BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Al-Qur’an merupakan sumber pendidikan
dan ilmu pengetahuan yang mengajarkan manusia dengan bahasanya yang lemah
lembut, balaghoh yang indah, sehingga al-Qur’an membawa dimensi baru terhadap
pendidikan dan berusaha mengajak para ilmuwan untuk menggali maksud
kandungannya agar manusia lebih dekat kepada-Nya.
Petunjuk pendidikan
dalam al-Qur’an tidak terhimpun dalam kesatuan pragmen tetapi ia diungkapkan
dalam berbagai ayat dan surat al-Qur’an, sehingga untuk menjelaskannya perlu
melalui tema-tema pembahasan yang relevan dan ayat-ayat yang memberikan
informasi-informasi pendidikan yang dimaksud.
Al-Qur’an
mengintroduksikan dirinya sebagai pemberi petunjuk kepada jalan yang lebih
lurus (Q.S. Al-Israa: 19)
وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ
وَسَعَى لَهَا سَعْيَهَا وَهُوَ مُؤْمِن ٌ فَأُوْلَائِكَ كَانَ سَعْيُهُمْ مَشْكُورا
ً
“Dan
berapa banyaknya kaum sesudah Nuh telah Kami binasakan. Dan cukupkan Tuhanmu
Maha Mengetahui lagi Maha Melihat dosa hamba-hamba-Nya.”
Petunjuk-petunjuknya
bertujuan memberi kesejahteraan dan kebahagiaan bagi manusia, baik secara
pribadi maupun kelompok, dan karena itu ditemukan petunjuk-petunjuk bagi
manusia dalam kedua bentuk tersebut.
Muhammad
Rasulullah dipandang sukses dalam mendidik masyarakatnya menjadi masyarakat
yang berbudi tinggi dan akhlak mulia. Pada mulanya masyarakat Arab adalah
masyarakat jahiliyah, sehingga perkataan primitif tidak cukup untuk
menggambarkannya, hingga datang Rasulullah yang membawa mereka untuk
meninggalkan kejahiliahan tersebut dan mencapai suatu bangsa yang berbudaya dan
berkepribadian yang tinggi, bermoral serta memberi pengetahuan.
Al-Qur’an memberi petunjuk atau arah, jalan yang lurus mencapai kebahagiaan bagi manusia, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 16:
Al-Qur’an memberi petunjuk atau arah, jalan yang lurus mencapai kebahagiaan bagi manusia, sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 16:
يَهْدِي بِهِ اللَّهُ مَنِ اتَّبَعَ رِضْوَانَه
ُُ سُبُلَ السَّلاَمِ وَيُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِه ِِ
وَيَهْدِيهِمْ إِلَى صِرَاط ٍ مُسْتَقِيم
“Dengan
kitab itulah Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keridaan-Nya ke jalan
keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu
dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus.”
Nabi Muhammad Saw
sebagai utusan Allah untuk manusia di bumi ini di beri kuasa oleh Allah sebagai
penerima wahyu, yang diberi tugas untuk mensucikan dan mengajarkan manusia
sebagaimana dalam surat al-Baqarah ayat 151. Dalam ayat tersebut mensucikan
diartikan dengan mendidik, sedang mengajar tidak lain kecuali mengisi benak
anak didik dengan pengetahuan yang berkaitan dan metafisika dan fisika.
Tujuan yang ingin
dicapai dengan pembacaan, penyucian dan pengajaran tersebut adalah pengabdian
kepada Allah, sejalan dengan tujuan penciptaan manusia dalam surat
Al-Dzariyat(51) ayat 56:
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ
وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُونِ
“Dan
aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku”
Maksudnya Allah tidak
menciptakan jin dan manusia kecuali untuk menjadikan tujuan akhir atau hasil
segala aktivitasnya sebagai pengabdian kepada Allah (M. Quraish Shihab, 1994:
172).
Pada makalah ini akan
dibahas konsep pendidikan menurut Al-Qur’an .
BAB
II
KONSEP
PENDIDIKAN MENURUT AL-QUR’AN
A. Pengertian
Konsep dan Pendidikan
Konsep berasal dari bahasa Inggris
“concept” yang berarti “ide yang mendasari sekelas sesuatu objek”,dan “gagasan
atau ide umum”. Kata tersebut juga berarti gambaran yang bersifat umum atau
abstrak dari sesuatu (A.S. Hornby, A.P. Cowie (Ed), 1974: 174)
Dalam kamus Bahasa
Indonesia, konsep diartikan dengan (1) rancangan atau buram surat tersebut. (2)
Ide atau pengertian yang diabstrakkan dari peristiwa konkrit (3) gambaran
mental dari objek, proses ataupun yang ada diluar bahasa yang digunakan untuk
memahami hal- hal lain (Tim Penyusun, 1989: 456).
Sedangkan pengertian
pendidikan menurut Mohamad Natsir adalah suatu pimpinan jasmani dan ruhani
menuju kesempurnaan kelengkapan arti kemanusiaan dengan arti sesungguhnya
(Mohamad Natsir, 1954: 87).
Menurut Undang-undang
Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Bab 1 ayat 1, pendidikan adalah usaha
sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU Sisdiknas no. 20 th.
2003)
Kemudian pengertian
pendidikan Islam antara lain menurut Dr. Yusuf Qardawi sebagaimana dikutip
Azyumardi Azra memberi pengertian pendidikan Islam yaitu pendidikan manusia
seutuhnya, akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya, akhlak dan keterampilannya.
Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk hidup dan menyiapkan untuk
menghadapi masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis pahitnya
(Azyumardi Azra, 2000: 5)
Endang Saefuddin
Anshari memberi pengertian secara lebih tehnis, pendidikan Islam sebagai proses
bimbingan (pimpinan, tuntunan dan usulan) oleh subyek didik terhadap
perkembangan jiwa (pikiran, perasaan, kemauan, intuisi), dan raga obyek didik
dengan bahan-bahan materi tertentu, pada jangka waktu tertentu, dengan metode
tertentu dan dengan alat perlengkapan yang ada ke arah terciptanya pribadi
tertentu disertai evaluasi sesuai ajaran Islam (Endang Saefuddin,1976: 85) Pendidikan
Islam adalah suatu proses pembentukan individu berdasarkan ajaran-ajaran Islam
yang diwahyukan Allah SWT kepada Muhammad Saw (Azyumardi Azra, 1998: 5)
Sedangkan menurut hasil
rumusan Seminar Pendidikan Islam se-Indonesia tahun 1960, memberikan pengertian
pendidikan Islam sebagai: “bimbingan terhadap pertumbuhan rohani dan jasmani
menurut ajaran Islam dengan hikmah mengarahkan, mengajarkan, melatih, mengasuh
dan mengawasi berlakunya semua ajaran Islam.”(Muzayyin Arifin, 2003: 15)
Berdasarkan beberapa
pengertian diatas, terdapat perbedaan antara pengertian pendidikan secara umum
dengan pendidikan Islam. Pendidikan secara umum merupakan proses pemindahan
nilai-nilai budaya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perbedaan
tersebut dalam hal nilai-nilai yang dipindahkan (diajarkan). Dalam pendidikan
Islam, nilai-nilai yang dipindahkan berasal dari sumber-sumber nilai Islam
yakni Al-Qur’an, Sunah dan Ijtihad.
Jadi, pendidikan Islam
merupakan proses bimbingan baik jasmani dan rohani berdasarkan ajaran-ajaran
agama Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian muslim sesuai dengan
ukuran-ukuran Islam.
B. Konsep
Pendidikan Menurut Al-Qur’an
Merujuk kepada informasi al-Qur’an
pendidikan mencakup segala aspek jagat raya ini, bukan hanya terbatas pada
manusia semata, yakni dengan menempatkan Allah sebagai Pendidik Yang Maha
Agung. Konsep pendidikan al-Qur’an sejalan dengan konsep pendidikan Islam yang
dipresentasikan melalui kata tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Tarbiyah berasal dari
kata Robba, pada hakikatnya merujuk kepada Allah selaku Murabby (pendidik)
sekalian alam. Kata Rabb (Tuhan) dan Murabby (pendidik) berasal dari akar kata
seperti termuat dalam ayat al-Qur’an:
وَاخْفِضْ لَهُمَا
جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرا
ً
“Dan
rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan
ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka
berdua telah mendidik aku waktu kecil". (Q.S. Al-Israa:24)
Menurut Syed Naquib
Al-Attas, al-tarbiyah mengandung pengertian mendidik, memelihara menjaga dan
membina semua ciptaan-Nya termasuk manusia, binatang dan tumbuhan (Jalaluddin,
2003: 115). Sedangkan Samsul Nizar menjelaskan kata al-tarbiyah mengandung arti
mengasuh, bertanggung jawab, memberi makan, mengembangkan, memelihara,
membesarkan, menumbuhkan dan memproduksi baik yang mencakup kepada aspek
jasmaniah maupun rohaniah (Samsul Nizar, 2001, 87).
Kata Rabb di dalam
Al-Qur’an diulang sebanyak 169 kali dan dihubungkan pada obyek-obyek yang
sangat banyak. Kata Rabb ini juga sering dikaitkan dengan kata alam, sesuatu
selain Tuhan. Pengkaitan kata Rabb dengan kata alam tersebut seperti pada surat
Al-A’raf ayat 61:
قَالَ يَاقَوْمِ لَيْسَ
بِي ضَلاَلَة ٌ وَلَكِنِّي رَسُول ٌ مِنْ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“ Nuh menjawab: Hai kaumku, tak ada padaku
kesesatan sedikitpun tetapi aku adalah utusan Tuhan semesta alam.”
Pendidikan diistilahkan
dengan ta’dib, yang berasal dari kata kerja “addaba” . Kata al-ta’dib
diartikan kepada proses mendidik yang lebih tertuju pada pembinaan dan
penyempurnaan akhlak atau budi pekerti peserta didik (Samsul Nizar, 2001: 90).
Kata ta’dib tidak
dijumpai langsung dalam al-Qur’an, tetapi pada tingkat operasional, pendidikan
dapat dilihat pada praktek yang dilakukan oleh Rasulullah. Rasul sebagai
pendidik agung dalam pandangan pendidikan Islam, sejalan dengan tujuan Allah
mengutus beliau kepada manusia yaitu untuk menyempurnakan akhlak (Jalaluddin, 2003:
125). Allah juga menjelaskan, bahwa sesungguhnya Rasul adalah sebaik-baik
contoh teladan bagi kamu sekalian.
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ
فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَة ٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ
الآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرا
“Sesungguhnya
telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah.”(Q.S. Al-Ahzab, 21)
Selanjutnya
Rasulullah Saw meneruskan wewenang dan tanggung jawab tersebut kepada kedua
orang tua selaku pendidik kodrati. Dengan demikian status orang tua sebagai
pendidik didasarkan atas tanggung jawab keagamaan, yaitu dalam bentuk kewajiban
orang tua terhadap anak, mencakup memelihara dan membimbing anak, dan
memberikan pendidikan akhlak kepada keluarga dan anak-anak.
Pendidikan disebut
dengan ta’lim yang berasal dari kata ‘alama berkonotasi pembelajaran yaitu
semacam proses transfer ilmu pengetahuan. Dalam kaitan pendidikan ta’lim
dipahami sebagai sebagai proses bimbingan yang dititikberatkan pada aspek
peningkatan intelektualitas peserta didik (Jalaluddin, 2003: 133). Proses
pembelajaran ta’lim secara simbolis dinyatakan dalam informasi al-Qur’an ketika
penciptaan Adam As oleh Allah Swt. Adam As sebagai cikal bakal dari makhluk
berperadaban (manusia) menerima pemahaman tentang konsep ilmu pengetahuan
langsung dari Allah Swt, sedang dirinya (Adam As) sama sekali kosong.
Sebagaimana tertulis dalam surat al-Baqarah ayat 31 dan 32:
وَعَلَّمَ آدَمَ الأَسْمَاءَ
كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلاَئِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ
هَاؤُلاَء إِنْ كُنتُمْ صَادِقِينَ
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.”
“Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu memang orang-orang yang benar.”
قَالُوا سُبْحَانَكَ
لاَ عِلْمَ لَنَا إِلاَّ مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
“
Mereka menjawab, “Maha suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa
yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah yang Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Dari
ketiga konsep diatas, terlihat hubungan antara tarbiyah, ta’lim dan ta’dib.
Ketiga konsep tersebut menunjukkan hubungan teologis (nilai tauhid) dan
teleologis (tujuan) dalam pendidikan Islam sesuai al-Qur’an yaitu membentuk
akhlak al-karimah
Penjelasan dari ayat
diatas, makna Dia yakni Allah mengajar Adam nama-nama benda seluruhnya, yakni
memberinya potensi pengetahuan tentang nama-nama atau kata-kata yang digunakan
menunjuk benda-benda, atau mengajarkannya mengenal fungsi benda-benda.
Ayat ini
menginformasikan bahwa manusia dianugerahi potensi untuk mengetahui nama
atau fungsi dan karakteristik benda-benda, misalnya fungsi api, fungsi angin dan
sebagainya. Dia juga dianugerahi potensi untuk berbahasa. Sistem pengajaran
bahasa kepada manusia (anak-anak) bukan dimulai dengan mengajarkan kata kerja,
tetapi mengajarnya terlebih dahulu nama-nama (yang mudah), seperti ini papa,
ini mama, itu pena, itu pensil dan sebagainya. Itulah sebagian makna yang
dipahami oleh para ulama dari firman-Nya: Dia mengajar Adam nama-nama (benda)
seluruhnya.(M.Quraish Shihab, vol.1, 2002: 146)
Bagi ulama-ulama yang
memahami pengajaran nama-nama kepada Adam As, dalam arti mengajarkan kata-kata,
diantara mereka ada yang berpendapat bahwa kepada beliau dipaparkan benda-benda
itu, dan pada saat yang sama beliau mendengar suara yang menyebut nama benda
yang dipaparkan itu. Ada juga yang berpendapat bahwa Allah mengilhamkan kepada
Adam As nama benda itu pada saat dipaparkannya sehingga beliau memiliki
kemampuan untuk memberi kepada masing-masing benda nama-nama yang membedakannya
dari benda-benda yang lain. Pendapat ini lebih baik dari pendapat pertama. Ia
pun tercakup oleh kata mengajar karena mengajar tidak selalu dimaknakan
menyampaikan suatu kata atau idea, tetapi dapat juga berarti mengasah potensi
yang dimilki peserta didik sehingga pada akhirnya potensi itu terasah dan dapat
melahirkan aneka pengetahuan.
Apapun tafsiran ayat tersebut, namun yang pasti salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan apa yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga mengantarkannya untuk mengetahui. Kemampuan manusia merumuskan idea dan memberi nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.(M. Quraish Shihab, vol.1,2002, 147)
Apapun tafsiran ayat tersebut, namun yang pasti salah satu keistimewaan manusia adalah kemampuannya mengekspresikan apa yang terlintas dalam benaknya serta kemampuannya menangkap bahasa sehingga mengantarkannya untuk mengetahui. Kemampuan manusia merumuskan idea dan memberi nama bagi segala sesuatu merupakan langkah menuju terciptanya manusia berpengetahuan dan lahirnya ilmu pengetahuan.(M. Quraish Shihab, vol.1,2002, 147)
Kata al-‘alim terambil
dari akar kata ‘ilm berarti menjangkau sesuatu sesuai dengan keadaannya yang
sebenarnya. Bahasa Arab menggunakan semua kata yang tersusun dari huruf ‘ain,
lam dan mim dalam berbagai bentuknya untuk menggambarkan sesuatu yang
sedemikian jelas sehingga tidak menimbulkan keraguan. Allah Swt menamai dirinya
“alim karena pengetahuan-Nya yang amat jelas sehingga terungkap baginya hal-hal
yang sekecil-kecilnya apapun.
Pengetahuan semua makhluk bersumber dari pengetahuan-Nya. “Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S. al-Baqarah, 255)
Pengetahuan semua makhluk bersumber dari pengetahuan-Nya. “Allah mengetahui apa-apa yang dihadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.” (Q.S. al-Baqarah, 255)
Melalui informasi ayat
diatas, diketahui bahwa pengetahuan yang dianugerahkan Allah Swt kepada Adam
As, atau potensi untuk mengetahui segala sesuatu dari benda-benda dan fenomena
alam merupakan bukti kewajaran Adam As menjadi khalifah di muka bumi ini.
Kekhalifahan di bumi
adalah kekhalifahan yang bersumber dari Allah Swt, yang antara lain bermakna
melaksanakan apa yang dikehendaki Allah menyangkut bumi ini. Dengan demikian
pengetahuan atau potensi yang dianugerahkan Allah itu merupakan syarat
sekaligus modal utama untuk mengelola bumi ini. Tanpa pengetahuan atau
pemanfaatan potensi berpengetahuan, maka tugas kekhalifahan manusia akan gagal,
walau dia tekun beribadah kepada Allah Swt, serupa dengan sujud dan ketaatan
malaikat. Akhirnya, Allah Swt, bermaksud menegaskan bahwa bui tidak dikelola
semata-mata hanya dengan tasbih dan tahmid tetapi dengan amal ilmiah dan ilmu
amaliyah.
Dari surat Luqman ayat
13-14, Allah menjelaskan cara menetapkan aqidah kepada anak, bertauhid,
mengesakan Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu selain Allah.
Masalah tauhid dikaitkan dengan hubungan antara orang tua dan anak. Allah
mengingatkan betapa penting dan dominan peran orang tua dalam menanamkan
nilai-nilai tauhid dalam diri anak-anak.
Pendidikan dalam ayat
tersebut sejalan dengan konsep pendidikan tarbiyah yang menitikberatkan pada
pelaksanaan nilai-nilai Ilahiyat yang bersumber dari Allah selaku Rabb
al-‘Alamin. Dalam hubungan anatar manusia, tugas penyampaian nilai-nilai ajaran
itu dibebankan kepada orang tua, sedangkan para pendidik tak lebih hanyalah
sebagai tenaga professional yang mengemban tugas berdasarkan keparcayaan para
orang tua.
Secara garis besar
nasehat dalam ayat tersebut berisi tentang hal-hal berikut, (Jalaluddin, 2003:
121):
1. Masalah
ketauhidan, yaitu larangan menyekutukan Allah. Walaupun seandainya perintah
menyekutukan Allah datang dari orang tua (ibu dan bapak), maka perintah
tersebut tetap harus ditolak.
2. Kewajiban
anak untuk berbakti kepada ibu bapaknya dengan cara berlaku santun dan lemah
lembut.
3. Menyangkut
misi utama kemanusiaan, yaitu berupa kewajiban menegakkan amar ma’ruf dan nahi
munkar.
4. Membangun
hubungan manusia dengan melakukan perbuatan baik, sikap dan perilaku dalam
pergaulan, serta kesedehanaan dalam berkomunikasi dengan sesama.
Pada
ayat ke 14, nasehat tersebut menekankan kepada anak agar senantiasa mengormati
ibu terlebih dahulu, ini disebabkan karena ibu telah melahirkannya dengan susah
payah, kemudian memeliharanya dengan kasih sayang yang tulus ikhlas, sehingga
ibu berpotensi untuk tidak dihiraukan oleh anak karena kelamahan ibu yang
berbeda dengan bapak. Di sisi lain peranan bapak dalam konteks kelahiran anak
lebih ringan di banding dengan peranan ibu. (M. Quraish Shihab, vol.11, 2002,
129). Tetapi keduanya tetaplah orang tua yang mempunyai tugas utama dalam
mendidik anak sehingga proses kedewasaan.
Para pakar ilmu pendidikan menjelaskan bahwa usaha
pendidikan adalah usaha sadar yang dilaksanakan oleh seseorang yang menghayati
tujuan pendidikan. Berarti bahwa tugas pendidikan dibebankan kepada seseorang
yang lebih dewasa dan matang, yaitu orang yang mempunyai integritas kepribadian
dan kemampuan yang profesional (Umar Shihab, 2005: 169)
Isi nasehat keempat diatas mengantarkan
pada kejelasan makna bahwa ada patokan fundamental tentang pendidikan dalam
al-Qur’an. Pendidikan dapat disimpulkan sebagai suatu peristiwa komunikasi yang
berlangsung dalam situasi dialogis antara manusia untuk mencapai tujuan
tertentu (Umar Shihab, 2005: 154)
Berdasarkan uraian di atas, dapat
disimpulkan konsep pendidikan menurut Al-Qur’an diarahkan pada upaya menolong
anak didik agar dapat melaksanakan fungsinya mengabdi kepada Allah. Seluruh
potensi yang dimiliki anak didik yaitu potensi intelektual, jiwa dan jasmani
harus di bina secara terpadu dalam keselarasan, keserasian dan keseimbangan
yang tergambar dalam sosok manusia seutuhnya.
BAB
III
PENUTUP
A.Simpulan
Pendidikan Islam yang sejalan dengan
konsep pendidikan menurut al-Qur’an terangkum dalam tiga konsep yaitu pendidikan
tarbiyah, ta’lim dan ta’dib. Pendidikan dalam konsep tarbiyah lebih menerangkan
pada manusia bahwa Allah memberikan pendidikan melalui utusan-Nya yaitu
Rasulullah Saw dan selanjutnya Rasul menyampaikan kepada para ulama, kemudian
para ulama menyampaikan kepada manusia. Sedangkan pendidikan dalam konsep
ta’lim merupakan proses tranfer ilmu pengetahuan untuk meningkatkan
intelektualitas peserta didik. Kemudian ta’dib merupakan proses mendidik yang
lebih tertuju pada pembinaan akhlak peserta didik.
Konsep pendidikan
menurut al-Qur’an terangkum dalam ayat-ayat yang berhubungan dengan pendidikan
di dalam Kitab al-Qur’an itu sendiri seperti pada ayat-ayat yang telah
dijelaskan yaitu surat al-Baqarah ayat 31-34, 129, dan 151 menjelaskan tentang
pelajaran yang diberikan Allah kepada Nabi Adam As, dan pokok-pokok pendidikan
yang diberikan Rasul kepada umatnya. Surat Luqman ayat 13-14 berisi tentang
konsep pendidikan utama yakni pendidikan orang tua terhadap anak.
DAFTAR
PUSTAKA
Anshari, Endang Saefuddin, Pokok-Pokok Pikiran tentang Islam, Usaha Enterprise,
Jakarta: 1976
Azra,
Azyumardi, Pendidikan Islam, Tradisi dan
Modernisasi Menuju Milenium
Baru, Jakarta:
Logos, Wacana Ilmu
-------,
Esei-esei Intelektual Muslim dan
Pendidikan Islam, Jakarta: Logos, Wacana
Ilmu, 1998
Arifin, Muzayyin, Filsafat Pendidikan Islam, Jakarta: Bumi Aksara, 2003
Cowie,
Hornby, Oxford Advanced Learners
Dictionary of Current English,
London:Oxford University Press, 1974
Departemen
Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an dan
Terjemahannya, Bandung,
Gema Risalah Press, 1992
Jalaluddin, Teologi Pendidikan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2003
Natsir, Muhammad, Kapita Selekta, Bandung, Gravenhage, 1954
Nizar,
Samsul, Pengantar Dasar-Dasar Pemikiran
Pendidikan Islam, Jakarta: Gaya
Media Pratama, 2001
Redaksi Penerbit, Standar Nasional Pendidikan, Jakarta: Asa Mandiri, 2006
Shihab,
Umar, Kontekstualitas Al-Qur’an; Kajian
Tematik Atas Ayat-Ayat Hukum
Dalam
Al-Qur’an,
Jakarta: Penamadani, 2005
Shihab,
Quraish, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan
dan Keserasian Al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati, 2002 Vol. 1
--------,
Tasfir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan
Keserasian Al-Qur’an, Jakarta: Lentera
Hati, 2002, vol. 11
--------, Membumikan Al-Qur’an, Bandung, Mizan: 1994
Tim
Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar
Bahasa
Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1989
0 komentar:
Posting Komentar