Silahkan Download Materi Lengkap "DISINI"
PENGERTIAN, RUANG LINGKUP DAN
OBJEK KAJIAN FILSAFAT ILMU
Dosen Pengampu:
Lalu Muhammad Nurul Wathoni[1]
lalu.wathan@gmail.com/
082389421945
PENDAHULUAN
Perkembangan ilmu[2]
pengetahuan yang semakin pesat sekarang ini, tidaklah menjadikan manusia
berhenti untuk mencari kebenaran. Justru sebaliknya, semakin menggiatkan
manusia untuk terus mencari dan mencari kebenaran yang berlandaskan teori-teori
yang sudah ada sebelumnya untuk menguji sesuatu teori baru atau menggugurkan
teori sebelumnya. Sehingga manusia sekarang lebih giat lagi melakukan
penelitian-penelitian yang bersifat ilmiah untuk mencari solusi dari setiap
permasalahan yang dihadapinya. Karena itu bersifat statis, tidak kaku,
artinya ia tidak akan berhenti pada satu titik, tapi akan terus berlangsung
seiring dengan waktu manusia dalam memenuhi rasa keingintahuannya terhadap
dunianya.[3]
Pengetahuan merupakan hasil proses dari usaha manusia untuk tahu.
Berbedanya cara dalam mendapatkan pengetahuan tersebut serta tentang apa yang
dikaji oleh pengetahuan tersebut membedakan antara jenis pengetahuan yang satu
dengan yang lainnya. Pengetahuan dikembangkan manusia disebabkan dua hal utama
yakni, pertama, manusia mempunyai bahasa yang mampu mengkomunikasikan informasi
dan jalan pikiran yang melatarbelakangi informasi tersebut. Kedua adalah
kemampuan berpikir menurut suatu alur kerangka berpikir tertentu. Secara garis
besar cara berpikir seperti ini disebut penalaran. Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap
metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan
dipergunakan secara umum.
Filsafat ilmu adalah bagian dari filsafat
yang menjawab beberapa pertanyaan mengenai hakikat ilmu. Bidang ini
mempelajari dasar-dasar filsafat, asumsi dan implikasi dari ilmu, yang termasuk
di dalamnya antara lain ilmu alam dan ilmu sosial. Di sini, filsafat ilmu
sangat berkaitan erat dengan epistemologi dan ontologi.
Filsafat ilmu berusaha untuk dapat menjelaskan masalah-masalah seperti: apa dan
bagaimana suatu konsep dan pernyataan dapat disebut sebagai ilmiah, bagaimana
konsep tersebut dilahirkan, bagaimana ilmu dapat menjelaskan, memperkirakan
serta memanfaatkan alam melalui teknologi, cara menentukan validitas dari sebuah informasi,
formulasi dan penggunaan metode ilmiah; macam-macam penalaran yang dapat
digunakan untuk mendapatkan kesimpulan; serta implikasi metode dan model ilmiah
terhadap masyarakat dan terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri.[4]
Sesungguhnya objek material logika
adalah manusia itu sendiri, sedangkan objek formalnya ialah kegiatan akal budi
untuk melakukan penalaran yang lurus, tepat, dan teratur yang terlihat lewat
ungkapan pikirannya yang diwujudkan dalam bahasa. Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan
itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun secara sistematis dengan
metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia,
dunia, dan akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat
tentang alam (kosmologi), dan filsafat tentang akhirat (teologi – filsafat
ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti dengan kata
Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah,
saling berkaitan juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat
dilepaskan dari yang lain.
PEMBAHASAN
A.
Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu merupakan
bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji
hakikat ilmu (pengetahuan ilmiah). Ilmu merupakan cabang
pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri tertentu. [5]
Filsafat ilmu merupakan telaah secara filsafat yang ingin menjawab beberapa
pertanyaan mengenai hakikat ilmu seperti, objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana ujud yang hakiki objek
tersebut? Bagaimana hubungan antara objek dengan daya tangkap manusia (seperti
berpikir, merasa dan mengidera) yang membuahkan pengetahuan?[6]
Filsafat termasuk ilmu
pengetahuan yang paling luas cakupannya, karena itu titik tolak untuk memahami
dan mengerti filsafat adalah meninjau dari segi etimologis dan terminologis.
Tinjauan secara etimologi dan terminologi adalah membahas pengertian secara
bahasa dan istilah atau kata dari segi asal usul dan pendapat dari kata itu. Oleh
karena itu pengertian filsafat ilmu dapat ditinjau dari dua segi yakni secara
etimologi dan terminologi. Akan tetapi sebelum membahas masalah pengertian
filsafat ilmu akan lebih baiknya kita mengetahui apa itu pengertian dari
filsafat dan ilmu.
1.
Pengertian Filsafat
Filsafat[7]
secara etimologis
berasal berasal dari bahasa Yunani yaitu philosophia. Kata
philosopia terdiri atas kata philein yang berarti cinta (love)
dan sophia yang berarti kebijaksanaan (wisdom), sehingga secara
etimologi filsafat berarti cinta kebijaksanaan (love of wisdom) dalam
arti yang khusus dari seorang filsuf adalah pecinta atau pencari kebijaksanaan.
Kata filsafat pertama kali digunakan oleh Pyhthagoras (496-582 SM)..[8]
Istilah filsafat dalam
bahasa Indonesia memiliki pada kata falsafah dari bahasa Arab, philosopy
dari bahasa Inggris, philosophia dari bahasa Latin dan philosophie
dari bahasa Jerman, Belanda dan Perancis. Semua istilah itu bersumber pada
istilah Yunani philosophia, yaitu philein berarti mencintai, sedangkan
philos berarti teman. Selanjutnya, istilah sophos berarti bijaksana,
sedangkan sophia berarti kebijaksanaan.[9]
Secara terminologi pengertian filsafat menurut para filsuf sangat beragam,
Al-Farabi[10]
mengartikan filsafat adalah
ilmu yang menyelidiki hakikat yang sebenarnya dari segala yang ada اَلْعِلمُ بِالْمَوْجُوْدَات بِمَحِيَ
اَلْمَوْجُوْدَات (ilmu
itu ada, dengan kehidupan yang ada). Ibnu Rusyd mengartikan filsafat
sebagai ilmu yang perlu dikaji oleh manusia karena dia dikaruniai akal. Francis Bacon[11]
filsafat merupakan
induk agung dari ilmu-ilmu, dan filsafat menangani semua pengetahuan sebagai
bidangnya. Immanuel Kant[12]
filsafat sebagai ilmu yang menjadi pokok pangkal dari segala
pengetahuan yang di dalamnya mencakup masalah epistimologi yang menjawab
persoalan apa yang dapat kita ketahui. Aristoteles[13]
mengartikan filsafat sebagai ilmu yang meliputi kebenaran yang terkandung di
dalamnya ilmu-ilmu metafisika, logika, retorika, etika, ekonomi, politik, dan
estetika. Adapun Rene
Descartes[14]
mengartikan filsafat sebagai kumpulan segala pengetahuan, di mana Tuhan, alam dan manusia menjadi pokok
penyelidikan.[15]
Robert Ackermann Filsafat ilmu dalam suatu segi adalah sebuah tinjauan
kritis tentang pendapat-pendapat ilmiah dewasa ini dengan perbandingn terhadap
pendapat-pendapat lampau yang telah dibuktikan atau dalam kerangka
ukuran-ukuran yang dikembangkan dari pendapat-pendapat demikian itu, tetapi
filsafat ilmu demikian bukan suatu cabang yang bebas dari praktek ilmiah
senyatanya.
Jadi dapat disimpulkan bahwa pengertian filsafat adalah ilmu pengetahuan
yang menelaah
segala sesuatu yang ada secara mendasar dan mendalam dengan mempergunakan akal sampai pada hakikatnya.
Filsafat bukannya mempersoalkan gejala-gejala atau fenomena, akan tetapi
mencari hakikat dari fenomena tersebut dengan kata lain filsafat adalah pangkal
dari segala ilmu yang ada dalam pemikiran manusia.
2. Pengertian
Ilmu
Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu ‘alima, ya’lamu, ilman dengan wazan
fa’ila, yaf’alu, fa’lan yang berarti mengerti, memahami benar-benar. Dalam
bahasa Inggris ilmu disebut science, dari bahasa latin scientia-scire
(mengetahui), dan dalam bahasa Yunani adalah episteme.
Ilmu, sains, atau ilmu pengetahuan adalah seluruh usaha sadar untuk
menyelidiki, menemukan, dan meningkatkan pemahaman manusia
dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi agar
dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu bukan sekadar pengetahuan (knowledge), tetapi
merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori yang
disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode yang
diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.[16]
Ilmu merupakan salah
satu dari buah pemikiran manusia dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Ilmu
merupakan salah satu dari pengetahuan manusia. Untuk bisa menghargai ilmu
sebagaimana mestinya sesungguhnya kita harus mengerti apakah hakekat ilmu itu
sebenarnya. Seperti kata pribahasa Prancis “mengerti berarti memaafkan
segalanya”. Tujuan utama kegiatan keilmuan adalam mencari pengetahuan yang
bersifat umum dalam bentuk teori, hukum, kaidah, asas dan sebagainya.[17]
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli di antaranya adalah:
- Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mendefinisikan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik.
- Ashley Montagu, Guru Besar Antropolog di Rutgers University menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
- Afanasyef, seorang pemikir marxist bangsa Rusia mendefinisikan ilmu sebagai pengetahuan manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran.
Dari beberapa pendapat tentang ilmu menurut para ahli tersebut, dapat
disimpulkan bahwa ilmu adalah sebagian pengetahuan yang mempunyai ciri, tanda,
syarat tertentu yaitu sistematik, rasional, empiris, universal, objektif, dapat
diukur, terbuka dan kumulatif.
3.
Pengertian Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu ialah
penyelidikan tentang ciri-ciri pengetahuan ilmiah dan cara-cara untuk
memperolehnya. Dengan kata lain, filsafat ilmu sesungguhnya merupakan suatu
penyelidikan lanjutan. Karena, apabila para penyelenggara melakukan
menyelidikan terhadap objek-objek serta masalah-masalah yang berjenis khusus
dari masing-masing ilmu itu sendiri, maka orangpun dapat melakukan penyelidikan
lanjutan terhadap kegiatan-kegiatan ilmiah tersebut. Dengan mengalihkan
perhatian dari objek-objek yang sebenarnya dari penyelidikan ilmiah kepada
proses penyelidikannya sendiri, maka muncullah suatu matra baru.[18]
Filsafat ilmu dapat
dibedakan menjadi dua yaitu filsafat ilmu dalam arti luas dan sempit, filsafat
ilmu dalam arti luas yaitu menampung permasalahan yang menyangkut hubungan luar
dari kegiatan ilmiah, sedangkan dalam arti sempit yaitu menampung permasalahan
yang bersangkutan dengan hubungan dalam yang terdapat di dalam ilmu. Banyak
pendapat yang memiliki makna serta penekanan yang berbeda tentang filsafat
ilmu. Menurut Prof. Dr. Conny R. Semiawan, dkk mengartikan filsafat ilmu dalam
empat titik pandang yaitu mengelaborasikan implikasi yang lebih luas dari ilmu,
mengasimilasi filsafat ilmu dengan sosiologi, suatu sistem yang di dalamnya
konsep dan teori tentang ilmu dianalisis dan diklasifikasi, dan suatu patokat
tingkat kedua yang dapat dirumuskan antara doing science dan thinking tentang
bagaimana ilmu harus dilakukan.
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli di antaranya adalah:[19]
- Robert Akermann, filsafat ilmu adalah sebuah tinjauan kritis tentang pendapat-pedapat ilmiah dewasa ini yang dibandingkan pendapat-pendapat terdahulu yang telah dibuktikan.
- Leswi White Beck, filsafat ilmu itu mempertanyakan dan menilai metode-metode pemikiran ilmiah, serta mencoba menetapkan nilai dan pentingnya usaha ilmiah sebagai suatu keseluruhan.
- Cornelius Benjamin, filsafat ilmu merupakan cabang pengetahuan filsafati yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar ilmu, metode-metodenya, konsep-konsepnya serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang intelektual.
- May Brodbeck, filsafat ilmu itu sebagai analisis yang netral secara etis dan filsafati, pelukisan dan penjelasan mengenai landasan-landasan ilmu.
- The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi dari kehidupan manusia.
Untuk mendapatkan
gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapat dirangkum menjadi tiga
yaitu:
1.
Suatu telaah kritis terhadap
metode yang digunakan oleh ilmu tertentu,
2.
Upaya untuk mencari kejelasan
mengenai dasar-dasar konsep mengenai ilmu dan upaya untuk membuka tabir dasar-dasar
keempirisan, kerasionalan, dan kepragmatisan, dan
3.
Studi gabungan yang terdiri atas
beberapa studi yang beraneka macam yang ditunjukkan untuk menetapkan batas yang
tegas mengenai ilmu tertentu.
B.
Persamaan dan Perbedaan Filsafat dan Ilmu
Persamaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut :
- Keduanya mencari rumusan yang sebaik-baiknya menyelidiki objek selengkap-lengkapnya sampai ke akar-akarnya.
- Keduanya memberikan pengertian mengenai hubungan yang ada antara kejadian-kejadian yang kita alami dan mencoba menunjukkan sebab-sebabnya.
- Keduanya hendak memberikan sintesis, yaitu suatu pandangan yang bergandengan.
- Keduanya mempunyai metode dan sistem.
- Keduanya hendak memberikan penjelasan tentang kenyataan keseluruhan timbul dari hasrat manusia, akan pengetahuan yang lebih mendasar.
Adapun perbedaan filsafat dan ilmu adalah sebagai berikut :
- Objek material filsafat bersifat universal, sedangkan objek material ilmu bersifat khusus dan empiris.
- Objek formal filsafat bersifat nonfragmentaris, sedangkan objek formal ilmu bersifat fragmentaris, spesifik, dan intensif.
- Filsafat dilaksanakan dalam suatu suasana pengetahuan yang menonjolkan daya spekulasi, kritis, dan pengawasan, sedangkan ilmu haruslah diadakan riset lewat pendekatan trial and error.
- Filsafat memuat pertanyaan lebih jauh dan lebih mendalam berdasarkan pada pengalaman realitas sehari-hari, sedangkan ilmu bersifat diskursif yaitu menguraikan secara logis yang dimulai dari tidak tahu menjadi tahu.
- Filsafat memberikan penjelasan yang terakhir, mutlak, dan mendalam sampai mendasar, sedangkan ilmu menunjukkan sebab-sebab yang tidak begitu mendalam, lebih dekat dan sekunder.
C.
Tujuan dan Manfaat Filsafat
Ilmu
Di tengah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang ditandai semakin menajamnya spesialisasi ilmu
maka filsafat ilmu sangat diperlukan. Sebab dengan mempelajari filsafat ilmu,
kita akan menyadari keterbatasan diri dan tidak terperangkap ke dalam sikap
oragansi intelektual. Hal yang lebih diperlukan adalah sikap keterbukaan kita,
sehingga mereka dapat saling menyapa dan mengarahkan seluruh potensi keilmuan
yang dimilikinya untuk kepentingan bersama.
Fisafat ilmu sebagai cabang khusus
yang membicarakan sejarah perkembangan ilmu bertujuan: Pertama, filsafat
ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis
terhadap kegiatan ilmiah. Kedua, filsafat ilmu merupakan usaha
merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan medote keilmuan. Ketiga,
filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap metode keilmuan, setiap
metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat dipertanggungjawabkkan secara logis
dan rasional agar dapat dipahami dan digunakan secara umum.[20]
Berdasarkan tujuan filsafat ilmu
yang dikemukan oleh Rizal Mustansyir dan Misnal Munir, maka dapat
dikembangkan bahwa tujuan filsafat ilmu mengkaji dan mencari fakta-fakta
terhadap pemikiran secara ilmiah dan rasional.
Filsafat ilmu sebagai cabang filsafat yang membicarakan tentang hakikat
ilmu yang mengandung manfaat sebagai berikut :
[21]
1.
Filsafat ilmu sebagai
sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan
ilmiah.
2.
Filsafat ilmu merupakan
usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan kita menerapkan suatu
metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu
sikap yang diperlukan disini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai dengan
struktur ilmu pengetahuan bukan sebaliknya.
3.
Filsafat ilmu memberikan pendasaran logis terhadap
metode keilmuan. Setiap metode ilmiah yang dikembangkan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara logis-rasional, agar dapat dipahami dan
dipergunakan secara umum
D.
Peranan Filsafat dalam Ilmu Pengetahuan
Semakin banyak manusia tahu,
semakin banyak pula pertanyaan yang timbul dalam dirinya. Manusia ingin tahu
tentang asal dan tujuan hidup, tentang dirinya sendiri, tentang nasibnya,
tentang kebebasannya, dan berbagai hal lainnya. Sikap seperi ini pada dasarnya
sudah menghasilkan pengetahuan yang sangat luas, yang secara metodis dan
sistematis dapat dibagi atas banyak jenis ilmu.
Ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya
membantu manusia dalam mengorientasikan diri dalam dunia dan memecahkan
berbagai persoalan hidup. Berbeda dari binatang, manusia tidak dapat membiarkan
insting mengatur perilakunya. Untuk mengatasi masalah-masalah, manusia
membutuhkan kesadaran dalam memahami lingkungannya. Di sinilah ilmu-ilmu
membantu manusia mensistematisasikan apa yang diketahui manusia dan
mengorganisasikan proses pencariannya.
Pada abad modern ini, ilmu-ilmu
pengetahuan telah merasuki setiap sudut kehidupan manusia. Hal ini tidak dapat
dipungkiri karena ilmu-ilmu pengetahuan banyak membantu manusia mengatasi
berbagai masalah kehidupan. Prasetya T. W. dalam artikelnya yang berjudul
“Anarkisme dalam Ilmu Pengetahuan Paul Karl Feyerabend” mengungkapkan bahwa ada
dua alasan mengapa ilmu pengetahuan menjadi begitu unggul. Pertama,
karena ilmu pengetahuan mempunyai metode yang benar untuk mencapai
hasil-hasilnya. Kedua, karena ada hasil-hasil yang dapat diajukan
sebagai bukti keunggulan ilmu pengetahuan. Dua alasan
yang diungkapkan Prasetya tersebut, dengan jelas menunjukkan bahwa ilmu
pengetahuan memainkan peranan yang cukup penting dalam kehidupan umat manusia.
Akan tetapi, ada pula tokoh yang
justru anti terhadap ilmu pengetahuan. Salah satu tokoh yang cukup terkenal
dalam hal ini adalah Paul Karl Feyerabend. Sikap anti ilmu pengetahuannya ini,
tidak berarti anti terhadap ilmu pengetahuan itu sendiri, tetapi anti terhadap
kekuasaan ilmu pengetahuan yang kerap kali melampaui maksud utamanya.
Feyerabend menegaskan bahwa ilmu-ilmu pengetahuan tidak menggunguli
bidang-bidang dan bentuk-bentuk pengetahuan lain. Menurutnya, ilmu-ilmu
pengetahuan menjadi lebih unggul karena propaganda dari para ilmuan dan adanya
tolak ukur institusional yang diberi wewenang untuk memutuskannya.
Sekalipun ada berbagai kontradiksi
tentang keunggulan ilmu pengetahuan, tidak dapat disangkal bahwa ilmu
pengetahuan sesungguhnya memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan
masyarakat. Hal ini tidak terlepas dari peranan ilmu pengetahuan dalam membantu
manusia mengatasi masalah-masalah hidupnya, walaupun kadang-kadang ilmu
pengetahuan dapat pula menciptakan masalah-masalah baru.
Meskipun demikian, pada
kenyataannya peranan ilmu pengetahuan dalam membantu manusia mengatasi masalah
kehidupannya sesungguhnya terbatas. Seperti yang telah diungkapkan pada bagian
pendahuluan, keterbatasan itu terletak pada cara kerja ilmu-ilmu pengetahuan
yang hanya membatasi diri pada tujuan atau bidang tertentu. Karena pembatasan
itu, ilmu pengetahuan tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang
keseluruhan manusia. Untuk mengatasi masalah ini, ilmu-ilmu pengetahuan
membutuhkan filsafat. Dalam hal inilah filsafat menjadi hal yang penting.
C. Verhaak dan R. Haryono Imam
dalam bukunya yang berjudul Filsafat Ilmu Pengetahuan: Telaah Atas Cara
Kerja Ilmu-ilmu, menjelaskan dua penilaian filsafat atas kebenaran
ilmu-ilmu. Pertama, filsafat ikut menilai apa
yang dianggap “tepat” dan “benar” dalam ilmu-ilmu. Apa yang dianggap tepat
dalam ilmu-ilmu berpulang pada ilmu-ilmu itu sendiri. Dalam hal ini filsafat
tidak ikut campur dalam bidang-bidang ilmu itu. Akan tetapi, mengenai apa
kiranya kebenaran itu, ilmu-ilmu pengetahuan tidak dapat menjawabnya karena
masalah ini tidak termasuk bidang ilmu mereka. Hal-hal yang berhubungan dengan
ada tidaknya kebenaran dan tentang apa itu kebenaran dibahas dan dijelaskan
oleh filsafat. Kedua, filsafat memberi penilaian tentang sumbangan
ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran.
Dari dua penilaian filsafat atas
kebenaran ilmu-ilmu di atas, dapat dillihat bahwa ilmu-ilmu pengetahuan
(ilmu-ilmu pasti) tidak langsung berkecimpung dalam usaha manusia menuju
kebenaran. Usaha ilmu-ilmu itu lebih merupakan suatu sumbangan agar pengetahuan
itu sendiri semakin mendekati kebenaran. Filsafatlah yang secara langsung
berperan dalam usaha manusia untuk mencari kebenaran. Di dalam filsafat,
berbagai pertanyaan yang berhubungan dengan kebenaran dikumpulkan dan diolah demi
menemukan jawaban yang memadai.
Franz Magnis Suseno mengungkapkan
dua arah filsafat dalam usaha mencari jawaban dari berbagai pertanyaan sebagai
berikut: pertama, filsafat harus mengkritik jawaban-jawaban yang tidak
memadai. Kedua, filsafat harus ikut mencari jawaban yang benar. Kritikan dan jawaban yang diberikan filsafat sesungguhnya
berbeda dari jawaban-jawaban lain pada umumnya. Kritikan dan jawaban itu harus
dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
Pertanggungjawaban rasional pada hakikatnya berarti bahwa setiap langkah
harus terbuka terhadap segala pertanyaan dan sangkalan, serta harus
dipertahankan secara argumentatif dengan argumen-argumen yang objektif. Hal ini berarti bahwa kalau ada yang mempertanyakan atau
menyangkal klaim kebenaran suatu pemikiran, pertanyaan dan sangkalan itu dapat
dijawab dengan argumentasi atau alasan-alasan yang masuk akal dan dapat
dimengerti.
Dari berbagai penjelasan di atas,
tampak jelas bahwa filsafat selalu mengarah pada pencarian akan kebenaran.
Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada
secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian
itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan
filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap berbagai kritikan dan
masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.
Inilah yang menunjukkan kekhasan
filsafat di hadapan berbagai ilmu pengetahuan yang ada. Filsafat selalu terbuka
untuk berdialog dan bekerjasama dengan berbagai ilmu pengetahuan dalam rangka
pencarian akan kebenaran. Baik ilmu pengetahuan maupun filsafat, bila diarahkan
secara tepat dapat sangat membantu kehidupan manusia.
Membangun ilmu pengetahuan
diperlukan konsistensi yang terus berpegang pada paradigma yang
membentuknya. Kearifan memperbaiki paradigma ilmu pengetahuan nampaknya
sangat diperlukan agar ilmu pengetahuan seiring dengan tantangan zaman, karena
ilmu pengetahuan tidak hidup dengan dirinya sendiri, tetapi harus mempunyai
manfaat kepada kehidupan dunia
Hampir semua kemampuan pemikiran
(thought) manusia didominasi oleh pendekatan filsafat. Pengetahuan manusia yang
dihasilkan melalui proses berpikir selalu digunakannya untuk menyingkap tabir
ketidaktahuan dan mencari solusi masalah kehidupan.antara ilmu Pengetahuan dan
ilmu Filsafat ada persamaan dan perbedaannya.Ilmu Pengetahuan bersifat
Posterior kesimpulannya ditarik setelah melakukan pengujian-pengujian secara
berulang-ulang sedangkan Filsafat bersifat priori kesimpulannya ditarik tanpa
pengujian,sebab Filsafat tidak mengharuskan adanya data empiris seperti yang dimiliki
ilmu karena Filsafat bersifat Spekulatif.Disamping adanya perbedaan antara ilmu
dengan filsafat ada sejumlah persamaan yaitu sama-sama mencari kebenaran.Ilmu
memiliki tugas melukiskan filsafat bertugas untuk menafsirkan kesemestaan
aktivitas ilmu digerakkan oleh pertanyaan bagaimana menjawab pelukisan fakta
sedangkan filsafat menjawab atas pertanyaan lanjutan bagaimana sesungguhnya
fakat itu darimana awalnya dan akan kemana akhirnya
E. Ruang Lingkup Filsafat Ilmu
Bidang garapan filsafat ilmu terutama
diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi
ilmu, tiang penyangga itu ada tiga macam yaitu ontologi, epistemologi, dan
aksiologi.
1. Ontologi
Kata ontologi berasal
dari bahasa Yunani yaitu On berarti being, dan Logos berarti logic. Jadi
ontologi adalah the theory of being qua being (teori tentang keberadaan sebagai
keberadaan).[22]
Sedangkan menurut Amsal Bakhtiar, ontologi berasal dari kata ontos yang berarti
sesuatu yang berwujud. Ontologi adalah teori atau ilmu tentang wujud,
tentang hakikat yang ada. Ontologi tidak banyak berdasarkan pada alam nyata
tetapi berdasarkan pada logika semata.[23]
Noeng Muhadjir mengatakan bahwa ontologi membahas tentang yang ada, yang
tidak terkait oleh satu perwujudan tertentu. Sedangkan jujun mengatakan bahwa
ontologi membahas apa yang kita ketahui, seberapa jauh kita ingin tahu atau
dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang yang ada. Sidi Gazalba
mengatakan bahwa ontologi mempersoalkan sifat dan keadaan terakhir dari
kenyataan. Karena itu ontologi disebut ilmu hakikat, hakikat yang bergantung
pada pengetahuan. Dalam agama ontologi memikirkan tentang tuhan.[24]
Jadi
dapat disimpulakan bahwa ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat
yang ada yang merupakan kebenaran dan kenyataan baik yang berbentuk jasmani
atau konkret maupun rohani atau abstrak.
Ontologi
pertama kali diperkenalkan oleh Rudolf Goclenius pada tahun 1636 M. untuk
menamai teori tentang hakikat yang ada yang bersifat metafisis. Dalam
perkembangannya Christian Wolff (1679-1754 M) membagi metafisika menjadi dua,
yaitu metafisika umum dan metafisika khusus. Metafisika umum dimaksud sebagai
istilah lain dari ontologi. Dengan demikian, metafisika umum adalah cabang
filsafat yang membicarakann prinsip yang paling dasar atau dalam dari segala
sesuatu yang ada. Sedangkan metafisika khusus dibagi menjadi tiga yaitu
kosmologi (membicarakan tentang alam semesta), psikologi (membicarakan tentang
jiwa manusia), dan teologi (membicarakan tentang Tuhan).
2. Epistemologi
Epistemologi atau teori pengetahuan
ialah cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengendalian-pengendalian, dan dasar-dasarnya serta pengertian mengenai
pengetahuan yang dimiliki, mula-mula manusia percaya bahwa dengan kekuatan
pengenalanya ia dapat mencapai realitas sebagaimana adanya. Mereka
mengandalikan begitu saja bahwa pengetahuan mengenai kodrat itu mungkin,
meskipun beberapa di antara mereka menyarankan bahwa pengetahuan mengenai struktur
kenyataan dapat lebih dimunculkan dari sumber-sumber tertentu ketimbang
sumber-sumber lainya. Pengertian yang diperoleh oleh manusia melalui akal,
indra, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam teori pengetahuan, di
antaranya adalah:
a) Metode Induktif
Induktif yaitu suatu metode yang menyimpulkan
pernyataan-pernyataan hasil observasi yang disimpulkan dalam suatu pernyataan
yang lebih umum.
b) Metode Deduktif
Deduktif ialah suatu metode yang menyimpulkan
bahwa data-data empirik diolah lebih lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang
runtut.hal yang harus ada dalam metode deduktif adalah adanya perbandingan
logis antara kesimpulan itu sendiri.penyelidikan bentuk logis itu bertujuan
apakah teori tersebut mempunyai sifat empiris atau ilmiah.
c) Metode Positivisme
Metode ini dikeluarkan
oleh Agus Comte (1798-1857). Metode ini berpangkal dari apa yang telah
diketahui, faktual dan positif. Ia menyampaikan segala uraian atau persoalan di
luar yang ada sebagai fakta.apa yang diketahui secara positif adalah segala
yang tampak dari segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang
filsafat dan ilmu dibatasi kepada bidang gejala saja.
d) Metode
Kontemplatif
Metode ini mengatakan
adanya keterbatasan indera dan akal manusia untuk memperoleh pengetahuan,
sehingga objek yang dihasilkan pun berbeda-beda yang harusnya dikembangkan
suatu kemampuan akal yang disebut intuisi
e) Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika
mula-mula berarti metode tanya jawab untuk mencapai kejernihan filsafat. Metode
ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya sebagai diskusi logika.
Kini dialektika berarti tahapan logika yang mengajarkan kaidah-kaidah dan
metode-metode penuturan, juga menganalisis sistematik tentang ide untuk
mencapai apa yang terkandung dalam pandangan.
3. Aksiologi
Aksiologi
berasal dari bahasa Yunani yaitu axios yang berarti nilai dan logos yang
berarti teori. Jadi aksiologi adalah “teori tentang nilai“. Menurut Bramel,
aksiologi terbagi dalam tiga bagian yaitu moral conduct (tindakan moral),
esthetic expression (ekspresi keindahan), dan sosio-political life (kehidupan
sosial politik).[25]
Sedangkan menurut Jujun S. Suriansumantri dalam bukunya Filsafat Ilmu Sebuah
Pengantar mengartikan aksiologi sebagai teori nilai yang berkaitan dengan
kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh. Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan
dengan Value and Valuation. Ada tiga bentuk Value and Valuation yaitu nilai
yang digunakan sebagai kata benda abstrak, nilai sebagai benda konkret, dan
nilai digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, member nilai dan
dinilai.
Dari
definisi di atas terlihat jelas bahwa aksiologi menjelaskan tentang nilai.
Nilai yang dimaksud disini adalah sesuatu yang dimiliki oleh manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Nilai dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Makna
“etika“ dipakai dalam dua bentuk arti yaitu suatu kumpulan pengetahuan mengenai
penilaian terhadap perbuatan manusia, dan suatu predikat yang dipakai untuk
membedakan hal, perbuatan manusia. Maka akan lebih tepat kalau dikatakan bahwa
objek formal dari sebuah etika adalah norma kesusilaan manusia, dan dapat
dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi
baik dan tidak baik dalam suatu kondisi. Sedangkan estetika berkaitan dengan
nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap
lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
F. Objek Filsafat Ilmu
Filsafat ilmu
sebagaimana halnya dengan bidang-bidang ilmu lainnya juga memiliki dua macam
objek yaitu objek material dan objek formal.[26]
1. Objek Material Filsafat ilmu
Objek Material filsafat ilmu yaitu
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan atau
hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang
mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak.
Menurut Dardiri bahwa objek
material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada dalam
kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi
dua, yaitu :
a.
Ada yang bersifat umum, yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada
pada umumnya.
b.
Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak dan tidak
mutlak yang terdiri dari manusia dan alam.
2. Objek Formal Filsafat Ilmu
Objek formal adalah sudut pandang
dari mana sang subjek menelaah objek materialnya. Setiap ilmu pasti berbeda
dalam objek formalnya. Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu
pengetahuan yang artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatiannya terhadap
problem mendasar ilmu pengetahuan. Seperti apa hakikat ilmu pengetahuan,
bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fungsi ilmu itu bagi
manusia. Problem inilah yang di bicarakan dalam landasan pengembangan ilmu
pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan aksiologis.
G.
Perbedaan objek material
dan objek formal filsafat ilmu
Objek material filsafat merupakan
suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu
atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu
yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak. Sedangkan
Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja,
melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
Obyek material filsafat ilmu itu
bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita) sedangkan
objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan
empiris. objek material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan
mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal ilmu itu dan mengujinya dengan
realisasi praktis yang sebenarnya. Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu
menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti
obyek material itu secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara
mendalam (to know the nature of everything). Obyek formal inilah sudut
pandangan yang membedakan watak filsafat dengan pengetahuan. Karena filsafat
berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya.
Obyek material Filsafat ilmu yaitu
segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materi konkret, psisik, maupun
yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis,
konsepsional, spiritual, nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak
terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin ada. Objek material
filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan
ada yang tidak tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu
lain. ada yang tampak adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak
adalah alam metafisika. Sebagian filosof membagi objek material filsafat atas
tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam pikiran dan yang
ada dalam kemungkinan.
PENUTUP
Pembahasan mengenai pengetian filsafat ilmu, objek kajian dan ruang
lingkup filsafat ilmu, maka penulis simpulkan sebagai berikut:
- Filsafat Ilmu adalah studi tentang seluruh fenomena kehidupan dan pemikiran manusia secara kritis dan dijabarkan dalam konsep mendasar. Filsafat sangat dibutuhkan dalam membuktikan suatu aksiden atau fenomena dan Subtansi karena dengan filsafat lah bisa terbukti sesuatu itu ada atau mungkin ada, karena dengan akal lah bisa membuktikan suatu substansi dan substansi itu terbentuknya dari filsafat. Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian penalaran ilmiah, sehingga orang menjadi kritis terhadap kegiatan ilmiah. Filsafat ilmu merupakan usaha merefleksi, menguji, mengkritik asumsi dan metode keilmuan. Sebab kecenderungan kita menerapkan suatu metode ilmiah tanpa memperhatikan struktur ilmu pengetahuan itu sendiri. Satu sikap yang diperlukan disini adalah menerapkan metode ilmiah yang sesuai dengan struktur ilmu pengetahuan bukan sebaliknya.
- Metode ilmiah berperan dalam tataran transformasi dari wujud pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan. Bisa tidaknya pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan sangat bergantung pada metode ilmiah. Dengan demikian metode ilmiah selalu disokong oleh dua pilar pengetahuan, yaitu rasio dan fakta secara integratif.
- Peranan filsafat dalam ilmu pengetahuan adalah filsafat memberi penilaian tentang sumbangan ilmu-ilmu pada perkembangan pengetahuan manusia guna mencapai kebenaran tapi filsafat tidak ikut campur dalam ilmu-ilmu tersebut dimana filsafat selalu mengarah pada pencarian akan kebenaran. Pencarian itu dapat dilakukan dengan menilai ilmu-ilmu pengetahuan yang ada secara kritis sambil berusaha menemukan jawaban yang benar. Tentu saja penilaian itu harus dilakukan dengan langkah-langkah yang teliti dan dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Penilaian dan jawaban yang diberikan filsafat sendiri, senantiasa harus terbuka terhadap berbagai kritikan dan masukan sebagai bahan evaluasi demi mencapai kebenaran yang dicari.
- Bidang garapan filsafat ilmu terutama diarahkan pada komponen‑komponen yang menjadi tiang penyangga bagi eksistensi ilmu, tiang penyangga itu ada tiga macam yaitu ontologi, epistemologi, dan aksiologi.
- Perbedaan objek material filsafat ilmu dan Objek formal filsafat ilmu adalah objek material merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak. Sedangkan Objek formal filsafat ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang nyata maupun yang abstrak.
DAFTAR
PUSTAKA
Salam, Burhanuddin. 2005. Pengantar Filsafat. Jakarta:
Bumi Aksara
Surajiyo.
2008. Ilmu Filsafat Suatu Pengantar, Jakarta: Bumi Aksara
Vardiansyah, Dani. 2008. Filsafat Ilmu Komunikasi:
Suatu Pengantar, Jakarta: Indeks
Jujun S. Suriasumantri, S, Jujun. 2005. Filsafat
Ilmu; Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Sinar Harapan
______________, 2003. Ilmu dalam Perspektif;
Sebuah Kumpulan dan karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta, Yayasan Obor
Indonesia
Mustansyir, Rizal dan Munir, Misnal. 2010. Filsafat
Ilmu. Yogyakarta, Pustaka Pelajar Offset
Achmadi, Asmoro. 2010. Filsafat Umum, Jakarta,
Rajawali Pers
Muzairi. 2009.
Filsafat Umum. Yogyakarta: Teras
Peursen, Vav, C.A. 2008. Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya.
Dikutip dari buku Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?,
Bandung: Pustaka Sutra
Surajiyo. 2010. Filsafat Ilmu dan Perkembangannya
di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara
Susanto, A. 2011. Filsafat Ilmu; Suatu Kajian
dalam Demensi Ontologis, Epistemologis dan Aksiologi. Jakarta: Bumi Aksara
Suhartono,
Suparlan. 2004. Dasar-dasar Filsafat. Yogyakarta: Ar-Ruzz.
[1]Lalu Muhammad Nurul Wathoni, mahasiswa program Doktor Universitas
Islama Negeri Sulan Syarif Kasim Riau, NIM; 31694104589, Program studi
Pendidikan Agama Islam. Dosen LB Unirab Riau, Dosen STIT Hidayatullah Batam
[2] Imam
Raghib al-Ashfahani mengatakan bahwa ilmu adalah mengetahui sesuatu sesuai
dengan hakekatnya. Ia terbagi dua, pertama mengetahui inti sesuatu itu, kedua
menghukum adanya sesuatu pada sesuatu yang ada atau menafikan sesuatu yang
tidak ada, maksudnya mengatahui hubungan sesuatu dengan sesuatu. Lihat Yusuf
Qardhawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, (Jakarta:
IKAPI, 1998), hal. 88
[3] A.
Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), hlm. 9
[4] Dani Vardiansyah, Filsafat Ilmu Komunikasi: Suatu Pengantar,
Jakarta: Indeks, 2008. hal. 20
[5] Filsafat
dan ilmu pada dasarnya adalah dua kata yang saling terkait, baik secara
substansial maupun historis, karena kelahiran ilmu tidak lepas dari peranan
filsafat. Filsafat telah merubah pola pemikiran bangsa Yunani dan umat manusia
dari pandangan mitosentris menjadi logosentris. Perubahan pola pikir tersebut
membawa perubahan yang cukup besar dengan ditemukannya hukum-hukum alam dan
teori-teori ilmiah yang menjelaskan bagaimana perubahan-perubahan itu terjadi,
baik yang berkaitan dengan makro kosmos maupun mikrokosmos. Dari sinilah lahir
ilmu-ilmu pengetahuan yang selanjutnya berkembang menjadi lebih terspesialisasi
dalam bentuk yang lebih kecil dan sekaligus semakin aplikatif dan terasa
manfaatnya. Filsafat sebagai induk dari segala ilmu membangun kerangka berfikir
dengan meletakkan tiga dasar utama, yaitu ontologi, epistimologi dan axiologi.
Maka Filsafat Ilmu menurut Jujun Suriasumantri merupakan bagian dari
epistimologi (filsafat ilmu pengetahuan yang secara spesifik mengkaji hakekat
ilmu (pengetahuan ilmiah). Lihat A. Mustofa, Filsafat Islam, (Bandung:
Pustaka Setia, 2004), hlm. 9
[6] Jujun
S. Suriasumantri, Filsafat Ilmu; Sebuah
Pengantar Populer. Jakarta, Sinar Harapan, 2005, hal. 33
[7] Kata
filsafat dalam bahasa Arab falsafah, yang dalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah philosophy, adalah Lihat, Surajiyo, Filsafat
Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Bumi Aksara, Jakarta : 2010), hal. 3
[8] Rizal
Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu. Yogyakarta, Pustaka Pelajar
Offset, 2010, hal. 2
[9] Muzairi,
Filsafat Umum. Yogyakarta, 2009, hal. 6
[10] Al-Farabi
(870-950), nama lengkap Abu Nasr Muhammad bin Muhammad bin Tarkhan. Sebutan
“Al-Farabi” diambil dari nama kota di mana ia dilahirkan, yaitu kota Farab
[11] Francis
Bacon (1561-1626), anak Nicolas Bacon, lahir di London tahun 1561, putera
pegawai eselon tinggi masa Ratu Elizabeth. Tatkala menginjak usia dua belas
tahun dia masuk belajar di Trinity College di Cambridge, menjadi anggota
parlemen umur 23 tahun
[12] Immanuel
Kant Lahir pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg-Jerman, sebuah kota kecil
di Prussia Timur, seorang filsuf besar yang pernah tampil dalam pentas
pemikiran filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang akhir abad ke18.
Lahir pada tanggal 22 April 1724 di Konigsberg-Jerman, sebuah kota kecil di
Prussia Timur. Anak keempat dari seorang pembuat pelana kuda Konigsberg yang
setia dengan gerakan Pietisme.
[13] Aristoteles
dilahirkan di kota Stagira, Macedonia, 384 SM. Ayahnya seorang ahli fisika.
Pada umur 17 tahun Aristoteles pergi ke Athena belajar di Akademi Plato. Dia
menetap di sana selama 20 tahun hingga tak lama Plato meninggal dunia.
Aristoteles mendapat dorongan dari ayahnya belajar di bidang biologi dan
“pengetahuan praktis”. Di bawah asuhan Plato dia menanamkan minat dalam hal
spekulasi filosofis.
[14] Rene
Descartes (1596-1650), filosof, ilmuwan, matematikus Perancis yang tersohor.
Waktu mudanya dia sekolah Yesuit, College La Fleche.
[15] Asmoro
Achmadi, Filsafat Umum, Jakarta, Rajawali Pers, 2010, hal 2-3
[16] C.A. Van Peursen: Filsafat Sebagai Seni untuk Bertanya.
Dikutip dari buku Arief Sidharta. Apakah Filsafat dan Filsafat Ilmu Itu?,
Bandung: Pustaka Sutra, 2008. Hal 7-11
[17] Jujun
S. Suriasumantri, Ilmu dalam
Perspektif; Sebuah Kumpulan dan karangan Tentang Hakekat Ilmu. Jakarta,
Yayasan Obor Indonesia, 2003, hal. 19
[18] Soejono
Soemargono, Pengantar Filsafat Ilmu, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya,
2003, hal. 1
[19] Rizal
Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu. hal. 49
[20] Rizal
Mustansyir dan Misnal Munir, Filsafat Ilmu. hal. 52
[21] Surajiyo,
Filsafat Ilmu dan Perkembangannya di Indonesia, (Bumi Aksara, Jakarta :
2010), hal. 3
[22] Lih.
James K. Feibleman, Ontologi dalam Dagobert D. Runes, Dictinary Philoshopy,
(Totowa New Jersey , Little Adam : 1976), hal. 219
[23] Amsal
Bakhtiar,M.A, Filsafat Ilmu, (RajaGrafindo Persada, Jakarta : 2012), Cet
11, hal. 134
[24] Sidi Gazalba, Sistematika Filsafat
Pengantar kepada Teori Pengetahuan, (Bulan Bintang, Jakarta : 1973), hal :
106
[25] Jalaluddin dan Abdullah Idi, Filsafat
Pendidikan, (Gaya Media Pratama, Jakarta : 1997), cet-1, hal. 106
[26] Surajiyo, Filsafat
Ilmu & Perkembangannya di Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hlm 47
Awalnya aku hanya mencoba main togel akibat adanya hutang yang sangat banyak dan akhirnya aku buka internet mencari aki yang bisa membantu orang akhirnya di situ lah ak bisa meliat nmor nya AKI NAWE terus aku berpikir aku harus hubungi AKI NAWE meskipun itu dilarang agama ,apa boleh buat nasip sudah jadi bubur,dan akhirnya aku menemukan seorang aki.ternyata alhamdulillah AKI NAWE bisa membantu saya juga dan aku dapat mengubah hidup yang jauh lebih baik berkat bantuan AKI NAWE dgn waktu yang singkat aku sudah membuktikan namanya keajaiban satu hari bisa merubah hidup ,kita yang penting kita tdk boleh putus hasa dan harus berusaha insya allah kita pasti meliat hasil nya sendiri. siapa tau anda berminat silakan hubungi AKI NAWE Di Nmr 085--->"218--->"379--->''259'
BalasHapusTerimakasih.. tulisannya sangat bermanfaat..
BalasHapusMy blog