Pages

Subscribe:

Labels

Rabu, 21 September 2016

KONSEPSI TENTANG MANUSIA DARI BERBAGAI PANDANGAN

Fenomena di dunia ini sesungguhnya terkadang menyimpang berbagai pertanyaan. Terutama sekali bila kita dihadapkan pada problematika carut marutnya kehidupan antar umat manusia. sebagai contoh, serangan yang dilakukan rezim zionis Israel ke Jalur Gaza beberapa waktu yang lalu. Ribuan manusia di Gaza menjadi korban dalam kejahatan tersebut, sementara yang melakukan pembantaian itu adalah tentara zionis Israel yang juga manusia. lantas bagaimana sesungguhnya watak dasar dan tabiat makhluk yang bernama manusia itu? Tulisan ini akan mencoba membahas sekelumit tentang konsepsi manusia dari berbagai pandangan.
Konsep-Konsep Tentang Manusia
Plato. Ia memandang manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Dua elemen manusia ini memiliki esensi dan karakteristik yang berbeda. Jiwa adalah zat sejati yang berasal dari dunia sejati, dunia idea. Jiwa tertanam dalam tubuh manusia. sementara tubuh manusia adalah zat semu yang akan hilang lenyap bersamaan dengan kematian manusia. sedangkan ide tetap abadi. Sesuatu yang abadi terperangkap di dalam sesuatu yang fana, itulah nasib jiwa. Tubuh adalah penjara bagi jiwa. Sebagai zat yang berasal dari dunia idea, jiwa selalu ingin kembali ke dunia sejati itu. Manusia yang bagian sejatinya adalah jiwa yang terperangkap dalam tubuh, selalu merasa tidak bebas selama tubuhnya mengungkung jiwanya. Untuk membebaskan jiwa dari dunia fana dan kembali ke dunia idea, manusia harus memenuhi dirinya dengan hal-hal yang menjadi sifat utama dari jiwa. Sifat utama itu adalah rasionalitas, keutamaan moral dan kabajikan selama hidup di dunia ini.
Aristoteles. Berbeda dengan Plato, ia memandang manusia sebagai satu kesatuan. Tubuh dan jiwa adalah satu substansi. Perbedaan keduanya bukan perbedaan esensial. Bagi Aristoteles jiwa manusia tidak terpenjara dalam tubuh. Ketidakbebasan manusia bukan dalam kondisi terpenjaranya jiwa oleh badan melainkan ketidakmampuan mereka menggunakan keseluruhan sistem psiko-fisik dalam memahami alam semesta dan ketidakmampuan mengembangkan dirinya dalam kehidupan sehari-hari,termasuk kehidupan sosial. Tujuan hidup manusia adalah mencapai kebahagiaan, tetapi bukan kebahagiaan yang hedonistik, bukan yang semata mementingkan kenikmatan fisik. Kebahagiaan manusia adalah kebahagiaan yang dicapai dengan tindakan-tindakan  rasional .
Psikoanalisa. Sigmund Freud adalah salah satu tokoh psikologi yang memandang manusia sebagai makhluk deterministik, dengan kata lain ia melihat manusia tidak bebas. Kepribadian manusia terdiri dari dua bagian yaitu kesadaran dan ketidaksadaran. Bagian ketidaksadaran jauh lebih luas dari bagian kesadaran. Dan bagian ketidaksadaran tersebut memiliki pengaruh besar pada diri manusia. banyak perilaku manusia  yang dipengaruhi oleh ketidaksadarannya. Menurut Freud pada bagian ketidaksadaran ini diisi oleh dorongan-dorongan instingtif bersifat primitif yang menggerakkan manusia untuk mendapatkan kenikmatan. Selain insting primitif, dalam wilayah ketidaksadaran tersimpan pula berbagai kenangan peristiwa traumatik dan hal-hal yang dilupakan oleh seseorang, yang tidak dapat ditampilkan di kesadarannya karena dianggap tidak dapat diterima oleh masyarakat. Jadi dalam pandangan Freud, manusia terutama digerakkan oleh instingnya.
Psikologi Behaviorisme. Dua tokoh behaviorisme yang terkenal adalah J.B. Watson dan B.F. Skinner. Keduanya memandang manusia sebagai hasil pembiasaan stimulus-respons. Lingkungan berperan penting dalam menentukan kepribadian seseorang. Mengikuti pandangan kaum empiris seperti John locke, behaviorisme memandang manusia lahir dalam kondisi seperti tabularasa atau kertas putih yang masih belum ditulisi. Pengalaman berhadapan dan bersentuhan dengan lingkungan menyebabkan kertas putih tertulisi. Manusia adalah makhluk pasif yang menerima bentukan dari lingkungan.
Psikologi Humanistik. Carls Rogers dan Abraham Maslow memandang manusia sebagai makhluk yang bebas dengan kehendak untuk mengaktualisasi potensi-potensinya. Sejak lahir manusia memiliki potensi-potensi yang dapat dikembangkannya sendiri. Manusia tidak ditetapkan akan jadi apa nantinya. Ia bisa jadi apa saja karena ia memiliki semua potensi untuk jadi apapun. Yang menentukan akan jadi apa dia adalah dirinya sendiri dengan bantuan fasilitas dari lingkungan. Manusia pada tingkat tertentu bertingkah laku bukan lagi karena dorongan-dorongan insting atau kekurangan-kekurangan yang ada padanya, tetapi karena keinginannya untuk mengaktualisasi potensi-potensinya. Ia mencintai karena memiliki potensi mencintai, bekerja karena memiliki potensi bekerja dan sebagainya.
Pandangan Erich Fromm. Ia  melihat kondisi eksistensial manusia sebagai makhluk dilematik. Manusia sebagai pribadi sekaligus bagian dari alam, sebagai binatang dan sekaligus manusia. dalam The Sane Society, Fromm menyatakan bahwa secara biologis manusia tidak berbeda dengan binatang. Sebagai binatang, ia memerlukan pemenuhan kebutuhan  fisiologis seperti makan dan minum. Sedangkan sebagai manusia ia memiliki kesadaran diri, pikiran dan daya khayal (imajinasi). Ia juga mengalami pengalaman-pengalaman khas manusia seperti perasaan lemah lembut, cinta, perhatian, rasa kasihan, tanggung jawab, identitas diri, integritas, dan transendensi. Ia juga memiliki pengalaman keterikatan dengan nilai dan norma. Manusia dan lingkungannya saling berinteraksi, saling mempengaruhi. Manusia mampu melakukan perubahan lingkungan, sebaliknya juga lingkungan dapat mengubah manusia. Manusia berkembang dengan mengaktualisasi potensi-potensinya, tetapi seberapa jauh aktualisasi potensi dan perkembangan manusia dapat dicapai, juga dipengaruhi seberapa fasilitatifnya lingkungan tempat ia hidup.
Pandangan Islam. Lantas bagaimana Islam memandang manusia? Islam memiliki pandangan yang optimistik tentang manusia. Dalam ajaran Islam, manusia yang lahir dalam keadaan fitri, suci dan bersih adalah merupakan makhluk terpuji dan dimuliakan meskipun pada kondisi-kondisi tertentu manusia dipandang sebagai makhluk yang rendah. Dalam bukunya Perspektif Al-Quran tentang Manusia dan Agama, Murtadha Muthahhari telah menunjukkan bagaimana Islam dan Al-Quran memandang manusia. Berikut ini adalah sebagian ayat-ayat Al-Quran yang dikutip dan dianalisis oleh Muthahhari berkenaan dengan masalah tersebut :
  1. Manusia adalah khalifah Tuhan di bumi.
Ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak menjadikan khalifah di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah…………” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui.” (QS.2:30)
Dan Dia-lah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi………., untuk mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu. (QS.6:165)
2. Manusia mempunyai kecenderungan dekat dengan Tuhan. Dengan kata lain, manusia sadar akan kehadiran Tuhan jauh di dasar sanubari mereka. Jadi segala keraguan dan keingkaran kepada Tuhan muncul ketika manusia menyimpang dari fitrah mereka sendiri.
Ingatlah, ketika Tuhanmu mengeluarkan anak-anak keturunan Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah Aku ini Tuhanmu?” Mereka menjawab: “Benar (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi.” (QS.30:43)
Oleh karena itu hadapkanlah wajahmu kepada keyakinan yang lurus sebelum datang dari Allah suatu hari  yang tidak dapat ditolak kedatangannya. (QS.30:43)
3. Manusia dalam fitrahnya memiliki sekumpulan unsur surgawi yang luhur, yang berbeda dengan unsur-unsur badani yang ada pada binatang, tumbuhan dan benda-benda tak bernyawa. Unsur-unsur itu merupakan suatu senyawa antara alam nyata dan metafisis, antara rasa dan nonrasa(materi), antara jiwa dan raga.
(Dialah) yang menciptakan segala sesuatu dengan sebaik-baiknya, dan yang memulai penciptaan manusia dari lempung, kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina (air mani), kemudian menyempurnakannya dan meniupkan ke dalam (tubuh)nya ruh-Nya…(QS.32:7-9)
4. Penciptaan manusia benar-benar telah diperhitungkan secara teliti, bukan suatu kebetulan. Karenanya manusia merupakan suatu makhluk pilihan.
Kemudian Tuhannya memilihnya, menerima tobatnya dan membimbingnya. (QS.20:122)
5. Manusia bersifat bebas dan merdeka. Mereka diberi kepercayaan penuh oleh Tuhan, diberkahi dengan risalah yang diturunkan melalui para nabi, dan dikaruniai rasa tanggung jawab. Mereka diperintahkan untuk mencari nafkah di muka bumi dengan inisiatif dan jerih payah mereka sendiri, mereka pun bebas memilih kesejahteraan atau kesengsaraan bagi dirinya.
Sesungguhnya telah Kami tawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, tetapi mereka semua enggan memikulnya dan mereka khawatir akan mengkhianatinya. Manusialah yang mau memikul amanat itu, sungguh ia sangat zalim dan bodoh. (QS.33:72)
Sesengguhnya  Kami telah menciptakan manusia dari setetes mani yang bercampur  yang hendak Kami uji (dengan perintah dan larangan), karena itu Kami jadikan ia mendengar dan melihat, ke jalan lurus Kami telah membimbingnya, ada yang bersyukur dan ada pula yang kafir. (QS.76:2-3)
6. Manusia dikaruniai pembawaan yang mulia dan martabat. Tuhan, pada kenyataannya, telah menganugrahi manusia keunggulan-keunggulan atas makhluk-makhluk lain. Manusia akan menghargai dirinya sendiri hanya jika mereka mampu merasakan kemuliaan dan martabat tersebut, serta mau melepaskan diri mereka dari kepicikan segala jenis kerendahan budi, penghambaan dan hawa nafsu.
Sesungguhnya Kami telah muliakan anak-anak Adam, Kami angkat mereka di darat dan di lautan…., dan Kami lebihkan mereka  dengan kelebihan yang telah Kami ciptakan. (QS.17:70)
7. Manusia memiliki kesadaran moral. Mereka dapat membedakan yang baik dari yang jahat melalui inspirasi fitri yang ada pada mereka.
Demi jiwa dan penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah telah mengilhamkan ke dalam jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketaqwaannya. (QS.91:7-8)
8. Jiwa manusia tidak akan pernah damai, kecuali dengan mengingat Allah. Keinginan mereka tidak terbatas, mereka tidak pernah puas dengan apa yang telah mereka peroleh. Di lain pihak, mereka lebih berhasrat untuk ditinggikan ke arah perhubungan dengan Tuhan Yang Maha Abadi.
(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hatinya menjadi tentram dengan mengingat Allah. (QS.13:28)
Hai manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh untuk mencapai Tuhanmu, maka kamu pasti menemukan-Nya. (QS.84:6)
9. Segala bentuk karunia duniawi diciptakan untuk kepentingan manusia. Jadi manusia berhak memanfaatkan itu semua dengan cara yang sah.
Dialah Allah, yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu….. (QS.2:29)
Dan Dia telah merundukkan untukmu apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi. (QS.45:13)
10. Tuhan menciptakan manusia agar mereka menyembah-Nya. Tunduk patuh kepada Tuhan menjadi tanggung jawab manusia.
Aku tidak menciptakan jin dan manusia, melainkan supaya mereka menyembah-Ku. (QS.51:56)
Demikianlah pandangan Islam dan Al-Quran tentang manusia, disamping hal positif terdapat pula sisi negatif pada dirinya. Manusia berulang-kali diangkat derajatnya, berulang-kali pula direndahkan. Mereka dinobatkan jauh menggungguli alam surga, bumi dan bahkan para malaikat, tetapi pada saat yang sama, mereka bisa tak lebih berarti dibandingkan dengan setan terkutuk dan binatang jahannam sekalipun. Manusia dihargai sebagai makhluk yang mampu menaklukkan alam, namun bisa juga mereka merosot menjadi “yang paling rendah dari segala yang rendah.” Oleh karena itu, makhluk manusia sendirilah yang harus menetapkan sikap dan menentukan nasib akhir mereka sendiri dan ingin menjadi seperti apa. Oleh Tuhan kita terlahir sebagai manusia, maka akankah kita kembali lagi sebagai manusia? Wallahu a’lam bisshawab.

0 komentar:

Posting Komentar