaikh Shalih bin Fauzan hafizahullah berkata, “Malu adalah
perangai yang agung. Sikap malu menyebabkan seseorang tercegah dari sesuatu
yang akan mengantarkan kepada hal yang tak patut, seperti perbuatan-perbuatan
yang rendah dan hina, serta akhlak buruk. Oleh karena itu, sikap malu ini
termasuk dari cabang keimanan.” (al-Minhatu ar-Rabbaniyyah fi Syarhi al-Arba’in
an-Nawawiyah, hlm. 181).
Jika malu sudah tidak lagi
ada di dada, sikap tidak nyaman lantaran melanggar ketentuan Allah dan Rasul-Nya
menjadi sesuatu yang biasa. Tidak ada lagi kata risih. Jangankan malu, risih
saja tidak. Dengan berbuat seperti itu, seakan-akan mereka menganggap diri
mereka sebagai orang yang menerapkan sistem modern. Kalau tidak berbuat dan
menerapkan hal demikian, bakal merugikan kehidupannya, masa depannya, dan
segenap usahanya. Apa yang dilakukannya seakan-akan merupakan langkah yang
baik, selaras dengan prinsip hidup modern, dan sesuai dengan kondisi
masyarakat. Fenomena ini digambarkan oleh Allah dalam firman-Nya, Katakanlah,
“Apakah akan Kami beri tahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi
perbuatannya? Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan
dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.”
(al-Kahfi: 103—104).
“Apakah hukum jahiliah yang mereka kehendaki, dan (hukum)
siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?”
(al-Maidah: 50). Padahal, apa yang
dibanggakannya bisa menjadi sumber bencana. Prinsip-prinsip yang menggayut
dalam benaknya adalah pemantik petaka dan perantara turunnya azab Allah.
Firman-Nya, “Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut
akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih.” (an-Nur: 63).
Maka dari itu, yang
sekiranya hal itu merupakan perbuatan yang dilarang, hendaknya dijauhi.
Sekiranya itu merupakan perintah untuk dipraktikkan, maka tunaikanlah.
Sesungguhnya Rasulullah bersabda, “Apa
yang telah kularang padamu darinya, tinggalkanlah (jauhilah). Apa yang telah
kuperintahkan dengannya, tunaikanlah semampumu.” (HR. al-Bukhari no. 7288 dan
Muslim no. 1337 dari sahabat Abu Hurairah). Meskipun demikian, masih ada
sekelompok manusia yang menyandarkan falsafah hidupnya hanya untuk meraup
kesenangan. Ia tidak peduli kesenangan yang didapat dia tempuh dengan cara apa.
Baginya, kesenangan adalah satu-satunya kebaikan. Prinsip hidup “asal senang”
ini adalah prinsip hidup kaum hedonis.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, hedonisme diartikan sebagai pandangan hidup
yang menganggap bahwa kesenangan dan kenikmatan adalah tujuan utama dalam
hidup. Doktrin hedonisme (asal katanya adalah hedone, bahasa Yunani yang
berarti kesenangan) digulirkan oleh salah seorang murid Socrates yang bernama
Aristippus.
Filsafat hedonisme
mengajarkan prinsip “Apa yang dilakukan dalam rangka meraup kesenangan atau
menghindari penderitaan. Kesenangan adalah satu-satunya kebaikan, dan mencapai
puncak kesenangan adalah satu-satunya kebajikan.” (Sejarah Pemahaman Psikologi
dari Masa Kelahiran sampai Masa Modern, Dr. C. George Boeree, hlm. 55).
Pemahaman ini diusung pula
oleh Sigmund Freud, seorang keturunan Yahudi yang melontarkan ide Principle of
Pleasure (Prinsip-Prinsip Kenikmatan). Freud melemparkan ide bahwa segala
sesuatu yang dilakukan oleh manusia akan bermuara pada soal ekspresi dan nafsu
seks. Dengan demikian, atas dasar kenikmatan dan kesenangan ini, tanpa
memerhatikan norma yang ada, serbuan pemahaman yang bertitik tekan pada
kesenangan dan kenikmatan hidup semata menyeruak masuk ke benak sebagian manusia.
Tidak mengherankan apabila kemudian di tengah masyarakat muncul iklan-iklan
yang diwarnai oleh citra seksual. Begitu pula di sisi kehidupan media massa
lainnya. Berita dan cerita yang beraroma nafsu birahi cenderung meningkat dan
digandrungi. Sadar atau tidak, gaya hidup hedonis telah merembes dan menjadi bagian
hidup sebagian masyarakat.
Gaya hidup hedonis membentuk
sikap mental manusia yang rapuh, mudah putus asa, cenderung tidak mau bersusah
payah, selalu ingin mengambil jalan pintas, tidak hidup prihatin, dan bekerja
keras. Seseorang yang terjebak gaya hidup hedonis akan mengambil bagian yang
menyenangkan saja. Adapun hal yang bakal memayahkannya, dia hindari. Dia tidak
mau peduli bagaimana orang tuanya bekerja keras siang dan malam, sementara itu
dirinya hanya bisa nongkrong di mal, berkumpul dengan kalangan berduit, selalu
memilih barang berharga mahal meskipun menggunakan barang yang relatif murah
sebenarnya bisa. Apa yang melekat pada dirinya harus selalu terkesan mewah dan
elegan.
Gaya hidup hedonis identik
dengan gaya hidup glamor, hura-hura, foya-foya, dan bersenang-senang. Gaya
hidup hedonis akan mengantarkan seseorang pada sikap mental yang tidak mau
peduli dan peka melihat keberagaman hidup, tidak memiliki sensitivitas terhadap
kesulitan hidup orang lain. Singkat kata, gaya hidup hedonis melahirkan
manusia-manusia yang tumpul sikap sosialnya, melahirkan jenis manusia asosial. Padahal
hidup di dunia ini hanyalah main-main dan sendau gurau belaka. Adapun kampung
akhirat adalah hal yang lebih utama. Allah berfirman, “Dan tiadalah
kehidupan dunia ini selain main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh
kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Maka tidakkah
kamu memahaminya?” (al-An’am: 32).
Rasulullah saw.
mengibaratkan kehidupan dunia bagai seorang pengelana yang beristirahat di
bawah pohon. Kala lelah telah sirna dari tubuhnya, pengelana itu pun
melanjutkan perjalanannya. Pohon tempatnya berteduh dia tinggalkan. Itulah
dunia beserta kehidupan di dalamnya, sekadar tempat rehat sesaat. Nabi saw.
bersabda, “Apalah arti dunia bagiku. Tiadalah (bagi) aku dalam perkara dunia
melainkan seperti seorang pengelana yang beristirahat di bawah pohon, lalu
setelah itu meninggalkan (pohon) tersebut.” (HR. at-Tirmidzi, Ahmad, Ibnu
Majah, dan al-Hakim. Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani menyatakan
hadits ini sahih dalam Shahih al-Jami’ ash-Shaghir wa Ziyadatuhu no. 5669). Dalam
sebuah hadits dari Abul Abbas Sahl bin Sa’d as-Sa’idi disebutkan, “Seorang lelaki datang kepada
Nabi . Laki-laki itu berkata kepada Nabi saw, ‘Wahai Rasulullah, tunjukkanlah
kepadaku satu amalan yang apabila aku mengamalkannya Allah akan mencintaiku dan
manusia akan mencintaiku.’ Jawab Rasulullah saw, ‘Zuhudlah dalam urusan dunia,
Allah akan mencintaimu dan zuhudlah terhadap apa yang ada di tangan manusia,
niscaya manusia akan mencintaimu’.” (HR. Ibnu Majah no. 4102, dinyatakan sahih
oleh asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani t. Lihat ash-Shahihah no. 944).
Sikap zuhud bisa dilakukan
oleh seorang hamba yang fakir ataupun yang memiliki harta kekayaan yang
melimpah. Bagi orang fakir, hendaknya dia berzuhud dengan tetap bersemangat
mencurahkan segenap kemampuannya bagi kehidupan akhiratnya. Adapun bagi yang
diberi limpahan harta kekayaan, dia berzuhud dengan segenap kemampuan dari
hartanya guna kepentingan Islam dan kaum muslimin. Harta yang disalurkan untuk
hal itu akan membawa kebaikan baginya dan tidak akan membinasakannya.
(asy-Syaikh Muhammad al-Imam, Tahdzirul Basyar, hlm. 95).
Menyikapi kehidupan dunia
dengan bimbingan syariat, niscaya akan menyelamatkan hamba dari tekanan
hedonisme. Seseorang tidak akan diperbudak oleh dunia, tidak pula silau
oleh kemilau dunia yang menipu. Dunia hanyalah tempat singgah sementara,
sedangkan kampung akhirat adalah tempat tujuan yang hakiki, tujuan nan abadi. “Adapun
kehidupan akhirat adalah lebih baik dan lebih kekal.” (al-A’la: 17). Saat
seseorang meninggalkan dunia fana ini menuju kampung akhirat, segenap harta
kekayaan yang telah dikumpulkan selama hidupnya tidak akan dibawanya, kecuali
kain kafan yang menyelimutinya. Hal ini dinyatakan oleh Rasulullah, “Orang yang
meninggal dunia itu diikuti oleh tiga hal: keluarganya, hartanya, dan amalnya.
Yang dua akan kembali, adapun yang satu tetap tinggal. Yang kembali adalah
keluarganya dan hartanya. Adapun yang tetap (bersamanya) adalah amalnya.” (HR.
al-Bukhari no. 6514 dan Muslim no. 5). Begitulah dunia, dia tidak akan selalu
bersama pemiliknya. Dia akan terpisah, meninggalkan pemiliknya. Kaum hedonis
amat sukar menerima kenyataan ini.
7.
DAMPAK
HEDONISME MASA KINI
Arus
globalisasi turut serta mendukung maraknya budaya hedonisme yang berkembang
pesat dilingkungan masyarakat Indonesia. Perkembangan paling pesat terlihat
dari kalangan mahasiswa, yang diposisikan sebagai golongan intelektual muda.
Hal tersebut yang menyebabkan terkikisnya budaya asli Indonesia dari waktu ke
waktu. Sesungguhnya keinginan untuk hidup senang dan mewah adalah sebagian dari
naluri semua manusia, tetapi hal tersebut tidak boleh dibiarkan membudaya dalam
masyarakat karena hal itu akan banyak menimbulkan dampak negatif. Sebenarnya
kita boleh gaul tapi jangan over, senang-senang juga tidak dilarang apalagi
bagi para pemuda pemudi tapi kesenangan itu jangan dilakukan setiap saat. Hedonisme rawan menimbulkan sifat
individualisme karena manusia cenderung akan bekerja keras untuk memenuhi
kesenangannya tanpa mempedulikan orang lain di sekitarnya.
DAMPAK
NEGATIF HEDONISME
•
Hedonisme membuat orang lupa akan tanggungjawabnya
karena apa yang dia lakukan semata-mata untuk mencari kesenangan diri. Jika
hal-hal tersebut mampu menggeser budaya bangsa Indonesia maka sedikit demi
sedikit Indonesia akan kehilangan jati diri yang sesungguhnya.
•
Manusia akan memprioritaskan kesenangan diri sendiri
dibanding memikirkan orang lain, sehingga menyebabkan hilangnya rasa
persaudaraa, cinta kasih dan kesetiakawanan sosial.
•
Sikap egoisme akan semakin membudaya, inilah bukti
hedonisme yang menjadi impian kebanyakan anak muda.
•
Semakin berkembangnya sistem kapitalis-sekuler karena
sistem inilah yang menyebabkan hedonisme berkembang secara pesat.
•
Merusak suatu sistem nilai kehidupan yang ada dalam
masyarakat sekarang, mulai sistem sosial, politik, ekonomi, hukum, pendidikan
sampai sistem pemerintahan.
•
Meningkatnya angka kriminalitas. Tindak kriminal yang
akhir-akhir ini marak terjadi kebanyakan dilatar belakangi oleh sifat hedonisme
manusia semata.
C.
PENUTUP
KESIMPULAN
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
sebagai berikut :
a. Paham
Hedonisme adalah paham yang bertentangan dengan Islam, yang artinya adalah
haram bagi kaum muslim menjadikannya sebagai bagian dari aktivitasnya. Dan juga
haram untuk meyakini bahwa hedonisme adalah sesuai Islam.
b. Kaum
muslim boleh mempelajari paham hedonisme dalam rangka untuk mengkritik dan juga
untuk memberikan kesalahan paham ini kepada kaum muslim yang lain.
c. Hedonisme
adalah derivasi (turunan) dari liberalisme. Sebuah pandangan hidup bahwa
kesenangan adalah segalanya, bahkan kehidupan itu sendiri. Bagi kaum hedonis,
hidup adalah meraih kesenangan materi: sesuatu yang bersifat semu, sesaat, dan
artifisial.
d. Perilaku
konsumtif merupakan suatu perilaku yang ditandai oleh adanya kehidupan mewah
dan berlebihan, penggunaan segala hal yang dianggap paling mahal dan memberikan
kepuasaan dan kenyamanan fisik sebesar-besarnya serta adanya pola hidup manusia
yang dikendalikan dan didorong oleh suatu keinginan untuk memenuhi hasrat
kesenangan semata-mata.
DAFTAR PUSTAKA
Albert E.
Avey.1954, Handbook in the History of Philosophy. New York: Barnes & Noble,
Inc. Hlm. 23.
Dr.
Fuad Farid Ismail., Dr. Abdul Hamid Mutawali. 2012. Cara Mudah Blajar Filsafat.
Jogjakarta: IRCISOD
Drs. A.
Susanto, M.Pd. 2011. Filsafat Ilmu: Suatu kajian dalam dimensi Ontologis,
Epistomologis dan Aksiologis.Jakarta: Bumi Aksara.
Eduard
Zeller.1957, Outlines of the History of Greek Philosophy. New York: Meridian
Books. Hlm. 129-133.
Franz
Magnis-Suseno.1997, 13 Tokoh Etika. Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 49-50.
Franz
Magnis-Suseno.1987, Etika Dasar; Masalah-masalah pokok Filsafat Moral.
Yogyakarta: Kanisius. Hlm. 114.
Haditomo,
Siti Rahayu dkk.2006.PSIKOLOGI PERKEMBANGAN.Jogjakarta : Gadjah Mada
Universiti Press
Henk ten
Napel.2009, Kamus Teologi. Jakarta: BPK Gunung Mulia. Hlm. 158.
http://purplenitadyah.wordpress.com/2012/05/05/hedonisme/
Kattsoff,Louis O.2004.PENGANTAR
FILSAFAT.Jogjakarta:Tiara Wacana
Lorens
Bagus.2000, Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia. Hlm. 282.
Sensa, Muhammad
Djarot.2005.KOMUNIKASI QUR’ANIYAH.Bandung: Pustaka Islamika
0 komentar:
Posting Komentar